11 - Meyakinkan

2.1K 400 18
                                    

Panas terik matahari siang ini menentang puncak kepala Samudera. Peluh memenuhi tubuh cowok itu. Sial memang, gara-gara meninggalkan perpustakaan dan berakhir dengan Samudera yang lupa tidak mengerjakan tugas bahas Indonesia membuat cowok itu dihukum Bu Amalia berdiri menentang teriknya matahari sampai nanti selesai jam pelajaran ke 5.

Samudera pasrah, tapi dalam hati mengutuk nama Wira. Bahkan sang penyebab Samudera meninggalkan perpustakaan kemarin adalah Wira yang kini tengah berjalan santai menenteng buku paket melintas tepat di depan tiang bendera.

“Baik-baik bro. Awas pingsan.” Wira berkata mengejek. Dibalas tatapan tajam Samudera.

Bunyi bel pergantian jam pelajaran terdengar bersamaan dengan helaan napas lega keluar dari hidung Samudera.

Hampir satu jam ia berdiri. Badannya terasa panas sekali. Samudera mendudukkan diri di lantai koridor kelas 10 Sains. Seragam OSISnya basah oleh keringat. Samudera merebahkan tubuhnya ke lantai, tak peduli kalau tempatnya merentangkan tubuh itu kotor oleh debu.

Kedua mata Samudera terpejam. Dinginnya lantai keramik membuat matanya memberat.

“Samudera.” Sebuah suara halus terdengar menyapa telinga Samudera. Spontan netra yang semula terpejam itu kini terbuka lebar.

Sosok gadis yang tak pernah Samudera kira kehadirannya kini berdiri sedikit canggung tepat di depan. Samudera buru-buru bangkit, mendudukkan dirinya dengan benar.

“Kenapa? Tumben.” Samudera bertanya. Sedikit ada rasa terpana, mendengar Lingka untuk pertama kali menyebutkan namanya. Ingatkan Samudera menulis hari bersejarah ini nanti.

Tangan gadis itu terlihat membawa sebotol air minum. Disodorkannya pada Samudera, disambut kerutan bingung cowok itu.

Samudera peka, ia tahu maksud Lingka memberikannya sebotol minuman, tapi kerutan di keningnya bukan mempertanyakan tindakan Lingka, melainkan alasan kenapa Lingka tiba-tiba berubah baik padanya. Padahal cewek itu terlihat anti dengannya.

Seolah mengerti akan kebingungan Samudera, Lingka berkata, “anggap aja sebagai terimakasih.” Lingka meletakkan botol mineral yang sempat ia beli di kantin di samping Samudera.

Lingka melakukan ini semata-mata agar tidak terikat hutang budi pada Samudera, sedikit memberanikan diri juga saat Lingka pergi ke kantin. Sebuah pemandangan tak biasa, bahkan tadi tenan sekelasnya yang keluar menuju kantin tampak terheran-heran. Beruntung kantin sepi, hanya berisi kelas 12 Sains A. Lantaran guru mapel jam ke 5 sakit membuat kelas ramai berhamburan ke luar.

Tersadar, melihat Lingka yang pergi berlalu. Samudera lekas bangkit menyambar botol mineral tadi dan menyusul Lingka. Raut menyebalkan milik Samudera sudah terpasang.

“Terimakasih apa nih?” tanya Samudera. Cowok itu menundukkan sedikit kepalanya agar bisa melihat wajah Lingka yang tertutupi helai surai berantakan.

“Kemarin,” jawab Lingka pelan. Kemarin Setelah keluar dari UKS, Samudera memaksa Lingka untuk pulang bersama. Awalnya Lingka menolak, tapi entah mungkin semesta sore itu tengah mendukung keduanya. Bis yang Lingka tunggu ternyata sudah berangkat, padahal itu bis terakhir.

Alhasil, Lingka terpaksa menerima tawaran Samudera. Samudera mengantarkan Lingka dengan selamat, walaupun hanya sampai depan halte tempat biasanya Lingka menunggu Bis. Samudera juga kekeuh ingin mengantarkan Lingka sampai rumah, tapi Lingka jelas melarang keras. Beruntung Samudera menghargai privasinya.

“Modus ya?” Samudera memicingkan mata. Keduanya berhenti.

Lingka sama sekali tak paham arah pembicaraan Samudera.

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang