DMZ | 17. Hari Yang Bersejarah

3.9K 449 101
                                    

Jangan lupa vote komennya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote komennya!


"وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون.َ"

- - -

Tiga minggu sudah penantian panjang Adiba. Besok ia akan menjadi gadis paling bahagia. Gadis cantik dengan senyumnya yang selalu manis. Ia tak bisa bertemu ataupun sekadar bertukar kabar dengan Raka. Namun, ia terus berdoa agar hari esok dilancarkan oleh-Nya.

Di sisi lain, Raka dan Irlen tengah sibuk menyiapkan untuk acara besok. Namun, Ardian tak ikut campur ataupun sekadar membuka suara perihal pernikahan putranya.

"Yakin mau nikah tanpa restu?" sarkas Ardian dari sofa dengan ponsel di genggamannya. Raka menatapnya sinis, ada rasa sakit sekaligus benci dengan sosok yang menyerupa ayahnya itu.

"Siapa bilang? Bunda sudah merestui saya kok," sahut Raka.

Keadaan mulai memanas. Ardian menghampiri putranya dengan wajah yang sudah merah padam.

"Anak macam apa kamu yang tidak menganggap orang tuanya?! Kamu pikir ayah sudah meninggal?!" sarkas Ardian sambil meremas bahu kemeja yang Raka pakai.

Raka mencebik. "Raga Anda memang masih hidup, tapi ...." Raka menaruh telunjuknya tepat di dada sang ayah.

"Hati Anda sudah mati karena tergilai oleh duniawi," imbuh Raka sambil tersenyum meremehkan. Irlen tak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa menyaksikan perdebatan ayah dan anak itu.

"ANDA LANCANG!" Tangan Ardian hendak mendarat di pipi anaknya. Namun, teriakan Irlen menghadang perlakuannya.

"CUKUP, MAS!" teriak Irlen, jangan lupakan tangisannya yang terus mengalir dari pelupuk matanya.

"CUKUP! Selama ini aku diam bukan berarti aku menerima apa pun yang kamu lakukan! Aku selalu nunggu kamu buat berubah, Mas ... aku selalu menunggu itu." Irlen melemah di setiap katanya.

Rasa sesaknya semakin menyeruak, entah ke mana perginya suaminya yang dulu.
Ardian menurunkan tangannya. Menatap kesal kedua manusia yang berada di depannya.

"Jangan pernah larang dia untuk menyakiti Raka, Bun! RAKA RELA MATI DARIPADA LIHAT BUNDA DISAKITI TANPA KESALAHAN!" sarkas Raka. Suara tinggi dengan wajahnya yang memerah serta pelipisnya yang bercucuran keringat sangat menggambarkan amarah Raka sedang berada di puncaknya.

Ardian menyungging senyum remeh. "Oh, jadi itu mau kalian. Oke kalau begitu, saya akan pergi dari sini." Deg. Hati Irlen semakin sakit. Yang ia lakukan selama ini ... hanya sia-sia.

"Silakan kalian hidup semau kalian tanpa campur tangan saya! Silakan kalian kejar apa yang mau kalian dapatkan!" Setelah itu, Ardian langsung beranjak mengambil kunci mobilnya.

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang