DMZ | 30. Is This Happiness?

4K 362 22
                                    

"Karena luka tak 'kan bersemayam dalam sebuah tawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Karena luka tak 'kan bersemayam dalam sebuah tawa. Namun, tawa 'kan selalu bersemayam di balik luka."

- - -


"Kamu kapan mulai kuliah, Mas?" tanya Khayla usai membereskan sarapannya.

Raka mengecup sekilas pipi Khayla membuat wanita itu merona. Padahal, ia sudah sering memperlakukan Khayla dengan manis. Namun, wanita itu seolah baru pertama kali mendapatkan perlakuan manis ini.

"Minggu besok aku sudah mulai kuliah," jawab Raka seraya menidurkan dirinya dengan bantalan paha Khayla.

"Kamu enggak mau kuliah?" tanya Raka. Khayla berpikir sejenak.

"Mau sih, tapi—"

"Jangan, deh! Di rumah aja urusin suami dan anak-anak nanti," sergah Raka sambil terkekeh. Namun, mampu membuat pipi Khayla kembali merona.

Raka menghadapkan wajahnya ke perut Khayla seraya berkata, "Zidan akan selalu berdoa, supaya malaikat kecil cepat tumbuh di sini." Cup. Raka mengecup perut Khayla membuat wanita itu ingin melayang ke udara.

Raka mendongak melihat wajah Khayla yang merah padam menahan rasa baper.

"Aku seneng baperin kamu. Karena, kamu lebih cantik kalau lagi baper, apa lagi bapernya sama aku."

Raka selalu seperti ini. Sejak dulu sampai sekarang, hobinya selalu membuat Khayla merona. Apa lagi sekarang ketika status mereka sudah sah di mata agama dan di mata hukum, tentu saja Raka tak 'kan menyia-nyiakan satu detik pun bersama Khayla.

"Hm ... memang kamu udah siap kalau jadi orang tua di usia muda?" tanya Khayla.

Raka berbinar. "SIAP BANGET, SAYANG!!!"

Namun, berbeda dengan Khayla yang tampak murung.

"Kenapa?" tanya Raka.

"Kamu gak ingat? Aku ... punya penyakit asma akut?" ucap Khayla pelan seraya menundukkan wajahnya yang bertemu langsung dengan bola mata Raka.Lelaki itu terdiam, mencerna perkataan Khayla.

"Kamu gak akan ninggalin aku karena aku punya penyakit, 'kan?" lirih Khayla.

Matanya sudah memerah menahan tangis namun, Raka malah terkekeh.

"Kamu apa-apaan, sih?! Kapan aku bilang kalau aku bisa mendua? Diba, aku memang bukan lelaki baik, tapi hatiku ... sudah diisi sama orang baik." Detik itu juga pipi Khayla kembali memanas.

"Kamu mah, ih! Bisa gak sih, gak usah gombal dulu?! Gak bisa serius banget jadi orang," cerca Khayla seraya meremas halus rambut tebal Raka.

Raka terkekeh. "Dih, enggak ada yang gombal, zaujatiku ... 'kan memang benar, Zidan-nya Adiba udah jadi milik Adiba, apa lagi hatinya."

Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang