TERPILIH

91 17 1
                                    


Kejutan bisa datang kapan pun dia mau.

Bersiaplah!

Persiapan stand pameran kelas XI IPA 4 sudah mencapai 80%. Diorama berdiri kokoh, menjadikannya sebagai maskot sekaligus kebanggan dari siswa-siswa kelas itu. Selain gelang yang terbuat dari manik warna-warni, dompet kecil rajutan buatan Lia pun menuai pujian dari teman-teman sekelasnya. Tidak banyak dompet yang Lia buat, sekitar 20 buah.

"Keren banget, Li. Lucu lagi. Jadi pengin punya yang warna biru," kata Mika penuh kagum. Cewek yang juga menggunakan kacamata itu, meraih dompet idamannya sembari tersenyum lebar. Lia merasa bahagia ada yang menyukai karyanya.

"Iya benar, dompetnya lucu sama kayak yang bikin." Suara barusan datang dari Ilham. Salah satu murid di kelas XI IPA 4 yang sering tidur di kelas. Tumben sekali cowok itu mau nimbrung, biasanya ia cuek-cuek saja.

"Cie Ilham. Bangun dari tidur panjang jadi bikin lo tahu ada cewek lucu ya," seru Reina yang disambut dengan cengengesan oleh Ilham. Seisi kelas ikut tertawa.

Memandangi semua teman di kelasnya berbahagia seperti ini, membuat rasa haru muncul di hati Lia. Sudah lama sekali, ia tidak pernah merasakan sensasi seperti ini. Perasaan diterima dengan baik oleh orang lain. Gadis itu menghela napas pelan, lalu seulas senyuman muncul di wajah tirusnya.

Lia sudah merasakan perubahan sikap teman-teman sekelas kepadanya sejak tadi pagi. Beberapa minggu lalu, ia jadi bahan gosip di kelas, ditatap dengan sinis, bahkan dianggap tidak ada oleh yang lain tetapi kali ini semua lebih ramah terhadap Lia. Entah alasannya apa, tetapi Lia menduga kalau semua karena video kerusuhan di kantin yang viral sejak kemarin malam.

"Tuh, kan. Semua orang tahu lo cantik," bisik Reina sembari mengedipkan matanya ke Lia.

Meski begitu, Lia masih belum mau melepas kacamata miliknya. Ia masih belum percaya diri untuk mengubah penampilannya. Ketakutan itu masih mendominasi dalam diri Lia. Mungkin saja suatu saat nanti, mereka akan menjadikan pujian itu sebagai hinaan. Seperti yang ia alami sejak gadis itu kecil.

Tono masuk ke kelas dengan napas terengah setelah berlarian sepanjang koridor menuju kelas.

"Ada apa?" sahut Ilham.

"Tika...." Napas Tono masih belum teratur.

"Apa, woi. Jangan bikin penasaran," gerutu Ilham tak sabar.

"Sabar. Gue butuh persedian oksigen. Emang kalau gue sesak napas, ada yang mau kasih napas buatan."

Seluruh siswa bersorak mengejek Tono. "Oke, oke, bentar," balas Tono lalu berdeham sebelum mulai berbicara. Tak lama kemudian, Rizal masuk ke dalam kelas.

"Pengumumannya bakal dilanjut sama ketua kelas kita. Kepada Bapak Rizal dipersilakan," kata Tono dengan tangan terulur ke depan. Sorakan langsung dihadiahi ke Tono.

"Jadi begini teman-teman." Rizal sudah berdiri di depan kelas membawa berita baru. Seluruh kegiatan berhenti seketika, penghuni kelas dalam keadaan siap mendengarkan Rizal.

"Seperti yang kita sepakati sebelumnya, bahwa kita sudah memilih Tika sebagai perwakilan putri kartini dari kelas kita. Barusan Pak Emon menyampaikan kalau sebaiknya kita memilih kandidat lain."

Anggukan kepala dari beberapa orang mengisyaratkan mereka memahami kondisi yang terjadi saat ini. Tika yang mendapat skors selama tiga hari, tentu saja membuat reputasi gadis itu sudah di cap buruk. Jadi tidak heran kalau mereka tidak ada yang protes. Lagian sejak awal, Tika lah yang mengajukan dirinya untuk mengikuti lomba tersebut.

"Kalian pasti sudah mengerti mengapa hal ini harus kita lakukan dan belum terlambat buat kita memilih kandidat baru. Bagaimana teman-teman?" Rizal menutup penjelasannya dengan menanyakan pendapat kepada yang lain dan dibalas dengan anggukan kepala juga ucapan setuju.

AurelianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang