Lingka sadar sepenuhnya kalau Samudera mulai menaruh kecurigaan. Cowok itu masih saja menanyakan tentang luka di pipi dan tangan. Jelas, Lingka tidak akan memberitahu. Sama saja membuka aibnya sendiri.Samudera juga orang asing, ia tidak percaya cowok itu, tapi saat telapak tangan lebar milik Samudera menyentuh pelan pipinya, seharusnya Lingka bereaksi. Paling tidak menepis sentuhan itu namun, tubuhnya diam saja seolah-olah ada sesuatu hal yang menancap menahan Lingka agar menghentikan segala gerak tubuh.
Lingka menahan napas untuk sesaat. Ikut hanyut akan keadaan sampai suara nyaring seseorang menyadarkan keduanya.
Wira dengan tatapan-seperti habis bertemu hantu-menutup mulutnya yang terbuka lebar menggunakan buku paket bahasa Indonesia. Dengan cekatan Samudera menarik tangannya menjauh juga Lingka yang reflek langsung memundurkan tubuh.
Keduanya tampak salah tingkah, sedangkan Wira seperti menemukan sebuah oase di padang pasir. Mata sipit cowok itu memincing penuh selidik pada Samudera, semakin membuat Samudera berdecak. Hancur sudah momen romantisnya.
Kurang ajar, batin Samudera.
"Lo ngapain?" Samudera bertanya dengan nada sewot. Wira berjalan melewati Samudera lantas mengembalikan buku bahasa Indonesianya ke dalam rak di belakang Samudera.
"Yang jelas mau balikin buku, bukan malah mojok berduaan," jawab Wira setengah menyindir.
Kedua bola mata Samudera berputar malas. Deritan terdengar ketika Wira menarik asal kursi di sebelah dan merapatkannya pada Samudera. Dari sudut mata Lingka, gadis itu bisa melihat kalau Wira seperti berbisik serta sesekali meliriknya. Membuat Lingka sedikit tidak nyaman, paham kalau cowok bermata sipit itu tengah membicarakannya.
"Dia seriusan mau ngomong sama lo?" Wira bertanya menggunakan nada rendah. Sedikit bergidik ngeri mencuri pandang pada Lingka yang seperti hantu.
Decakan dari Samudera kembali keluar. Ia bersedekap dada menatap sahabatnya yang memang sedikit tidak menyukai pilihan Samudera kali ini. Kalau kata Wira sendiri sih.
"Lingka itu nyeremin, aneh, kayak orang gila, antisosial kayak gitu. Dan gue jauh lebih ngerasa lo lebih aneh bisa suka sama cewek gila itu."
Itu kata Wira sendiri tempo hari lalu dan Samudera masih ingat dengan jelas kalau dirinya langsung mengeplak lengan soibnya. Namanya juga cinta, mau bagaimanapun wujudnya kalau sudah cinta ya lanjut terus.
"Ada perkembangan dong?" Wira tidak tau sikon terus bertanya, mengabaikan delikan Samudera. Mata Samudera melirik Lingka yang kembali sibuk dengan buku, padahal bisa Samudera tebak kalau gadis itu mendengar apa yang Wira bicarakan. Percuma sebenarnya Wira berbisik, suara cowok itu tetap terdengar besar.
"Dikit," jawab Samudera sewot. Wira berdecih sebentar. Tubuhnya kian condong ke depan.
"Mau sampai kapan lo begini. Hantu mau lo pacarin." Mulai lagi, Samudera sampai jegah tiap kali Wira membahas Lingka. Rasanya ingin menyumpal mulut Wira menggunakan kaos kaki dekilnya di rumah.
"Dahlah Sam, mending sama cewek kenalan gue aja jauh lebih asik daripada onoh." Wira melanjutkan, tak mengindahkan tatapan permusuhan yang Sam tampilkan.
Samudera mulai panas, lama-lama menyebalkan dekat-dekat dengan Wira. Cowok setinggi 176 itu bangun dari duduknya, membuat suara deritan nyaring kursi. Wira mendongak melihat Samudera dari bawah.
"Mau ke mana lo?" tanya Wira bingung. Dia kan belum selesai meracuni Sam.
Samudera berlalu seraya menjawab, "mau minggat, deket sama lo bawaannya pengen nampol."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Lingka! [ON HOLD]
Novela Juvenil[Follow dulu baru bisa baca] Banyak yang bilang kalau Lingka itu menyeramkan, putih pucat, berambut panjang berantakan dan penghuni taman belakang yang terbengkalai. Tak ada yang berani mendekat. Awalnya hidup Lingka damai meksipun tanpa teman, samp...