51. Flashback 2 : My brother is my first biggest wound

3.3K 253 10
                                    

Jakarta, 2017

Brakk...

"Riki, kamu dari mana aja?"

Noelle yang semula duduk di sofa ruang tengah rumahnya otomatis berdiri ketika menemukan Riki membuka pintu utama dengan keras. Noelle memasang ekspresi khawatir bercampur kesal ketika adik semata wayangnya yang masih duduk di bangku kelas tujuh itu baru sampai di rumah pukul lima sore dengan keadaan basah kuyup. Riki masih setia berdiri mematung di ujung pintu. Membiarkan pertanyaan yang terlontar dari bibir Sang Kakak menjadi angin lalu.

"Kalo ada orang nanya itu dijawab, Riki. Kamu bikin orang-orang khawatir tahu gak? Bahkan mama sama papa yang lagi kerja ikutan panik karena tahu kamu belum.. Hmpphhh."

Riki langsung membungkam mulut Noelle dengan telapak tangan lebarnya. Biasanya ia sangat senang apabila menemukan sang Kakak mengkhawatirkan atau mengomelinya, namun tidak berlaku untuk hari ini. Raganya sudah lelah terkikis dinginnya guyuran hujan, begitu juga pikirannya yang memendam amarah karena kedekatan Noelle dengan Soobin. Hal yang paling Riki benci seumur hidupnya.

"Kasian gak bisa ngomel lagi kan." Riki terkekeh melihat Noelle memberontak minta dilepaskan. Cukup puas dengan tindakan usilnya, Riki menjauhkan telapak tangannya. Membuat Noelle langsung meraup oksigen dalam-dalam.

"Jangan ketawa kamu, Riki. Gak sopan sama orang tua." Noelle kembali mengomel. Riki langsung merendahkan tubuhnya. Menyejajarkan wajahnya tepat di depan wajah sang Kakak. Ia sedikit memberi jarak agar Noelle tidak ikut kebasahan.

"Ya udah sih. Maaf ya kakakku yang cantik." Ucap Riki diakhiri oleh senyuman.

"Jawab dulu kamu dari mana?"

"Abis main bola sama temen."

Jawaban Riki justru semakin membuat Noelle mendidih. Bisa-bisanya adiknya itu bermain hingga lupa waktu sampai-sampai menyusahkan banyak orang yang mencari-carinya.

"Riki, lain kali kalau mau main itu bilang. Biar semua orang gak panik nyari-nyari kamu. Terus kalo main, tolonglah inget waktu. Sekolah selesai jam satu siang sedangkan kamu baru balik pas gelap. Kamu bikin kakak punya pikiran buruk tahu gak?"

Noelle menghembuskan nafas lelah. Sudah cukup dirinya disibukkan dengan berbagai bimbingan olimpiadenya, kini ditambah lagi kelakuan adiknya yang nakal membuatnya kewalahan.

"Kak, maafin Riki. Jangan murung gitu." Agaknya rasa bersalah mulai menjalar di hati Riki. Melihat Noelle sedih sungguh melukai hatinya. Riki rasanya bersedia memberikan apapun itu hanya untuk melihat senyuman Noelle.

"Maafin Riki yang gak ngabarin kakak dulu sebelum main. Maafin Riki yang lupa waktu sampai-sapai bikin kakak khawatir. Riki janji gak bakal ngulangin lagi."

Permintaan maaf Riki sudah cukup menyentuh hati Noelle sehingga perempuan itu mengangguk lemah. Menerima maaf sang adik dengan cepat karena ia tidak mau kemarahan menggerogoti hatinya. Noelle sangat benci rasa ketidaktenangan ataupun rasa amarah yang terpendam. Oleh karena itu, dirinya begitu mudah memaafkan orang.

"Dimaafin?" Riki bertanya sambil menunjukkan binar matanya.

"Hm."

"Jawabnya pakai kata-kata dong, Kak. Dimaafin apa enggak?"

"Iya, Riki. Udah cepet mandi air anget sama ganti baju biar gak demam. Nanti mama marah kalo kamu sampai sakit."

Riki tersenyum jahil mendengar ucapan kakaknya yang menurutnya menunjukkan perhatian padanya. Riki semakin meyakinkan dirinya bahwa Noelle hanya boleh begini padanya. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa Noelle hanya akan menjadi miliknya seorang.

Oh My Jay (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang