Suatu saat sesuatu yang tersembunyi akan ditemukan.
Cepat atau lambat.
Jika seminggu yang lalu Lia hanya melihat orang-orang menatapnya sambil berbisik-bisik, hari ini Lia mendapati sikap orang-orang terutama siswi Seruni Bangsa lebih ekstrim lagi dibandingkan sebelumnya. Tak tanggung-tanggung ada pula siswi yang memelotot ke arahnya, bahkan sampai berteriak cewek ganjen kepadanya.
Perasaan Lia semakin tidak enak. Begitu sampai di depan kelas, hampir seluruh cewek di kelas memandanginya hingga ia duduk di kursinya.
"Tuh, si ganjen udah datang. Tampang aja kaya yang alim, tapi tingkahnya ...."
Sekilas Lia melirik siapa yang berbicara, ternyata Riri, teman sebangku Tika.
"Gesit juga ya, kemarin-kemarin disamperin ke kelas, digendong ke UKS, terakhir berduaan di rooftop." Perkataan itu disambut oleh sorakan mengejek dari beberapa orang. Tika tersenyum puas di tempat duduknya.
Rooftop? Kata itu menggema di kepala Lia untuk beberapa saat. Namun, ia tak kunjung mendapata jawaban. Kemudian seseorang masuk ke dalam kelas dengan terburu-buru dan mendaratkan dirinya di bangku samping Lia. Gadis berambut sebahu itu mengatur napasnya, membuat detak jantungnya bergerak normal setelah berlarian dari gerbang sekolah ke kelas.
Reina merogoh ponsel sebelum mulai berbicara. "Li, ini lo sama Will?"
Lia yang tertunduk mengalihkan pandangannya pada layar ponsel yang ditunjukkan Reina. Potret saat tangan Will terulur hendak mengambil kacamata miliknya menjadi alasan yang kuat mengapa orang-orang menatap sinis ke Lia sejak awal. Sudah pasti foto itu pemicunya. Apalagi foto itu sudah tersebar di Instagram.
Seperti di pukul palu berukuran besar, kepala gadis itu mulai terasa sakit. Air di matanya seperti berebutan untuk keluar. Namun, ia berusaha kuat untuk menahannya. Tidak, ia tidak mau menangis di situ. Bukankah itu yang dicari orang-orang? Melihat Lia dengan kondisi lemah dan terpuruk.
***
Perasaan Lia tidak tenang selama jam pelajaran berlangsung. Gadis berhidung bangir itu lebih banyak melamun di kelas. Untung saja Pak Rully, guru sejarahnya tidak memergoki Lia ketika itu. Di jam istirahat pertama, Keysha datang ke kelas XI IPA 4 untuk memanggil Reina. Pembimbing eksul majalah sekolah, meminta Reina untuk datang ke ruang redaksi.
Sebelum pergi, Reina meminta Lia untuk membelikannya beberapa camilan karena Reina tidak akan sempat ke kantin. Lia mengangguk singkat, lalu memandangi Reina yang berjalan menuju pintu. Seulas senyum dari Keysha yang ditujukan kepada Lia membuat gadis itu merasa tersentuh. Senyum Keysha jadi senyum pertama yang ia dapatkan dari orang lain sejauh ini.
Kondisi kantin di jam istirahat kedua tidak terlalu penuh seperti biasanya. Hal itu jadi keuntungan bagi Lia. Ia bisa membeli camilan dengan cepat karena tidak perlu mengantre. Setelah menyerahkan uang kepada penjual, Lia berniat untuk segera kembali ke kelasnya. Namun nasib sial ia alami saat itu juga. Ketika ia membalikkan badan dan baru berjalan beberapa langkah, tubuhnya menghantam seseorang.
"Aaah ...." Seseorang berteriak dengan nyaring. "Baju gue jadi kotor, kan." Orang yang tidak sengaja Lia tabrak adalah Tika. Kebetulan yang tidak ingin Lia alami.
Tika memandangi seragam putihnya yang terkena noda saos dan mayonnaise dari corn dog yang ia beli. Bibirnya berdecak sebal.
"Gara-gara lo. Lihat nih seragam gue jadi kotor!" seru Tika seperti teriakan. Hingga hampir menarik semua atensi orang-orang yang berada di kantin.
"Maaf, gue nggak sengaja." Lia mengucapkannya begitu pelan seperti bisikan. Kepalanya mulai terasa pusing, saat ia menyadari bahwa orang-orang jelas menatapnya.
Tika maju beberapa langkah, hingga ia berada tepat di depan Lia. "Nggak sengaja?" ulang Tika yang semakin geram.
Lia menarik napas berat. "Iya, gue nggak sengaja," kata Lia lebih lantang dari sebelumnya.
Tika membuang corn dog yang ada dalam genggamannya, kemudian menarik wajah Lia agar melihat kepadanya.
Bisikan-bisikan semakin jelas terdengar, membuat suasana kantin jadi ramai. Beberapa orang melempar pandangan iba pada Lia. Pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi karena memang Tika tidak pernah ragu untuk melabrak siapa pun di sekolah. Meski pun begitu, tidak ada satu pun yang berani mendekat. Mereka hanya mengamati dari pinggir kantin.
Lia berusaha memalingkan wajahnya agar tangan Tika terlepas, tetapi usahanya sia-sia. Cengkraman Tika terlalu kuat. Tika menarik kacamata Lia lalu membuangnya asal. Lia nyaris menangis saat itu, tubuhnya sudah mulai bergetar. Tidak pernah Lia bayangkan bahwa hari ini akan tiba. Seharusnya Lia bisa mengakhir masa sekolahnya tanpa keributan tetapi nasib berkata lain.
"Apa sih yang bagus dari lo?" Nada suara Tika mulai meninggi. "Sampai-sampai Will dan Thora ngejar-ngejar lo," lanjut Tika.
Badan Lia terasa lemas. Pikirannya kacau dan dadanya terasa sesak. Andai saja ia tahu akan ada kejadian seperti ini. Ia memilih untuk diam di kelas saja.
"Padahal lo mirip banget sama Sadako. Wajah yang selalu lo tutupin sama rambut panjang lo ini." Jari telunjuk Tika mulai menyampirkan rambut Lia. Dengan gerakan perlahan, ke telinga kiri, lalu berpindah ke telinga kanan. Semua orang yang berada di sana pun penasaran, apalagi Lia lebih sering menunduk jika bertemu dengan seseorang.
Ketika tidak ada satu helai pun rambut yang menutupi wajah Lia, Tika menarik dagu Lia ke atas. Hingga wajah gadis itu terlihat jelas. Sedetik kemudian mata Tika melebar dan perlahan ia menurunkan lengannya, lalu mundur beberapa langkah. Bukan luka baret atau borok yang ia dapati di wajah Lia. Kenyataan itu membuat Tika kaget. Kabar burung yang santer digaungkan orang-orang di sekolah ternyata salah.
Lia mengigit bibirnya dan bahu gadis itu mulai bergetar. Semua orang kini melihat wajahnya dengan jelas. Wajah yang selama ini selalu ia sembunyikan. Gadis itu tertunduk dalam, kakinya seolah-olah terpaku di tempatnya. Padahal sejak tadi, ia ingin pergi dari kantin.
"Puas lo?" Seseorang berdiri membelakangi Lia.
Tika terkesiap mendengar teriakan itu ditujukan kepadanya. Rahang gadis itu mengetat dan kedua tangannya terkepal. "Besok-besok kalau lo mau main sama Lia, lo harus izin dulu ke gue." Nada geram terdengar jelas dari perkataannya.
"Pastiin kalau lo nggak akan pernah nyakitin dia karena Lia punya gue," ucapnya penuh penekanan di tiga kata terakhir.
Pernyataan itu sontak membuat respon yang beragam dari orang-orang di sana. Ada yang bertepuk tangan sambil bersiul. Ada yang terkejut dan langsung bergunjing dengan temannya. Namun, satu yang pasti, Tika sangat membenci pernyataan itu.
Cowok itu berbalik, lalu mengelus pelan puncak kepala Lia. Kemudian menarik lengan kanan gadis itu dengan lembut dan menuntun langkahnya untuk keluar dari arena yang tidak menyenangkan. Tepat setelah itu beberapa orang bersorak kegirangan seakan menyaksikan adegan romantis.
Dan tanpa diketahui oleh siapa pun, seseorang di sudut kantin hanya memandang mereka berdua dari jauh dengan perasaan yang tidak menentu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aureliana
Novela JuvenilDAFTAR PENDEK THE WATTYS 2021 Kalau saja bisa, Aureliana akan memohon pada Tuhan untuk membatalkan kehadirannya sebagai manusia di dunia. Selama enam belas tahun, gadis yang dijuluki Cewek Kutub itu hidup dalam ketidaktahuan tentang siapa dirinya. S...