Bagaimana caranya agar aku bisa mengikis rasa takut?
Hingga aku bisa terjun bebas ke dalam pelukanmu.
Dia cewek baik.
Senyum ceria terpasang di wajahnya kala suara serak Thora mengulang kalimat itu di pikirannya. Sebuah kalimat sederhana yang efeknya sangat luar biasa bagi Lia. Hatinya terasa menghangat. Ia baru merasakan bahwa dipuji seperti itu bisa meningkatkan mood-nya. Saking senangnya, bantal guling menjadi korban karena pelukan erat Lia. Seandainya guling itu adalah makhluk hidup, mungkin ia sudah megap-megap karena kekurangan oksigen.
Tidak banyak hal yang Lia ketahui tentang Thora kecuali cowok itu terkenal iseng di sekolah. Seperti kejadian di sekolah tadi. Thora sukses membuat Pak Roy marah besar karena ia memodifikasi foto kepala sekolah di mading.
Kalau diingat lagi, tahu dari mana cowok itu bahwa Lia cewek baik? Kenal saja baru beberapa hari yang lalu. Ralat. Jika berkenalan secara resmi dilakukan dengan berjabat tangan, maka itu tidak termasuk bagi Lia dan Thora. Mereka pun jarang berinteraksi di sekolah. Terlepas dari itu, Lia mengakui bahwa Thora memang orang yang ramah dan pandai mencairkan suasana. Cowok itu bahkan tidak menyerah supaya Lia bisa menjadi temannya.
Namun, batin Lia seperti bertentangan. Di satu sisi ia merasa bahagia memiliki teman baru. Hal yang sangat sulit ia lakukan. Dulu menjalin pertemanan dengan Reina dimulai dengan ketidaksengajaan dan ternyata Reina bisa berteman dengan Lia yang terlihat agak aneh di sekolah. Kembali ke Thora, di sisi lain merasa sulit menerima status populer Thora di sekolah. Apalagi Thora juga mempunyai penggemar. Hal itu pasti menyeret Lia menjadi bahan perbincangan di sekolah.
Menjadi terkenal berarti harus siap dibongkar masa lalunya. Jika itu adalah harga yang harus Lia bayar untuk berteman dengan Thora, maka jawabannya adalah tidak.
Lia melepas kacamata, lalu menyibakkan rambut ke belakang kaca. Cermin rias memantulkan bayangan dirinya. Lalu pikirannya melayang ke masa lalu.
"Pergi!" Wanita berumur sekitar tiga puluh tahun itu berkacak pinggang di depan pintu rumah. Gerahamnya mengatup. Geram bukan main ketika dilihatnya Lia kecil berdiri di halaman rumahnya sambil mendekap sebuah boneka.
"Pergi sana!" Nada bicaranya mulai meninggi. "Gara-gara main sama kamu, anak saya jadi sakit-sakitan."
Genggamannya semakin erat dan ia tidak berani menatap wanita yang adalah ibu dari temannya. Bentakan itu membuat mata gadis berumur lima tahun berkaca-kaca.
Darah wanita itu seolah mendidih. Lia tidak beranjak sama sekali. Wanita itu mendekati Lia, menyeret lengan gadis kecil itu hingga boneka miliknya terjatuh. Lia mulai menangis.
"Ibu!" teriak seorang pria seraya berlari, menghampiri wanita itu. "Sudah, Bu. Sudah." Pria itu melepaskan cengkraman istrinya dari Lia. "Masa Ibu bentak-bentak anak kecil," tegurnya, menyadarkan si istri.
"Bapak diam saja! Ini urusan ibu. Harusnya ibu dari awal sadar kalau anak ini pembawa sial. Sejak dia sering main ke rumah ini, banyak kejadian buruk menimpa keluarga kita." Telunjuk wanita itu teracung ke Lia yang tangisnya semakin menjadi-jadi.
Mendengar keributan, para tetangga pun dihantui rasa penasaran. Mereka keluar dari rumah masing-masing ingin menyaksikan apa yang terjadi.
"Malu, Bu, dilihatin tetangga. Sudah, ya," pinta pria itu. Demam Dina juga sudah turun." Pria itu berusaha menenangkan emosi istrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aureliana
Teen FictionDAFTAR PENDEK THE WATTYS 2021 Kalau saja bisa, Aureliana akan memohon pada Tuhan untuk membatalkan kehadirannya sebagai manusia di dunia. Selama enam belas tahun, gadis yang dijuluki Cewek Kutub itu hidup dalam ketidaktahuan tentang siapa dirinya. S...