13 - Emosi Samudera

2.2K 377 7
                                    

Bunyi bel pada pintu masuk sebuah cafe bergaya modern itu langsung terdengar saat Samudera mendorongnya. Semua mata yang ada di sana praktis menoleh, entah penasaran melihat siapa kah seseorang yang datang, meskipun hanya bertahan beberapa detik sebelum akhirnya kembali pada aktivitas mereka masing-masing.

Kedua tangan Samudera masih saja menggenggam tangan Lingka di belakang. Gadis itu menundukkan kepala, seperti kebiasaannya ketika di muka umum. Menyembunyikan wajah di balik rambut berantakan sudah menjadi hal wajib bagi Lingka. Walaupun saat ia melewati satu atau dua orang di cafe ini, Lingka bisa merasakan tatapan heran.

Lingka jadi merasa tak pantas berada di tempat ini. Ia selayaknya orang gila.

"Kita duduk di sini aja." Suara berat milik Samudera menyentak kesadaran Lingka. Tau-tau ia sudah berhenti di salah satu meja di pojok ruangan dengan dua kursi saling berhadapan.

Samudera melepaskan tautan tangannya lantas lebih dulu mendudukkan diri. Lingka masih betah berdiri, membuat Samudera yang semula ingin membuka menu urung melakukannya.

"Duduk," perintahnya. Lingka menurut, ia menggeser kursi kemudian mendudukkan dirinya di sana.

"Lo mau makan apa?" Samudera bertanya, mengalihkan tatapannya sejenak pada Lingka.

Jemari Lingka memilin rok OSIS yang ia kenakan di bawah meja. Gadis itu mendadak ragu, ia lapar, tapi ia tidak punya uang. Kalaupun Samudera benar-benar ingin mentraktirnya, Lingka tak ingin berhutang budi pada cowok itu lagi.

Mengerti akan kebimbangan Lingka. Samudera menutup buku menu, kemudian menggeser maju kursinya, tubuhnya sedikit condong ke depan agar jaraknya lebih dekat dengan Lingka.

"Kalau lo mikir enggak punya uang, enggak usah khawatir. Gue yang bayarin. Lo laper kan?"

Lingka diam tak bergeming. Samudera menaikan sebelah alisanya menunggu jawaban Lingka.

"Saya enggak mau punya hutang sama kamu."

"Gue enggak minta lo buat bayar uang ganti. Sekarang lo mau makan apa?" Melihat sorot meyakinkan dari Samudera juga desakan cowok itu, akhirnya Lingka pasrah. Ia mengalah, lagipula tidak buruk juga. Ia memang lapar.

"Samaain aja sama kamu," balas Lingka. Gadis itu terlalu malas memilih.

Samudera mengangguk. Tangannya terangkat memanggil pelayan kemudian menyebutkan pesanan. Setelah kepergiaan pelayan tadi, kini atensi Samudera sepenuhnya berada pada Lingka.

Cewek itu masih saja acuh, bahkan setelah ia membawanya makan bersama, membantunya saat pingsan tadi. Sorot mata sayu milik Lingka sejak tadi tak beralih pada keadaan di luar sana. Memperhatikan lalu lalang kendaraan yang melintas dan juga para penjual koran di tepi lampu merah.

Sepertinya semrawut di ringroad lebih menarik daripada wajah Samudera.

"Kenapa lo suka banget ngelihatin keluar jendela?" Samudera bertanya, tatapannya tak lepas pada Lingka. Gadis itu menoleh akhirnya. Sama-sama bertemu pandang beberapa detik sebelum Lingka yang pertama kali memutusnya.

"Enggak tau, suka aja," balas Lingka pelan. Tak ada alasan jelas, Lingka hanya suka saja. Melihat sekelilingnya kemudian menebak-nebak bagaimana suasana hati orang-orang asing di luar sana atau terkadang bagaimana nasib hidupnya. Apakah lebih baik atau justru lebih buruk darinya.

Sering Lingka lakukan, bahkan hampir setiap hari. Selalu berpikiran sama, bagaimana kalau Lingka berada diposisi salah orang di luar sana.

Samudera tertawa pelan membuat kening Lingka terlipat samar. Kenapa cowok itu tertawa, padahal tak ada hal yang menurutnya lucu.

"Kenapa milih ngelihatin ke luar sana. Padahal di depan lo ada yang jauh lebih menarik." Senyum Samudera tertarik ke atas.

Lingka mendengus pelan. Seharusnya ia peka sejak tadi akan berakhir ke arah mana pembicaraannya bersama Samudera.

"Kamu terlalu percaya diri," ujar Lingka.

Samudera terkekeh pelan. Tangannya terulur memainkan lipatan buku menu. "Harus, kalau enggak percaya diri entar gimana lo bisa mau sama gue."

"Terserah." Kedua bahu milik Samudera terangkat acuh. Tak lama pesanan keduanya datang.

"Sam!" Sebuah suara menghentikan kunyahan Samudera juga gerakan tangan Lingka yang hendak mengambil sendok. Keduanya menoleh.

"Bro! Anjir gimana kabar lo." Seorang cowok berpostur hampir sama dengan Samudera tiba-tiba datang kemudian menepuk bahu Samudera. Bisa Lingka tebak kalau cowok itu mungkin teman lama Samudera, umurnya juga bisa dibilang sepantaran. Dilihat dari seragam OSIS yang masih melekat di tubuh cowok itu, meskipun ditiban jaket denimnya.

Samudera terlonjak. Ia bangkit lantas balas menepuk keras lengan atas cowok yang Lingka tidak tahu siapa itu. Samudera terlibat obrolan cukup lama, hingga melupakan kalau ada Lingka di antaranya. Lingka acuh, memilih melanjutkan makanannya.

"Pacar baru lo Sam?" Telinga milik Lingka cukup baik untuk menangkap sebuah pertanyaan yang dilontarkan cowok asing itu.

Seperti tersadar pada sosok Lingka yang sempat Samudera acuhkan beberapa menit lalu, cowok itu menoleh. Lingka ditempatnya meremas sendok di tangannya erat.

"Otw, do'ain aja," balas Samudera menatap penuh arti pada Lingka.

Gavin—cowok asing berjaket denim—itu mengangguk. Tangannya bergerak menyikut Samudera. "Kok nyeremin?" Cowok itu terkekeh diakhir.

Meskipun berbicara pelan namun, kedua telinga Lingka masih bisa menangkap radar suara yang keluar.

Samudera reflek melotot. Ia heran, kenapa hampir setiap orang yang bertemu Lingka selalu melontarkan hal yang sama. 'Nyeremin' sudah selayaknya menjadi kata-kata paling Samudera hafal untuk Lingka. Tidak Wira, Teman-teman sekelasnya dan sekarang Gavin yang bahkan baru pertama kali bertemu.

"Biarin nyeremin, yang penting gue suka," balas Samudera acuh.

"Kenapa selera lo aneh gini?" Gavin tanpa tau disaring bercetus seraya menatap Lingka meneliti. Samudera spontan menoleh.

Tatapannya berubah seketika setelah mendengarkan perkataan temannya itu.
"Maksud lo apaan bilang gitu?" tanya Samudera berusaha menekan emosi yang tiba-tiba naik.

Perkataan Gavin barusan secara tidak langsung menghina Lingka.

Gavin terkekeh, tatapannya masih meneliti penampilan Lingka. Walapun wajah gadis itu hanya terlihat setengah dari samping lantaran cewek itu bahkan enggan untuk menoleh pada Gavin. "Udik, kumel kayak orang enggak keur—"

Belum sempat Gavin menyelesaikan perkataannya, tubuh cowok itu terpental. Satu pukulan mendarat tempat di rahang milik Gavin. Suasana cafe mendadak riuh lantaran ulah Samudera barusan. Lingka yang semula tak peduli akan apapun yang Gavin katakan langsung berdiri. Ia sama sekali tak menyangka kalau Samudera akan melakukan hal memalukan ini.

Napas Samudera menderu. Ia maju kembali, menarik kerah jaket yang dikenakan Gavin. Samudera tak peduli siapa Gavin sekarang, karena baginya Gavin sudah cukup kurang ajar menghina gadisnya.

"Lo kalau punya mulut jaga, sekolahin atau perlu lo ruqiyah biar enggak lemes ngehina orang."

Samudera mendorong kasar Gavin membuat cowok itu oleng. Samudera berbalik, dengan napas menderu serta emosi yang tersisa cowok itu meraih tangan Lingka. Menggengamnya erat kemudian pergi meninggalkan cafe yang mendadak sedikit kacau karena ulah Samudera.

****

SOREE SEMUA. SAMBIL NUNGGU BUKA KITA NGABUBURIT BACA CERITA INI. ISTRINYA JAEMIN JUGA MAU TPA 🤣BIAR DAH TUWIR TPA TETEP JALAN. NUMPANG BUKA GRATIS DI MASJID 😭👍

KOMEN LAH
SELAIN NEXT KEK BOSEN AMAT LIHATNYA NEXT DOANG.

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang