28 - Berkunjung

1.7K 331 23
                                    

"Sampai di sini aja." Lingka menepuk bahu Samudera ketika jarak keduanya hampiri mendekati gapura tempat masuk gang rumah Lingka, tapi motor Samudera enggan berhenti membuat Lingka panik.

"Sam jangan kerumahku." Lingka sedikit berteriak. Namun tak digubris Samudera. Sampai motor berhenti. Lingka buru-buru turun diikuti Samudera.

"Samudera mau kamu apa sih, aku kan udah bilang pulang jangan datang ke rumah aku." Lingka terlihat memasang ekspresi marah. Tak habis pikir pada sifat keras kepala Samudera.

"Ya kenapa sih, aku kan penasaran. Mau ketemu sama Ibu kamu. Ayo." Dengan penuh percaya diri Samudera menggandeng tangan Lingka menuju rumah sederhana gadis itu, tapi Lingka langsung melepaskannya.

Samudera menoleh. Alisnya terangkat binggung. Wajah Lingka seperti menahan kesal akan siakap Samudera.

"Sam, dengerin aku. Sekarang kamu pulang, nanti kalau Bapak aku tiba-tiba datang gimana?"

Oh jadi ini alasan utamanya. Senyum simpul terbit di bibir Samudera. Ia mengubah posisi agar berhadapan dengan Lingka.

"Kenapa emang sama Bapak kamu?" Pertanyaan Samudera syarat akan pancingan.

"Kamu lupa kejadian beberapa hari lalu? Aku enggak mau ya kalau sampai kejadian lagi." Tanpa sadar Lingka berkata kalau ia khawatir pada Samudera. Gadis itu tak memungkiri itu, ia takut Samudera kena amukan Ayahnya. Apalagi peringatan Ayahnya tempo hari lalu tak akan main-main.

Lingka pernah berada diposisi ini dulu. Saat Lingka membawa temannya datang ke rumah kemudian timbul ketidaksukaan Hardi pada teman Lingka. Hardi bahkan tak segan menampar teman Lingka yang notabene perempuan saat itu, untung saja Lingka lebih dulu mencegahnya.

Hardi punya alasan untuk tindakannya. Ia merasa seperti terancam akan kehadiran orang asing dalam keluarganya, atas sikap yang ia berikan pada anak dan istrinya.

"Gue tahu lo khawatir sama gue, tapi tenang gue bakalan baik-baik aja." Samudera masih sempat melemparkan senyum manisnya sebelum kembali melangkah.

Tangan Lingka bergerak menahan lengan Samudera. Namun, sia-sia. Samudera lebih dulu mengetuk pintu bercat coklat pudar itu. Tak berselang lama pintu terbuka menampilkan sosok Rusmi. Perempuan yang hampir setengah abad itu sedikit terkejut mendapati sosok Samudera yang tersenyum manis padanya.

Rusmi tak lantas melupakan sosok itu. Di otaknya masih sangat jelas bagaimana rupa laki-laki yang membela putrinya beberapa hari lalu.

"Bu, Lingka pulang. Maaf bawa temen Lingka ke rumah." Lingka lebih dulu memecah raut kebingungan Rusmi. Gadis itu bergerak maju menyalami sang Ibu diikuti Samudera.

"Kamu temen Lingka yang kemarin kan?" Mendengar pertanyaan Rusmi, Samudera mengangguk.

"Iya, Bu. Saya yang kemarin. Saya ke sini mau nganterin Lingka." Sama sekalian modus ke calon mertua.

"Haduh, kamu keadaannya gimana?" Rusmi mendadak panik begitu teringat ulah suaminya pada Samudera. Samudera tersenyum lagi. Sampai rasanya Lingka bosan melihat senyum Samudera yang sejak tadi tak pernah luntur.

"Saya enggak papa kok Bu. Itu cuma luka kecil aja." Dalam hati Lingka mendengus.

"Atas nama suami Ibu, Ibu minta maaf ya Nak." Suara Rusmi sarat akan perasaan bersalah. Akibat kelakuan Hardi, Samudera harus ikut terseret didalamnya.

Samudera mengangguk saja. "Iya Bu."

Tersadar cukup lama berdiri di depan pintu. Rusmi buru-buru mengajak masuk keduanya. "Nak, maaf ya rumahnya berantakan."

"Enggak bu siapa bilang berantakan bersih gini kok."

Rusmi tertawa. Tatapannya beralih pada Lingka. "Kamu buatin minuman buat Nak Samudera." Lingka hanya bisa mengangguk lantas berlalu diikuti tatapan mata Samudera.

"Kamu udah lama berteman sama Lingka?" Suara Rusmi tau-tau menyentak Samudera.

Samudera berdehem sebentar. Mendadak ia jadi gugup begini berdua dengan Rusmi. Sabar Sam, ini juga baru permulaan. Nanti juga terbiasa. Sisi baik Samudera menenangkan.

"Belum sih Bu, baru sekitar tiga bulan deketnya. Kalau kenalnya sih udah dari kelas sepuluh."

"Kalian satu kelas?" tanya Rusmi lagi. Ia benar-benar penasaran akan sosok Samudera. Tumben sekali Lingka berani membawa teman lagi setelah hampir tiga tahun lamanya Lingka menutup akses pertemanannya.

"Iya Bu." Itu bukan jawaban dari Samudera, tapi Lingka yang tiba-tiba datang membawa sebuah nampan. Gadis itu meletakan secangkir teh di depan Samudera dibalas kerlingan jail cowok itu.

"Di minum." Lingka berkata seraya mendudukan diri di samping Samudera.

"Makasih." Samudera meraih cangkir tadi lantas menyeruput teh buatan Lingka.

"Ibu seneng Lingka bawa temen lagi setelah sekian lama." Suara Rusmi membuat Samudera menyudahi seruputan tehnya.

"Kamu tahu Nak, lama sekali Lingka enggak pernah punya teman. Sejak lulus SMP setelah keja—"

"Bu!" Perkataan Rusmi terpotong oleh Lingka. Ia menggeleng menolak ucapan selanjutnya. Lingka tak ingin Samudera tahu lebih jauh tentangnya.

"Makasih sudah mau jadi temannya Lingka." Samudera mengangguk. Meskipun sedikit penasaran tentang bagaimana masa lalu Lingka sampai gadis itu enggan sekali berteman dengan siapapun.

Ah, Samudera merasa jadi orang paling beruntung karena bisa dekat dengan Lingka. "Sama-sama Bu. Saya juga seneng bisa deket sama Lingka." Mata Samudera melirik Lingka.

Sebagai Ibu, Rusmi paham akan interaksi kedua orang di depannya. Terlebih pada Samudera. Rusmi yakin kalau Samudera memiliki perasaan lebih dari sekedar teman pada anak semata wayangnya, tapi Rusmi cukup diam saja. Ia maklum.

"Yaudah kalian ngobrol berdua. Ibu masih ada kerjaan di dapur." Setelah kepergian Rusmi, Samudera menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Lingka.

"Enak tehnya. Bikin pake cinta ya." Samudera berkata. Disambut dengusan Lingka.

"Enggak. Udah ah kamu pulang aja ya sekarang." Lingka menatap Samudera penuh permohonan. Sejak cowok itu masuk yang Lingka rasakan adalah perasaan tak tenang. Lingka takut sekali kalau Ayahnya tiba-tiba pulang.

"Kenapa sih? Masih takut kalau Ayah kamu pulang?" tanya Samudera.

Anggukan Lingka menerbitkan senyum lebar Samudera. Tangannya terulur menata surai berantakan Lingka. Menyibaknya agar tidak terlalu menutupi paras ayu gadis itu.

Sikap Samudera justru membuat Lingka tertegun sejenak. Ia jadi salah tingkah.
"Aku enggak takut sama Ayah kamu."

Lingka menghentikan gerakan tangan Samudera, meremasnya pelan. Menyalurkan rasa gelisah nya. "Aku yang takut."

Samudera terkekeh. Melihat sikap Lingka membuatnya gemas sekali. "Lo cantik banget sih."

Perkataan tiba-tiba yang keluar mulus dari bibir Samudera sukses membuat pipi Lingka memerah padam. Gadis itu bergerak gelisah, matanya tak tentu arah berusaha menghindari Samudera.

"Apaan sih."

"Ling," panggil Samudera. Lingka menoleh dengan tatapan bertanya.

"Nikah yuk."

****


SAMUDERA KAMU ITU YA! NIKAH-NIKAH KAYAK UDAH BISA CARI DUWIT SENDIRI AJA.

ADA YANG KANGEN SAMUDERA LINGKA? YUK ABSEN. SPAM KOMEN DONG PERASAAN KALAIN BACA PARTA INI.

GIMANA KABAR KALIAN? SEHAT? SEMOGA SEHAT SELALU YA.

SALAM ISTRINYA JAEMIN.

Hei, Lingka! [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang