DMZ | 22. Ana Uhibbuka Fillah

4.7K 448 169
                                    

Jangan lupa vote komennya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote komennya!

“Adakalanya yang sedikit lebih berkah daripada yang banyak.”

[Ali bin Abi Thalib]

- - -

Khayla mengerjap tatkala mendengar azan subuh berkumandang. Hal yang pertama ia lihat adalah … wajah tampan Raka yang sedang memeluknya. Khayla tersenyum dan mengucap syukur dalam hati.

Alhamdulillah, Ya Allah, Diba bisa kembali bertemu dengan Zidan dengan status yang bukan Engkau larang,” batin Khayla.

“Zidan, bangun! Udah subuh,” ujar Khayla sambil menepuk-nepuk pipi Raka.

Raka mulai membuka matanya. Mendengar suara tak asing menembus indra pendengarannya membuatnya tersadar bahwa ia sudah memiliki seorang istri.

“Kok panggil nama lagi?” ucap Raka seraya mencebikkan bibirnya.

“E—eh, maaf lupa hehe.” Khayla menyengir membuat Raka gemas dengan tingkah Khayla.

“Udah sana mandi, terus salat! Maaf ya, aku belum bisa jadi makmummu,” ujar Khayla.

Mestinya, kemarin adalah hari pertama Khayla berada di satu saf di belakang Raka untuk menunaikan salat. Namun, tamu tak diundang datang tak tepat waktu membuat Raka harus bersabar untuk melatih dirinya menjadi imam untuk Khayla.

“Yaudah. Kamu kalau mau tidur lagi, tidur aja!” Khayla menggeleng.

“Kamu salat, aku siapin sarapan.”

Entahlah, dada Raka berdesir cepat tatkala senyuman dengan lesung pipi Khayla itu menerpa pengelihatannya.

“Kamu terlalu indah untuk dimiliki orang lain, Adiba.”

***

Malam ini, Raka mengajak Khayla untuk makan malam di luar. Ia juga ingin seperti remaja pada umumnya. Membawa pasangan di malam minggu. Namun, bedanya mereka adalah pasangan halal yang berharap diridai Allah, sedangkan remaja zaman sekarang kebanyakan mengabiskan waktu dengan pasangan haram mereka yang jelas-jelas dilarang oleh-Nya.

Ah, jika berbicara perihal zaman sekarang ... larangan malah dibanggakan, sedangkan ilmu agama malah ditendang. Mungkin, mereka bangga dengan dosa? Ataukah memang sudah terlanjut nyaman dengan keburukan hingga melupakan keharusan? Biarkanlah, tugas kita hanya menasihati, selebihnya urusannya dengan Allah.

“Kita kayak orang pacaran ya, Mas,” ucap Khayla polos. Sungguh, Raka semakin gemas dengan istrinya ini.

Jemari Raka semakin kuat menaut di antara jemari Khayla. Seperti yang Khayla bilang, Raka dan Khayla seperti orang berpacaran. Ya, pacaran halal memang lebih indah, genggaman tangan pun akan mendapat pahala, bukan sebuah dosa.

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang