JANGAN PERGI!

116 11 0
                                    


"Nih, makan dulu!" Satrian masuk ke kamarnya sembari membawa beberapa makanan ringan dan roti dalam dekapannya. Langkahnya mendekati seseporang yang sedang berbaring di atas ranjang. Satrian menghela napas sembari menjatuhkan makanan itu ke atas ranjangnya.

"Ada apa sih sama lo? Pakai acara dua hari kabur dari rumah."

Thora yang tadi berbaring menatap langit-langit kamar Satrian, bangkit dari posisinya, hingga duduk tegak. Ia tak lantas menjawab pertanyaan Satrian, melainkan melempar senyum semringah setelah melihat beberapa makanan ringan yang Thora bawa.

"Tahu aja lo gue lapar," celetuk Thora meraih satu bungkus keripik kentang rasa rumput laut.

Satrian berdecak sebal, lalu ikut duduk di pinggir ranjangnya. Ia yakin ada seseuatu yang terjadi dengan sahabatnya. Sampai-sampai ia merahasiakan keberadaannya. Namun, hingga hari kedua dia menginap di sana, Thora tidak kunjung menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. "Lo lagi ada masalah sama Will?" kata Satrian menduga-duga. Bisa saja Thora seperti itu karena hubungan dengan saudara sambungnya yang tidak harmonis.

Tubuh Thora bergerak ke kiri dan ke kanan sembari mengunyah keripik. Ia seperti tidak mendengar apa yang dikatakan Satrian barusan.

"Ya udah kalau lo nggak mau cerita. Gue nggak akan maksa," kata Satrian akhirnya menyerah. "Tapi gara-gara lo gue jadi sibuk ngurusin stand pameran buat lomba," ucapnya pura-pura sebal. Satrian memang ditunjuk menjadi wakil ketua kelas. Pemilihan yang dilakukan secara asal karena Thora dan Satrian sudah jadi siswa yang dominan di kelas sejak awal masuk sekolah. Untung saja Zain tidak terpilih jadi sekretaris kelas. Bisa-bisa kata-kata yang dicatatnya tidak tersusun rapi.

Thora lupa dengan agenda besar yang akan dilakukan sekolah beberapa hari lagi. Pasti Satrian kerepotan menanganinya. Thora tahu betul, meski Satrian sama-sama cowok pembuat onar di kelas, ia akan melakukan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati ketika diberi tugas.

Cowok ikal itu menelan keripiknya, lalu berdeham sebentar. "Sori, Bro. Gue kan cuma nggak masuk dua hari. Nggak sampai dua bulan," jawab Thora bercanda.

"Kalau sampai dua bulan, itu namanya lo keluar dari sekolah," balas Satrian sambil geleng-geleng kepala.

"Gue mau mandi dulu. Cape gue hari ini, udah kerja keras bagai kuda." Satrian pura-pura mengusap keningnya seolah sedang berkeringat.

"Lebay lo," komentar Thora melempar bantal ke Satrian. Lalu keduanya saling tertawa.

Sebelum Satrain beranjak dari kamarnya, ia teringat akan sesuatu yang harus disampaikan pada Thora. "Lia nyariin lo. Dia khawatir banget karena lo nggak ada kabar sama sekali. Gue nggak tega sebenarnya bohong sama dia, buat bilang kalau gue nggak tahu lo di mana," kata Satrian dengan wajah serius.

"Gue emang nggak tahu masalah lo apa, tapi gue harap lo masih waras buat bisa mengabari orang-orang yang mencari lo."

Thora bergeming di tempatnya menatap Satrian yang berlalu pergi. Ia mengusap wajahnya kasar. Ya, memang sekarang ia merasa tidak waras. Baru kali ini Thora melarikan diri dari masalah. Lebih tepatnya dari kenyataan yang belum bisa ia terima. Kini ia tahu, seperti apa yang Lia rasakan. Ketidaktahuan akan asal-usul dirinya.

Lalu, apa semua yang Zaskia berikan kepadanya sejak kecil juga palsu? Cinta dan kasih sayang yang membuat Thora menjadi sosok yang tegar hingga saat ini. Hatinya sangat terpukul dan terluka jika mengingat itu semua. Mengapa Tuhan memilihnya untuk mengalami ini semua? Apa hidup Thora kurang mengenaskan di skenario yang Tuhan buat?

Ia menghela napas panjang, lalu meraih gawai yang tergelatak di atas nakas pinggir ranjang. Cowok itu mengaktifkan kembali ponselnya dan tak lama kemudian, beberapa notifikasi muncul di layarnya. Nama Lia muncul di sana. Rupanya gadis itu mengiriminya banyak pesan. Thora membacanya satu per satu. Sebuah senyuman terbit di wajah Thora. Baru kali itu ia tersenyum lagi. Satrian benar, Lia sangat mengkhawatirkannya.

AurelianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang