"Hendaknya kamu selalu jujur karena kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu akan membawa ke dalam surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
- - -
Acara pernikahan sudah selesai dilakasanakan. Pengantin baru ini dibiarkan beristirahat setelah dua hari menguras air mata, tenaga dan pikiran mereka. Raka belum mengajak Khayla ke rumah pemberian Irlen dan Ardian. Karena Masjid itu berada di depan rumah Khayla, mereka beristirahat di rumah Khayla untuk malam ini.
"Cie udah sah," goda Raka berbisik pada Khayla yang sibuk membuka aksesoris di kepalanya.
Wajahnya memerah padam menahan gejolak hatinya.
"Zidan ih, jangan nyebelin!" rengeknya membuat Raka terkekeh. Raka duduk di kursi rias di samping Khayla seraya menaruh peci dan membuka jasnya.
"Yakin mau panggil Zidan aja?" sarkas Raka seraya menyungging senyum.
"E—em, ma-maaf. Ma—Ma—"
"Aih! Susah banget, sih!" gerutu Khayla.
Raka tentu saja terbahak dengan tingkah kaku Khayla yang salah tingkah sendiri hanya untuk memanggil sebutan untuknya.
"Coba lagi!" ujar Raka seraya menompang dagunya dengan kananya, matanya mengamati wajah Khayla saksama. Tentu saja gadis itu semakin salah tingkah dengan tatapan Raka.
"Ma—Mas Zidan." Deg. Jantung Raka seolah ingin berhenti. Senyumannya semakin melebar saat Khayla kembali mengulang panggilan itu.
"UDAH AH DIBA MALU!!!" teriak Khayla yang langsung melenggang menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Raka terkekeh dalam diam, lucu sekali istrinya ini.
***
"Kamu belum jelasin," ujar Khayla tiba-tiba saat menghampiri Raka yang sedang berbaring di kasurnya. Raka mengerjap menahan kantuknya saat melihat bidadarniya berada di sampingnya.
"Jelasin apa?" tanya Raka.
"Banyak." Raka mengernyit.
"Yang pertama, kamu belum jelasin kenapa kamu pergi dan tiba-tiba kembali sambil bawa mahkota itu. Kamu tahu, gak?! Aku dapat berita salah satu pesawat jatuh dengan rute Yogya-Bandung tepat jam keberangkatan di tiket kamu!" cerocos Khayla. Matanya mulai berlinang. Jemari Raka terulur untuk mengelus pelupuk mata Khayla yang sudah meneteskan air matanya.
"Allah Maha Baik, Diba. Pesawat itu memang pesawat yang di tiketku, tapi semesta bilang ... aku harus membahagiakanmu dulu," ujar Raka sambil tersenyum.
"Kamu, ih! Bukannya jelasin malah ngegombal," rajuk Khayla membuat Raka terkekeh.
"Iya-iya, aku jelasin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)
SpiritualPEMBELIAN NOVEL DEAR, ZAUJATY : Cek link di bio, tekan menu Novel Dear, Zaujaty atau bisa langsung ke WA-ku. - - "Bertemu denganmu adalah cara semesta memberi tahu bahwa ... tidak ada kisah yang berakhir sebelum pamit, kecuali atas nama takdir." -Ra...