35 - Meyakinkan

1.6K 317 80
                                    

Samudera merasa hampa, kalimat perpisahan yang Lingka lontarkan terus terngiang dalam otaknya. Lengannya yang terluka masih terasa sakit, tapi tak sebanding dengan luka di hatinya kini. Setengah jam berlalu sejak Samudera sampai di rumah dan disambut teriakan panik tantenya, Samudera memilih masuk ke kamar. Mengabaikan rentetan pertanyaan tante Dela padanya. Ia tahu itu tidak sopan, tapi Samudera sedang kacau hari ini. Ia butuh waktu sendiri.

Samudera terus saja menatap tiga buah notes warna milik Lingka yang sempat ia ambil diam-diam. Masih ada satu notes yang belum Samudera lakukan untuk memenuhi keinginan gadis itu. Tapi hubungannya dan Lingka terlanjur kandas.

Tangan Samudera yang baik-baik saja menarik salah satu laci kemudian mengeluarkan sebungkus rokok dari sana. Menghabiskan sebatang rokok malam ini sepertinya bukanlah hal yang buruk. Pintu kamarnya juga sudah ia kunci jadi kemungkinan untuk tantenya yang tiba-tiba masuk tak akan terjadi.

Kepulan asap memenuhi kamar bernuansa abu-abu milik Samudera. Laki-laki itu memutuskan untuk bangkit, membuka pintu kaca balkon lalu keluar untuk duduk di kursi.

Angin malam langsung mengelitik kulit Samudera. Cukup lama Samudera diam seraya menghisap batang rokoknya yang tinggal separuh. Sampai dering telepon di saku celananya menyadarkan Samudera.

Nama Wira terpampang.

"Sempak, nongki yuk. Angkringan biasanya. Suntuk gue di rumah." Suara nyaring Wira langsung menyambut saat Samudera mengangkat telepon.

Kalau ia sedang dalam keadaan baik. Mungkin ajakan Wira langsung ia turuti, tapi sekarang jangan kan untuk nongkrong, untuk mandi saja rasanya Samudera malas.

"Enggak dulu Wir, gue lagi males." Samudera menolak. Jarin telunjuknya menjentik ujung rokok, menghilang tumbukan abu yang ada.

"Kenapa lo? Masih galau karena tuh cewek?"

Hanya gumaman yang Samudera lontarkan. Wira tertawa. "Dia masih marah?"

"Lebih parah dari sekedar marah." Samudera mengembuskan napas kasar.

"Ha?"

"Lingka, mutusin hubungan sama gue," gumam Samudera akhirnya. Sedangkan Wira di sana tercengang.

"Mutusin? Emang lo berdua pacaran?"

Wira sialan. Rasanya bercerita pada Wira sama sekali tidak ada untungnya bagi Samudera. Mendengus kesal Samudera langsung mematikan sambungan telepon. Acuh saat Wira berulang kali menelponnya, hanya tiga kali panggilan lalu tak ada gangguan, tapi siapa sangka. Wira tiba-tiba saja sudah muncul dengan wajah menyebalkan di depan pintu kamarnya seraya menenteng sekresek camilan.

Rasanya Samudera ingin menendang jauh Wira. Sahabatnya itu dengan tak tau malu langsung masuk dan merebahkan diri di kasur.

"Ngapain lo ke sini sih!" Samudera dengan wajah menahan kesal melemparkan bantal sofa pada wajah Wira.

"Gue cuma mau ngecek aja keadaan sahabat gue. Takutnya lo bundir lagi gara-gara frustasi mikirin Lingka." Ada nada mengejek yang Samudera rasakan dari perkataan Wira.

"Pulang sana lo!" Sekali lagi, Samudera melemparkan bantal sofa yang tersisa dalam jangkauannya pada Wira. Kali ini Wira menghindar. Laki-laki itu bangkit.

"Tega amat lo ngusir, padahal gue udah bawain camilan nih buat lo biar seneng lagi." Tangan Wira sibuk membuka plastik besar yang ia bawa kemudian mengeluarkan semuanya.

Samudera sama sekali tidak tertarik. Kehadiran Wira sama sekali tak mengurangi rasa galaunya justru malah menambah kekesalan.

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang