CANTIK ITU KUTUKAN

89 18 0
                                    


Dunia menawarkan keindahan yang semu.

Lalu mengapa manusia begitu membanggakannya?

Menjadi pusat perhatian membuat Lia merasa tidak nyaman. Dulu, kehadirannya hanya dianggap angin lalu, tetapi setelah kejadian d kantin tadi, justru membuat namanya semakin melejit hingga jadi perbincangan tiada henti. Jika biasanya Lia tidak dilirik sama sekali oleh teman-teman sekelasnya, justru hari ini ia menjadi pusat perhatian semua orang.

Bagaikan harta karun yang terpendam lama, sesuatu dalam diri Lia mengibaratkan hal tersebut. Manik mata coklat terang itu tampak mengagumkan tanpa kacamata. Bulu mata gadis itu lentik. Wajah tirusnya begitu halus tanpa cacat. Lia terlihat sempurna.

Lia mengusap air matanya. Sejak sepuluh menit yang lalu, setelah Thora membawanya pergi menjauh dari kantin, gadis itu tidak henti-hentinya menangis. Kejadian di kantin barusan, semakin memperkeruh suasana.

"Butuh pundak gue nggak?" Pundak kiri Thora bergerak naik turun beberapa kali.

Lia menarik napas dalam, menenangkan dirinya. Ia baru ingat kalau Thora masih bersamanya dari tadi. Belakang gudang yang sepi menjadi saksi bisu akan keberadaan mereka. Jam pelajaran sudah dimulai, tetapi Lia masih belum sanggup untuk kembali ke kelas. Begitu pun Thora yang masih ingin menemani Lia.

Thora. Lagi-lagi Thora. Kenapa cowok itu seolah tuli akan perkataan Lia kemarin. Padahal Lia sudah meminta agar cowok itu tidak perlu menemuinya lagi. Lia tidak tahu harus berterima kasih atau justru marah pada cowok itu karena telah membawanya pergi. Yang pasti tindakan dan pernyataan Thora di kantin akan mengundang berita-berita lainnya. Kepala Lia berdenyut-denyut. Akankah kejadian di masa lalunya terulang kembali?

"Gue udah bilang jangan temuin gue di sekolah," ucap Lia pelan tapi tegas. Kedua matanya menatap ke bawah. Kaki kanannya bergerak maju mundur di atas tanah. Haruskah dengan tegas Lia berkata kalau ia tidak mau berteman dengan Thora. Namun, ia yakin bahwa itu hanya akan menyakiti hati cowok itu.

"Li, cerita deh sama gue. Apa sebenarnya yang terjadi sama lo? Cewek itu gangguin lo, kan?"

Lia menelan salivanya. Mengatakan kejujuran adalah hal yang berat dan Lia tidak mau Thora terlibat makin jauh dalam kehidupannya.

"Hei. Lihat gue!" Thora memegang kedua bahu Lia dan menggesernya agar gadis itu berhadapan dengannya, tetapi kepala Lia masih melihat ke bawah. "Li, apa yang berusaha lo sembunyiin?" Suara serak Thora terdengar lembut tetapi terasa menyakitkan di hati Lia.

Gadis itu mendongakkan kepala. Matanya kembali berkaca-kaca. "Lo nggak akan pernah bisa mengerti, Thor. Bahkan kalau pun gue cerita sama lo." Lia menepis kedua tangan Thora dan segera berlalu meninggalkan cowok itu sendirian di sana.

***

Bolos pelajaran terakhir menjadi satu-satunya cara Lia untuk bisa menghindari teman sekelasnya terutama Tika. Kakinya berjalan menuju kantin, mencari kacamata yang selama ini ia kenakan untuk menyembunyikan manik mata cokelat terangnya. Kacamata itu masih tergeletak di sana. Senyum getir tercetak di wajah tirus Lia. Lengan gadis itu meraih benda itu.

Beruntung kacamatanya masih dalam kondisi baik-baik saja. Meski Tika melemparnya cukup keras ke lantai. Tak ingin berlama-lama di kantin, karena takut guru memergokinya tidak berada di kelas, Lia memelesat pergi. Satu-satunya yang terlintas di benak Lia adalah pergi ke tempat yang membuat dirinya tenang. Tempat yang bisa menerima dirinya tanpa perlu ditonton banyak orang.

Langkahnya semakin cepat menyusuri satu per satu anak tangga yang menuntunnya ke pintu besi itu. Lia membuka pintu lebar-lebar dan langit biru di siang hari menyambutnya dengan sukacita. Ia menarik napas dalam, hatinya yang terasa sesak masih bertahta di sana. Rooftop sekolah siang ini dijadikan tempatnya untuk menghindar.

AurelianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang