Sedari pagi, keramaian sudah menyambangi rumah keluarga Abdullah Kizashi. Si sulung Sasori agaknya sudah mondar-mandir menyusun meja dan kursi di bantu para sohibnya. Memang tidak ada acara besar-besaran namun ia ingin melakukan yang terbaik terlebih untuk adiknya.
Jidat Sasori mengernyit kala mendengar lagu yang sering di putar warung Kakuzu ketika hari biasa. Ia segera menghentikan acara mengangkat kursi, lantas hazelnya sibuk mencari gerangan yang berada di sound sistem.
Kau masih gadis atau sudah janda.
Baik katakan saja jangan malu.“Ganti lagunya bego!” teriak Sasori.
Memangnya kenapa aku harus malu.
“Kepencet elah Ri,” balas Kakuzu buru-buru mematikannya.
Itachi menggeleng pelan lantas mengambil alih kabel penghubung sound sistem lantas menyolok ke ponsel miliknya. Seketika instrument legend kebangsaan sandi’olo mengudara dengan merdunya. Begini lebih baik, pikirnya.
Koyo ngene rasane wong nandang kangen
Rino wengi atiku rasane peteng
Tansah kelingan kepingin nyawang
Sedelo wae wis uwis emoh tenanSementara Sasori hanya bisa menghela napasnya. Ya Allah ya Rabb, kenapa ia bisa sohiban sama mereka yang gak jelas begini sih. Lelaki itu kembali mengatur kursi sembari bergumam pelan mengikuti syair lagu, begini lebih baik pikirnya.
“Mas Sasori coba tolong angkat kursi ini ke depan ya,” pinta Mebuki sembari menunjuk dua kursi putih dengan rangkaian bunga yang tersemat di belakang.
“Kakak juga sini bantuin mas Sasori, masih ada empat lagi,” ujar Mikoto.
Tanpa diperintah dua kali, Itachi dan Sasori segera mengangkat kursi-kursi tersebut lantas meletakkan sesuai arahan pegawai MUA.
Jelaga Itachi memindai dekorasi akad adeknya. Nama adek dan iparnya tercetak jelas pada latar putih dengan pemanis kelambu yang senada di ujung kanan kirinya. Tujuh kayu ring melingkar manis dengan aneka macam jenis ornamen daun-daunan dan bunga-bungaan. Jangan lupakan deretan kayu penyangga di sepanjang jalan menuju tempat akad dengan bunga-bunga yang tergantung apik.
Pandangan Itachi beralih pada gantungan yang berisi tujuh lilin tepat di atas meja akad menambah kesan elegan, sayang sekali belum dinyalakan. Terkesan sederhana, elegan, dan tidak mewah sama sekali. Apa mungkin uang adeknya itu menipis. Padahal jika Sasuke ngomong jujur ia dengan senang hati akan mendanai akadnya lalu menggelar semeriah mungkin.
“Gak usah bengong, buruan bantuin angkat lagi.”
“Ri,” Itachi berujar seraya tak melepaskan pandangannya dari dekor akad adeknya. “lu ikhlas aja kan Sasuke cuma mampu gelar akad seperti ini?”
“Kenapa emang?”
Dagu Itachi terangkat naik. “Lu liat sendiri dekornya biasa-biasa aja, padahal ini acara sekali seumur hidup.”
Hazel Sasori ikut memindai dengan saksama. “Yang penting niat dan tujuannya sih chi, selagi adekku seneng ya oke aja,” Sasori menepuk pelan pundak sohibnya. “buruan kelarin udah mau sore, ya kali nanti penghulunya datang masih riweh.”
“Ya gak papa sekalian aja suruh dia angkat-angkat, bisa-bisanya sohibnya ada acara dia malah sibuk nikahkan orang.”
“Itu kerjaannya bego.”
“Kerja sih kerja tapi inget juga sohibnya, ijin kek gimana gitu.”
“Itu sih elu punya perusahaan sendiri bisa seenak udel mau masuk gak.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Arti [✓]
RomansaPerjuangan dua insan untuk menghalalkan segala aktifitas mereka di hadapan Allah © Masashi Kishimoto