USAHA THORA

77 15 0
                                    



Teman aja dulu. Kali aja jadi demen.

"Lo kena ambeien, Thor?"

Siang itu, tiga sekawan menghabiskan waktu istirahatnya di Warung Babeh. Uang jajan mingguan mereka semakin menipis. Pada kondisi seperti ini Warung Babeh hadir sebagai solusi. Berhutang. Tidak seperti Mbak Ranti yang sudah tidak bisa mentoleransi hutang-hutang mereka yang biasanya dibayar lama.

Satrian dan Zain duduk tenang di atas bangku. Sementara Thora mondar-mandir seperti setrikaan. Sesekali cowok itu mengerucutkan bibir, menjambak rambut, mengusap dagu, menepuk-nepuk pipi atau mengetuk-ngetuk keningnya. Satrian khawatir, jika tiba-tiba Thora melakukan hal absurd seperti menggaruk kepala dengan tangan kanan dan tangan kirinya pada bagian bokong. Lalu berlarian mengelilingi sekolah. Bisa-bisa seisi sekolah menyangka ada pertunjukkan ronggeng monyet.

"Woi! Lo dengar nggak gue ngomong apa?" seru Satrian merasa kesal karena diabaikan sahabatnya itu. "Malas gue lihat si Thora kayak orang hilang arah begini. Bawaannya serius mulu, nggak pernah bercanda lagi."

Langkah Thora terhenti saat itu juga. Ia menepuk tangannya sekali kemudian tersenyum lebar.

"Si Thora kesambet ini mah," ucap Zain buka suara yang disambut dengan anggukan oleh Satrian.

Tidak merasa tersinggung, Thora malah melemparkan senyuman yang dibuat semanis mungkin ke teman-temannya itu. Sontak Satrian dan Zain merasa mual hingga ingin muntah.

"Makasih banget, guys. Kalian luar biasa." Secepat Thora mengatakan itu, secepat itu pula cowok itu hengkang dari kedua sahabatnya yang kebingungan.

***

Thora harus mengancurkan tembok di antara Lia dan dirinya. Hatinya memang masih terluka karena rasa cemburu, tetapi jika ia diam saja tanpa melakukan apapun, bisa-bisa ia kehilangan Lia. Satu tahun yang lalu usahanya sebatas untuk menarik perhatian Lia dengan cara menjadi cowok pembuat onar di sekolah. Menjadikan Thora dikenal oleh semua orang di sekolah oleh tingkah usil dan jenakanya.

Namun, usahanya itu bisa ia katakana gagal. Sebenarnya Thora bukannya tidak pernah mencoba untuk mendekati Lia setelah mereka bertemu di jembatan waktu itu. Cowok berambut ikal itu langsung mencari tahu sosok gadis itu. Dari jauh, Thora sering mengamati Lia. Seperti melongok ke jendela kelas untuk melihat Lia. Duduk dekat kursi yang Lia duduki saat di kantin. Atau pernah berpura-pura minta bantuan untuk diantarkan ke ruang Tata Usaha.

Usahanya selalu gagal. Lia seakan-akan tidak pernah mengenali Thora. Padahal Thora sudah berusaha keras supaya Lia menyadari kehadirannya. Satu tahun dilewati Thora dengan perasaan yang tak pernah diungkapkan dan ia tidak mau mengulang itu kembali.

Maka di sinilah Thora sekarang. Berdiri di depan pintu kelas Lia dengan napas tersengal. Matanya langsung tertuju ke bangku belakang di pojok kanan kelas. Tanpa ragu, cowok itu masuk ke kelas dan mendekati Lia yang sibuk dengan jarum rajut dan benang wol.

Cowok itu langsung meraih kursi kosong di samping Lia dan duduk dengan posisi sandaran di depan dadanya. Untung saja Reina tidak ada di sana, sehingga Thora bisa langsung melancarkan aksinya.

"Keren banget!" Thora memuji sembari berdecak menyatakan kekagumannya.

Lia menghentikkan kegiatannya dan menoleh ke sumber suara. Thora sedang tersenyum kepadanya. Tanpa dipinta, jantung Lia bekerja lebih cepat dari biasanya. Jika diingat lagi, sudah beberapa hari mereka tidak mengobrol. Lebih tepatnya Lia menyuruh Thora untuk menghindarinya.

AurelianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang