6

1.8K 277 98
                                    

Sakura duduk termenung menatap layar komputer yang menampakan grafik naik turun keuangan kantor. Sakura menekan tombol Ctrl+S untuk menyimpan pembaruan data yang telah ia buat. Gadis itu menarik laci mejanya lantas mengeluarkan amplop putih yang isinya sudah ia buat semalam ditemani Ino.

Ngomong-ngomong tentang Ino, kemarin Sore ia diteror pertanyaan bertubi-tubi dari sahabat berisiknya itu hingga berlanjut sampai pulang tarawih. Ia sedikit beruntung karena Karin ada agenda buka bersama di tempat kerjanya dan menginap di rumah salah satu temannya, jika tidak gadis berkacamata itu akan menghabisinya juga.

Sakura menghembuskan napas pelan lantas melangkah mantap ke ruang atasannya. “Bismillah.”

Ia mengetuk pintu kayu setelah tiba di ruangan bertulis Shalahuddin Gaara Al-Ayyubi dengan embel-embel direktur lantas mendorongnya pelan. “Assalamu’alaikum pak.”

Wa’alaikumsalam masuk dek.”

Shalahuddin Gaara Al-Ayyubi yang biasa dipanggil Gaara adalah kenalannya semasa ospek dari prodi Ekonomi Syariah. Dulu lelaki itu menawari pekerjaan di perusahaan ayahnya, ia sempat menolak karena jurusannya yang Biokimia dirasa tak cocok. Namun dengan embel-embel tidak menyusahkan orang tua akhirnya ia tertarik dan berlanjut sampai sekarang.

“Ya Allah dek sudah berapa kali tak bilangin gak usah panggil pak, kita seumuran,” Gaara menutup laptop buahnya. “ada yang bisa ku bantu?”

“Saya mau menyerahkan ini.” Sakura berujar sembari mengulurkan amplopnya.

“Kamu ini sudah dibilangin gak usah formal masih saja,” Gaara mengambil amplop tersebut, membuka lantas membaca isinya dengan saksama. “Tidak.”

Satu kata yang meluncur dari bibir atasannya membuat Sakura menghela napas pelan.

“Belum ada yang bisa menggantikan posisimu, jadi tidak boleh keluar mengerti.”

“Mohon maaf sebelumnya pak, saya berpikir ini bukan passion saya.”

“Kamu sudah bekerja hampir tiga tahun di sini dan mengatakan ini bukan passion mu?” Gaara meletakkan dagunya di atas tautan tangannya. “coba katakan masalahmu kita bisa cari solusi bersama.”

“Tidak ada masalah apapun pak, saya hanya ingin resign dan mencoba peruntungan di Surabaya agar dekat dengan orang tua.”

Gaara mendesah pelan, sejujurnya ia tak ingin kehilangan pegawai teladan seperti Sakura. Selain itu ia juga memiliki niat baik yang belum sempat diutarakan. “Bagaimana jika jodoh mu di Bogor, apa masih berniat untuk resign?”

Sakura sedikit mendongak. “Saya belum berpikir sampai sana.”

“Bagaimana ya dek, jujur saya berat sekali melepas pegawai seperti mu.”

Insya Allah perusahaan bapak akan mendapat pegawai yang lebih baik dari saya.”

Gaara tersenyum tipis mendengar penuturan ramah dari Sakura. “Baiklah tapi aku butuh waktu untuk mencari pegawai baru, bekerjalah dulu.”

“Baik pak terima kasih, saya mohon ijin undur diri assalamu’alaikum.”

Sakura melangkah keluar dengan perasaan lega. Sepatu pantopelnya berhenti melangkah kala mendengar suara atasannya yang kembali mengudara.

“Sakura.”

“Iya pak.”

Gaara beranjak berdiri lantas melangkah mendekat dengan jarak kurang lebih satu meter. “Bolehkah aku ke rumah mu?” Tatapan bingung dari si gadis membuat Gaara berdeham pelan. “m-maksudku ke rumah kontrakanmu, ayah dan ibuku kemarin baru saja pulang dari Malang. Mereka bawa oleh-oleh banyak.”

Arti [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang