DMZ | 39. Dear, God and My Zaujati

10K 446 50
                                    

“Jika Allah mengirimkan takdir buruk, itu artinya kamu diminta untuk lebih tabah. Jika Allah mengirimkan takdir baik, itu artinya kamu diminta untuk bersyukur.”

- - -

Dear, My Zaujati | Dinda Nur Oktavia

- - -

Saat ini, kedua pasangan muda sedang sama-sama berjuang. Khayla berjuang untuk melahirkan buah hatinya, sedangkan Raka berjuang untuk kembali sadar untuk berkumpul kembali dengan Khayla dan keluarganya.

“Bunda, Diba takut,” lirih Khayla ketika di ruang persalinan.

Farel tadi pergi sejenak, mendengar kabar Khayla akan melahirkan membuatnya sigap menemani sang adik. Mestinya, ada Raka di samping Khayla untuk melihat perjuangan istrinya. Mestinya, ada Zahra yang menemani untuk melihat bahwa putri kecilnya dulu kini sudah berjuang untuk melahirkan buah hatinya. Namun, itu semua sulit, Khayla memilih terus berdoa agar usianya lebih panjang sedikit di samping penyakit asma yang dideritanya.

“Bang, Diba mau pergi aja.” Tes … luruhan air mata itu membuat Farel sesak. Sungguh, ia tak ingin kehilangan adik kesayangannya ini.

“Enggak boleh ngomong gitu! Kamu harus kuat, kamu harus bisa!” kata Farel menyemangati.

“Benar kata Abangmu, Diba. Kamu harus bisa, ya? Demi suamimu,” tambah Irlen.

“Tapi Bunda, ini sa—sakit,” lirih Khayla.

“Bagaimana, Mba Khayla? Apakah sudah siap untuk mengejan?” tanya Dokter bername tag Lisa.

Khayla memejamkan matanya sejenak. Mengatur napas dalam-dalam serta membaca doa yang ia bisa.

“Bismillah. Khayla siap, Dok.”

Perkataan itu membuat Farel sakit. Andai, Raka ada di samping Khayla, pasti lelaki itu sudah lebih rapuh darinya.

Ya Allah, selamatkan Khayla dan bayinya,” batin Farel seraya memejamkan bola matanya bersamaan dengan luruhnya kembali cairan bening di sudut matanya.

Suara erangan Khayla saat mengejan membuat Irlen dan Farel tak bisa menahan tangisnya. Irlen tahu bagaimana sakitnya saat melahirkan, terlebih lagi usia Khayla masih sangat muda. Sembilan belas tahun, Allah sudah memberinya anugerah dan ujian yang luar biasa.

“Ayo, Mba! Sedikit lagi,” kata Dokter Lisa memberi instruksi.

Eugh!!!

Tangisan bayi laki-laki akhirnya menggema di ruang persalinan itu. Napas Khayla sesak, perawat di sampingnya dengan cepat mengatasinya.

“Dok, ke—kenapa masih mulas?” tanya Khayla lemah.

“Masyaallah, bayimu kembar,” ujar Dokter Lisa. Air mata Khayla kembali luruh. Begitu pun dengan Irlen dan Farel.

“Ayo, sayang! Satu nyawa lagi yang harus kamu selamatkan. Bunda yakin kamu bisa,” bisik Irlen. Khayla mengangguk.

Mengembuskan napas kasar, mengatur napasnya agar tak habis ketika mengejan. Khayla terus berdoa dalam hati untuk bisa melihat kedua bayi kembarnya terlebih dahulu.

“Ya Allah, izinkan Khayla,” batinnya.

“Ayo, Mba!”

Khayla kembali mengejan, lengan Farel ia jadikan pelampiasan rasa sakitnya. Padahal, harapnya posisi Farel akan ditempati oleh Raka. Namun, takdir berkata lain.

“Sakit, Bund,” adu Khayla pada Irlen.

“Sedikit lagi ya, sayang? Sedikit lagi sakit itu akan tergantikan oleh kebahagiaan,” ujar Irlen.

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang