13

0 0 0
                                    

Aku berniat untuk memberikan surat ini secara langsung karena jika diam-diam kondisi kelas tidak memungkinkan. Aku takut jika ada seseorang yang melihatnya.

"Huh, bismillah."

Aku menuju rooftoop karena kulihat Davyn sering ke sana. Saat di rooftoop, ternyata Davyn sedang bersama teman-temannya. Aku bingung  sekarang. Kalau balik ke kelas sudah terlanjur, namun kalau aku lanjut nanti ketahuan sama temannya.

"Ahhh pusing gue," ucapku di dalam hati.

Aku memutuskan untuk menunggu saja di kantin karena perutku sudah lapar. Butuh energi yang kuat untuk memberikan surat ini. Lebay ya, tapi memang benar jantungku rasanya ingin copot.

"Bang, mie goreng satu," ucapku.

"Ok, ditunggu."

"Huh, gue harus gimana nih? Mana Davyn lama banget lagi daritadi."

Aku masih celingak-celinguk, melihat keberadaan Davyn sekarang. Semoga aku bisa memberikannya tanpa rasa canggung, ya semoga.

Kalau jatuh cinta dalam diam menurutku tidak enak, dan lebih tidak enaknya lagi jika tidak bisa menyatakan perasaan. Aku sendiri yang menyesal nantinya.

Jadi, kalau kalian lagi suka sama orang bilang aja, asal jangan suka sama suami orang. Aku tahu itu adalah hal yang sulit, terlebih lagi jika kalian terlibat friendzone. Huh, meresahkan ya.

"Makasih ya, Bang," ucapku yang langsung memakan mie dengan lahap.

Perasaanku sekarang sangat amburadul, antara panik, lapar, dan deg degan menjadi satu.

Setelah menatap sekeliling, aku hanya melihat teman-temannya Davyn. Namun, aku tidak melihat Davyn di manapun. Sepertinya ia masih berada di rooftoop.

Aku langsung mengambil kesempatan ini untuk bertemu dengannya, aku hanya membutuhkan waktu sebentar. Hampir saja mieku sudah habis. Aku pergi ke rooftoop sambil berlari.

"Davyn."

Rasanya deg degan sekali untuk memberikan surat ini. Aku takut semuanya akan berubah, namun aku tidak punya pilihan lain. Ini sudah menjadi keputusanku, apa pun yang terjadi setelahnya, aku siap menerimanya.

"Eh Quel, kenapa?" tanyanya lembut.

Ah, hatiku.

"Mm-ee anu," ucapku gugup.

"Kenapa?"

"Ja-di mm gimana ya, aduh." Aku  menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Mengapa susah banget sih," pikirku.

"Lo ada masalah?" tanya Davyn.

"Mmm gimana ya, Vyn," ucapku sambil menunduk malu.

"Maksudnya?" tanya Davyn lagi.

Aku tahu Davyn sedikit kesal denganku, namun percayalah ini sulit sekali kawan.

"Jadi gini, huh." Aku menghembuskan nafas kasar.

"Ya?"

"Gueeee."

"Mmmm, gue buru-buru nih Quel, soalnya ada tugas dari dosen," ucap Davyn yang membuatku langsung lemas.

"Bentar, nih gue mau kasih ini," ucapku yang langsung memberikan suratnya  kepada Davyn.

Entah keberanian dari mana, aku langsung memberikan surat tersebut tanpa canggung seperti sebelumnya.

"Eh, ini apa?" tanya Davyn bingung.

"Kertas," ucapku yang tiba-tiba lugu.

"Aduh bego banget sih gue," pikirku kesal.

Another Side (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang