Kediaman Jayden...
"Aww sakit pelan-pelan." Jayden meringis sakit karena Arin-kakak perempuannya menekan luka lebamnya.
"Biarin. Lo gak kapok-kapok emang. Bisa gak sih sehari aja gak usah berantem. Apa untungnya sih berantem? Muka lo jadi ancur begini, mana dapet skorsing 3 hari. Duh, cape gue ngurusin adik kayak Lo."
Jayden hanya geleng-geleng kepala mendengar omelan kakaknya. Kalau dipikir-pikir, kakaknya punya bakat ngerap, kenapa gak sekalian jadi idol saja.
"Ya udah gak usah ngurusin gue."
Bugh
"Aduh gak usah pakai mukul juga. Muka gue udah sakit, jangan sampai gue kena gagar otak."
"Ya habis lo ngeselin banget, Dek. Gue udah pening ngurusin kerjaan, makin pening ngurusin adek bangor kayak Lo." Arin memijit kepalanya pelan.
"Ya udah nanti gue beliin koyo cabe deh biar gak pening."
"Sini deketan, gue gebuk pake ember." Arin sudah mengangkat ember bekas kompresan bersiap memukul adiknya itu, namun Jayden sudah lebih dulu melompat dari sofa dan naik ke kamarnya.
Arin masih bersungut marah. Ia menetralkan nafasnya, berusaha sabar menghadapi adik yang super menyebalkan itu.
Arin membuka ponselnya dan memanggil satu nomor di sana.
"Halo? Arin?"
"Ma.."
"Ada apa, Nak?"
"Kayaknya emang bener, Jayden mending dinikahin aja, Ma. Arin udah gak sanggup ngurusin dia. Kepala Arin udah mau copot."
.
"Apa? Jayden? Nikah?" Jayden masih melotot tidak percaya dengan penuturan orang tuanya yang tiba-tiba.
"Iya, kamu akan papa nikahin sama anak temen papa." James berkata tegas.
"Enggak. Papa pasti bercanda. Pa, aku masih muda. Masih kelas 2 SMA."
"Jayden, kamu turutin mau papa kamu ya. Ini keputusan yang terbaik." Clara-mama Jayden menambahi.
"Enggak. Aku gak mau. Aku masih mau bebas, Pa."
"Ma, tolong bilangin Papa. Aku gak mau nikah."
"Kak Arin. Kakak gak setuju kan kalo Jayden nikah?"
"Dih gue setuju pake banget. Kalo perlu nikahin aja besok biar dia gak makin bangor." Arin semakin memanas-manasi Papanya.
"Gak. Jayden gak mau diatur-atur. Jayden berhak nentuin masa depan sendiri." Jayden bangkit. Ia berniat untuk pergi dari rumah malam ini. Namun, perkataan papanya sukses menghentikannya.
"Ya udah tentuin aja sendiri. Semua fasilitas kamu akan papa sita. Dan papa pastikan kamu bukan anak papa lagi."
Jayden mengepalkan tangannya. Ia marah. Mengapa orang tuanya harus merenggut kebebasannya secepat ini.
"Fine. Jayden bakal nurutin kemauan Papa. Tapi ada syaratnya."
"Loh, kok malah kamu yang ngasih syarat?" Ujar James bingung.
"Ya pokoknya gitu." Clara dan Arin diam-diam tersenyum tipis. Jayden itu menggemaskan sebenarnya. Lihat aja, yang tadi murka sampai mau pergi dari rumah saat ini sedang merajuk. Mana kalo ngomong sambil pout bibir.
"Ya udah, Jayden mau apa?" Papanya melunak.
"Aku mau mobil baru. Yang Audi terbaru kemarin."
"Iya. Nanti Papa beliin sebagai hadiah pernikahan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Jay (REVISI)
FanfictionNoelle Artajaya atau biasa dikenal sebagai Ela merupakan putri sulung dari keluarga Artajaya. Ia dituntut untuk selalu menjadi yang terbaik agar bisa menjabat posisi CEO dari salah satu cabang perusahaan ayahnya. Bukannya lelah, Noelle yang memang...