11

0 0 0
                                    

Setelah meninggalkan Kak Jaxon yang entah kemana. Aku langsung pergi ke rumah tante dan meminta orang tuaku untuk pulang. Aku sudah benar-benar gila di sini.

"Mah, masih lama?" tanyaku heran.

"Sabar dong Nak, Mama masih ngobrol sama saudara kamu, kamu ngobrol juga dong," ajak ibuku yang membuatku malas.

Sudah kubilang bahwa ketika bersama keluarga, aku menjadi pribadi yang canggung dan pendiam.

"Yaudah aku balik duluan ya, Mah," rengekku pelan.

"Jangan dong, kamu ngobrol-ngobrol aja sama Sepupu kamu gih."

Air mataku rasanya ingin tumpah, namun sekuat mungkin kutahan karena aku harus pura-pura tidak terjadi apa-apa.

Aku capek, capek sekali. Aku hanya ingin istirahat. Apakah tidak boleh?

"Mah, plis aku ada urusan di luar," ucapku ngeles.

"Ah paling cuma main kan, udah di sini aja."

Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya sekarang juga.
Aku pun langsung pergi begitu saja meninggalkan ibuku yang masih berbincang-bincang.

Aku hanya duduk di trotoar komplek sambil menundukkan kepala. Tidak tahu harus berbuat apa lagi di sini. Semuanya sudah membuatku lelah.

Aku capek sekali, kepalaku rasanya ingin pecah. Semuanya sama saja. Aku tidak bisa berkata lagi sekarang. Hanya menunduk dan menangis, didengar oleh Allah dan pepohonan yang ada di sekitarku.

"Kenapa sih, gue gak bisa dapetin hal yang gue suka! Hiks hiks hiks, doi gue suka sama sahabat gue sendiri, orang tua gue pemaksa! Kenapa!" teriakku sambil menangis.

Sepertinya semesta ikut bersedih denganku. Hujan rintik-rintik mulai turun. Angin kencang juga ikut bersamanya. Disertai petir yang mencekam.

Aku tidak berniat untuk beranjak dari sini. Aku suka hujan dan sudah lama aku tidak bermain hujan-hujanan. Entah mengapa jika diselimuti hujan aku merasa senang. Memang dingin, namun membuatku nyaman.

"Woy, lo gila ya!" teriak seseorang dari kejauhan.

Kukira ini adalah halusinasi, namun ternyata tidak. Ia adalah manusia sungguhan. Aku melihat dari kejauhan dengan samar-samar karena mataku tertutup oleh air hujan. Ia menghampiri dan memaksaku untuk berdiri.

"Lo bisa gak sih, gak usah ngerepotin orang!" kesal seseorang tersebut.

Lengan bajuku ditarik olehnya agar aku dapat berteduh.

"Ck, nyusahin aja jadi cewek," kesalnya membentakku.

Aku masih menatap ke bawah. Terkejut karena tiba-tiba ada yang menarikku ke sini. Kami masih berteduh di depan rumah seseorang yang tidak ku ketahui.

"Lo kenapa sih suka banget ujan-ujanan, hah!" bentaknya lagi.

Aku masih terdiam. Pikiranku kosong, entah kemana perginya. Aku hanya menatap ujung sepatuku saja.

"Ck, biasa banget kalo orang ngomong gak dijawab."

Setelah lama terdiam, aku melihat sosok tersebut, sosok yang selalu membuatku jengkel setengah mati.

Kalian mungkin tahu siapa orangnya ya, kan?

"Makasih, Kak," ucapku tulus.

Sebenarnya aku tidak ingin berterima kasih. Namun, kalau ia tidak menolongku, aku hampir saja tersambar petir yang sudah menghanguskan pohon di tempat kududuk tadi.

"Lo emang nyusahin tau gak, gue cuma mau jogging dengan tenang, ganggu aja," ocehnya memarahiku.

Aku menarik nafas kasar. Sia-sia aku berterima kasih kepadanya.

Another Side (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang