Samudera pulang, begitu ia sampai di rumah tantenya yang pertama kali Samudera lihat adalah Anyelir. Gadis itu sedang sibuk menyiram tanaman di halaman depan dengan ogah-ogahan.
Matanya melebar begitu mobil Samudera masuk pelataran rumah. Anye melupakan begitu saja selang air yang masih menyala. Diletakkannya sembarangan lantas berlari kecil menghampiri Samudera.
"Heh, dari mana aja lo!" Samudera tak menjawab. Cowok itu justru berlalu meninggalkan Anyelir. Gadis itu menggerutu kesal, tapi memilih mengikuti sepupunya itu masuk ke dalam.
"ARU!" Begitu kakinya menginjak ruang tamu, suara menggelegar langsung menyambut Samudera. Di depan Samudera kini berdiri Bundanya yang tiba-tiba saja nonggol. Sejak kapan Bundanya sampai ke Jogja?
"Bunda? Ngapain? Kok?" Arin—Bunda Samudera—berkacak pinggang menatap putra sulungnya gemas. Dicubitnya lengan Samudera membuat cowok itu memekik.
"Hih! Kesel Bunda sama kamu." Tubuh Samudera mundur menghindari cubitan maha dahsyat dari Arin, tapi Arin sama sekali tak berhenti.
"Udah Bun, sakit ini." Samudera mengeluh lagi, baru Arin berhenti. Wanita berusia 36 tahun itu berkacak pinggang.
"Kamu ini darimana hah! Semalam enggak pulang, di telpon enggak diangkat, Whatsapp enggak di balas. Mana kata Anye kamu bawa cewek! Iya?"
Tebakan Samudera tak meleset, sepupu laknatnya itu benar-benar bermulut lemes. Samudera melirik sadis pada Anye yang berdiri tanpa tau bersalah. Gadis itu tersenyum lebar.
"Bun, dengerin dulu ya penjelasan Aru, baru bunda bisa marah." Samudera menggiring Bundanya agar duduk di sofa ruang keluarga.
"Bunda kapan sampai di sini? Sama siapa ke sini?"
"Tadi pagi, sama bapakmu. Udah ah enggak usah ngalihin pembicaraan."
Ya Tuhan, Bundanya benar-benar tidak bisa diajak mengalihkan pembicaraan.
"Cepat jelasin." Arin tak sabar, wanita itu bersedekap dada menatap nyalang putranya. Samudera menggaruk rambutnya yang tak gatal, ia bingung harus darimana menjelaskan pada Bundanya.
Mengembuskan napas sekali, Samudera kemudian berucap, "iya, Aru minta maaf udah bikin khawatir. Semalam Aru nginep di rumah temen setelah nganterin cewek yang di bilang sama Anye."
Samudera memilih berbohong, meskipun berbohong pada Bundanya bukan sekali keahlian Samudera. Tidak mungkin kalau Samudera jujur kalau semalam ia membawa perempuan ke apartemen Omnya dan tidur di sana.
Mata Arin menyipit, membuat Samudera merasa terintimidasi. "Kenapa malah enggak pulang?"
"Kan hujan Bun," alibinya.
"Kan kamu pake mobil." Arin berkata gemas.
Samudera mengangkat bahu dengan enteng berucap, "lupa."
Arin memijat kepalanya yang mendadak pening. "Aru, kamu tahu kan kalau kamu ke Jogja buat sekolah?"
Samudera mengangguk, ia tahu. Itu memang niat awalnya, sebelum bertemu Lingka. Dan Bundanya yang memang sejak dulu paling getol melarangnya pergi dari rumah selalu menekan Samudera agar benar-benar serius di sini. Untuk apa jauh-jauh kalau ia saja setengah-setengah.
"Jangan aneh-aneh, kalau emang mau nginep di rumah temen pamit sama Tante mu, biar enggak khawatir. Jangan nakal kamu di sini, Bunda enggak akan segan-segan bawa pulang kamu ke Jakarta."
Ancaman ke 100,atau bahkan lebih. Samudera sampai hafal semua wewejangan Bundanya. Bundanya memang terlalu khawatir kalau ia sampai berbuat hal buruk selama di sini, karena menurut bundanya. Samudera jadi semakin jauh untuk diawasi pergaulannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Lingka! [ON HOLD]
Jugendliteratur[Follow dulu baru bisa baca] Banyak yang bilang kalau Lingka itu menyeramkan, putih pucat, berambut panjang berantakan dan penghuni taman belakang yang terbengkalai. Tak ada yang berani mendekat. Awalnya hidup Lingka damai meksipun tanpa teman, samp...