Pelajaran Pak Budi terasa lama sekali, membuat Samudera mengantuk. Guru matematikanya itu masih sibuk menulis soal yang jauh lebih sulit dari contoh yang di berikan, kemudian menujuk random anak Sains 1 membuat mereka menahan napas sesaat, tapi hanya beberapa. Seperti Samudera misal.
Cowok yang hampir menutup mata itu tiba-tiba tersentak begitu senggolan pelan terasa, Lingka pelakunya. Gadis itu mengisyaratkan pada Samudera kalau Pak Budi menunjuknya dan tengah berkacak pinggang.
"Samudera, malah tidur. Maju! Kerjain soal ini." Samudera menahan napas, telunjuknya menujuk diri sendiri, berulangkali menoleh pada Lingka dengan tatapan, 'gimana ini.'
Lingka hanya mengangkat bahu tak tahu. Samudera pasrah, memilih maju. Melihat soal-soal si papan tulis saja ia sudah pening. Tangan Samudera hanya tergantung, ia menggaruk rambutnya yang tak gatal. Dalam situasi seperti ini, ia jadi merasa sangat payah.
"Ayo, kerjain. Bisa gak?" Pertanyaan Pak Budi menyentak Samudera. Ia tersenyum tanpa tahu bersalah lalu menggeleng.
Pak Budi memijit pelan kepalanya. "Tahu kamu enggak bisa, kenapa enggak perhatiin. Malah tidur."
"Ngantuk sih Pak." Mendengar jawaban enteng Samudera, Pak Budi kontan melotot.
"Heh, ini masih jam pelajaran saya ya. Ngantuk-ngantuk, Samudera nilai matematika kamu itu jeblok parah lo kalau kamu tahu dan kamu ini harusnya sadar. Apalagi kamu masuk Sains 1, bisa-bisanya." Pak Budi menggeleng miris.
Dalam hati Samudera berdecak, apa salahnya. Ia memang tidak pandai dalam matematika, tapi bukan berarti Samudera bodoh di pelajaran lain. Ah, Samudera lupa kalau tolak ukur kepintaran seseorang diukur dengan nilai matematika, padahal bukan berarti demikian. Pintar pelajaran matematika bukan menjamin akan pintar pula dipelajaran lain kan.
"Lingka! Kamu maju, coba kerjain." Pak Budi memanggil Lingka, sontak semua mata tertuju pada gadis itu.
Kekesalan yang sempat muncul pada Samudera kini mereda, cowok itu tersenyum tipis. Sedangkan Lingka menundukkan kepala, sedikit salah tingkah diperhatikan banyak mata sekalipun itu teman satu kelasnya.
"Coba kamu kerjain, dan kamu Samudera perhatikan baik-baik. Kalian semua juga!" Pak Budi berteriak begitu Lingka berdiri di depan, di samping Samudera.
Lingka mengangguk, ia memutar tubuhnya menghadap Samudera. Membuat cowok itu menaikan alis bingung, cowok itu sepertinya ge-er.
"Spidolnya," ujar Lingka pelan. Tersadar, Samudera lantas menyerahkannya pada Lingka.
Seperti sudah menjadi bakat, Lingka sama sekali tidak kesulitan mengerjakan soal yang hanya ditatap saja rasanya bisa membuat Samudera mual.
"Di perhatiin Sam." Suara Lingka menyentak lamunan Samudera, cowok itu menunduk sedikit saat Lingka masih fokus menulis di sampingnya.
Samudera menyandarkan tubuh jangkungnya pada whiteboard, sedikit mencondongkan agar merapat dengan Lingka, lantas ia berbisik, "lo minta diperhatiin?"
Lingka reflek mengangguk saja, fokusnya masih tertahan pada soal. Samudera mengulum senyum, matanya sama sekali tak lepas dari Lingka. Cukup lama hingga Lingka mulai sadar, ia menoleh.
"Kenapa ngelihatin begitu?" bisik Lingka. Ia kan jadi salah tingkah.
"Katanya minta diperhatiin." Lingka mengatupkan bibir.
"Soalnya, bukan aku."
****
"Bawa apa hari ini?" tanya Samudera. Masih di kelas yang mulai lenggang lantaran beberapa siswa memilih ke kantin setelah bel istirahat berbunyi lima menit lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Lingka! [ON HOLD]
Teen Fiction[Follow dulu baru bisa baca] Banyak yang bilang kalau Lingka itu menyeramkan, putih pucat, berambut panjang berantakan dan penghuni taman belakang yang terbengkalai. Tak ada yang berani mendekat. Awalnya hidup Lingka damai meksipun tanpa teman, samp...