DMZ | 9. Sebuah Undangan

5.1K 643 69
                                    

Jangan lupa vote komennya yaa!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote komennya yaa!

- - -

"Sebaik-baiknya teman, jika engkau tidak membutuhkannya dia akan bertambah dalam kecintaannya kepadamu. Dan jika engkau membutuhkannya, dia tidak akan berkurang sedikit pun kecintaannya kepadamu."

-Ali bin Abi Thalib

-
-
-

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Khayla sebelum melajukan kendaraan roda duanya menuju sekolah untuk menuntut ilmu.

Sesuai perkaan uminya, hari ini ia ingin mengundang Raka untuk ke rumahnya agar berbicara dengan Zahra tentang masa kecil mereka.

"Assalamualaikum," ucap Khayla yang menghampiri Raka beserta kedua sahabatnya, Khayla ditemani Erika.

"Waalaikumsalam." Wajah Raka berbinar tatkala Khayla berani menghampirinya. Ini adalah gadis yang ia rindukan selama dua belas tahun ini.

"Aya naon neng geulis?" tanya Andi, Khayla mengernyit karena tak mengerti.

"Ada apa kata Andi," ucap Raka mengartikan lalu beranjak dari duduknya.

"O—oh, hm, bisa bicara sebentar dengan Raka?" tanya Khayla, sedangkan Erika menggigit bibir dalamnya karena jantungnya berpacur cepat saat bisa sedekat ini dengan idola sekolah.

Raka tersenyum lebar. "Of course. Mau ngomong lama juga boleh," kekeh Raka.

Andi dan Reza mengerti, ia meninggalkan Raka yang ingin berbicara dengan Khayla ditemani Erika.

"Kenapa?" tanya Raka melihat Khayla yang masih terdiam sambil menunduk. Entahlah, lidah Khayla kelu seketika.

"Aku Zidan, Diba. Aku yang udah jahat karena ninggalin kamu kala itu, tapi kamu harus yakin ... aku pernah mendatangi rumahmu sebelum kita bertemu di sekolah. Tanpa tanda ciri khas darimu pun, hati aku udah yakin kalau itu kamu, Diba," ujar Raka tanpa menatapnya. Koridor yang lumayan ramai membuat mereka harus mengecilkan suarana.

"Tapi kalau kamu belum bisa yakin, aku gapapa," imbuh Raka sambil tersenyum.

"Zi—"

"Aku enggak akan memaksamu, biarkan waktu yang menjawab," potong Raka.

"Zid—"

"Jangan dipaksa, Diba," sela Raka lagi.

"Zidan," ucap Khayla lembut, sontak Raka menahan napasnya tatkala mendengar panggilan itu dari orang yang ia cari. Ingin sekali ia menangis sambil merengkuh gadis ini, tetapi ia tahu apa yang salah dan apa yang benar.

"I—iya? Ke—kenapa?" tanya Raka gemetar. Bukan hanya tubuhnya, tetapi juga hatinya yang ikut gemetar.

"Malam ini ... tolong datang ke rumahku!"

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang