“Allah telah mengirimkan kisah cinta yang halal. Lantas, untuk apa masih sibuk menjalin kisah yang haram?”
- - -
“Diba, kalau kamu dikasih pilihan sama Allah untuk melindungi seseorang yang halal tapi sehat atau melindungi seseorang yang sedang membutuhkan perlindungan meskipun bukan siapa-siapamu, kamu pilih mana?” tanya Raka. Khayla diam sejenak, sepertinya … ini pertanyaan dari Raka untuk Raka sendiri.
Khayla tersenyum sesaat. “Yang jelas, perlindungan itu enggak akan sebanding sama prioritas utamaku.”
Raka terdiam. Seolah mengerti, akhirnya Khayla angkat bicara.
“Aku enggak pernah melarangmu untuk melindungi Nara, Mas. Aku tahu kamu paham mana yang baik dan tidak. Jika sebatas melindungi karena Allah, Insyaallah aku ikhlas.” Raka tersentak. Ia langsung bangkit untuk duduk menyeimbangi Khayla masih di kasur itu.
“Kamu serius?” Khayla mengangguk dua kali membuat Raka menghujani kecupan di pelipisnya.
“Terima kasih, sayang. Aku enggak salah pilih, kamu memang orang baik. Insyaallah, aku enggak akan mengulangi kekhilafan dulu sebelum aku dekat dengan-Nya.”
***
“UMI!!!” teriak Khayla. Farel mendelik mendengar teriakan itu. Khayla yang baru saja keluar dari kamarnya membuat Zahra mengucap istigfar bekali-kali.
“Astagfirullah, Khayla! Kamu ini sudah jadi seorang istri, kenapa masih sering teriak-teriak gitu, hah?!” sarkas Zahra seraya berdecak pinggang membuat Farel terkekeh di meja makan.
“Biarin. ‘Kan suaminya juga Zidan,” kekeh Khayla membuat Zahra dan Farel menatapnya tajam.
“HEH!” sentak keduanya.
Khayla menyengir. “Maaf, Umi. Khayla tadi kesenangan,” cicitnya. Zahra menurunkan lengannya di pinggang membuat Khayla mengucap syukur.
“Gimana? Demam Zidan sudah turun?” tanya Zahra.
“Alhamdulillah, Umi, demamnya sudah hilang.” Zahra mengangguk sebelum Khayla kembali berkata.
“Umi, katanya abi mau main ke sini. Boleh, ‘kan?” tanya Khayla ragu. Ia takut uminya akan melarangnya.
“Kenapa enggak kamu dan Zidan aja yang ke Jogja? Jogja ‘kan tempat sejarah kalian. Oh, atau mau sekalian bulan madu di sana juga boleh.”
Blush … Khayla merona mendengar kalimat terakhir itu, Farel yang sedari tadi menyimak pun terbahak seketika.
“Astagfirullah, Abang! Ketawanya jangan terlalu lepas gitu, ih!” tegur Zahra, Farel mengangguk dan meminimalisir tawanya.
“Wajahnya merah tuh, Umi. Nanti bilang sama pawangnya aja, kasihan dibaperin sana-sini wajahnya jadi kayak tomat,” kekeh Farel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Zaujaty (SUDAH TERBIT)
EspiritualPEMBELIAN NOVEL DEAR, ZAUJATY : Cek link di bio, tekan menu Novel Dear, Zaujaty atau bisa langsung ke WA-ku. - - "Bertemu denganmu adalah cara semesta memberi tahu bahwa ... tidak ada kisah yang berakhir sebelum pamit, kecuali atas nama takdir." -Ra...