Karina mengepang rambutnya ke samping kanan hari ini. Wajahnya terlihat lebih ceria dan juga lebih segar. Dia merasa tidak punya beban lagi untuk menghadapi hari. Jadwal-jadwal pemotretan yang biasanya selalu terputar di otaknya kini sudah tidak ada. Semuanya terasa lebih bebas baginya. Tapi pagi yang indah harus berakhir ketika Vanessa dan keempat temannya menghadangnya pagi ini.
"Menikmati waktunya Karina?" tanya Vanessa yang sudah menghadangnya. Sepertinya perempuan di depannya ini tidak suka jika hidup Karina tenang.
Dari kejauhan Jammy, Vaniel, dan Rama melihat kejadian itu. Mereka lalu tersenyum penuh rahasia kepada Vanessa dan teman-temannya.
"Eitss ada apa nih woy?" Vaniel menelusup ke tengah-tengah dan tersenyum kea rah Vanessa.
Vanessa gelagapan dan menatap ketiga laki-laki itu secara bergantian. "Kenapa lo pada selalu muncul sih?" tanya Vanessa dengan kesal.
"Terserah kita lah. Daripada lo ngomong sama Karina mending pdkt sama gue saja." Jammy menaikkan alisnya dan tersenyum manis kea rah Vanessa.
"Najis sama cowok playboy kayak lo." Vanessa menatap Jammy dengan jijik lalu meninggalkan Karina dan ketiga laki-laki itu.
"Heh! Ntar juga lu jadi milik gue. Nggak usah jual mahal deh." Jammy merasa direndahkan harga dirinya. Dia tidak terima tentu saja. Apalagi perempuan bernama Vanessa itu mulutnya terlalu pedas untuk diterima Jammy. Dia merasa tertantang untuk benar-benar menaklukan Vanessa.
"Lo nggak apa-apa kan?" tanya Rama yang berada di samping Karina. Karina mengangguk dengan tenang.
"Udah tenang aja. Kita bakal lindungin lo kok." Vaniel berbicara sambil menatap Vanessa yang menjauh dari tempat mereka.
"Kenapa? Nyari Jeno?" tanya Jammy yang melihat Karina melihat area sekitarnya.
"Jeno nggak bakalan masuk hari ini. Dia ada lomba gitu di luar sekolah. Jadi nggak bisa lo temuin. Tapi santai aja, sebagai gantinya kita bakal sama lo seharian ini biar si Mak Lampir nggak gangguin lo." Vaniel berkata sambil melirik cewek-cewek yang terpesona dengannya.
Hari itu Karina tidak melihat Jeno sama sekali. Ada yang kurang rasanya. Ketika melewati kelas IPA 1 bangku Jeno terlihat kosong, di kantin tidak ada lagi yang tiba-tiba duduk dan makan di depannya. Juga jangan lupakan sepeda Jeno yang biasanya terparkir di parkiran sekolah kini tidak ada. Padahal baru sehari Jeno tidak dia temukan tapi rasanya ada yang hilang. Dia merindukan Jeno.
***
Seharian Karina tidak menemukan keberadaan Jeno. Alhasil malam acara amal ini sangat dia nanti-nantikan. Seperti yang dibicarakan Papanya kemarin kalau Jeno akan hadir dalam acara itu. Karina tidak sabar untuk bertemu Jeno malam ini. Apalagi melihat Jeno mengenakan jas hitam seperti pertama kali dia melihatnya bulan lalu. Itu adalah waktu yang ingin Karina ulang. Pasalnya untuk pertama kalinya dia melihat laki-laki yang mampu menarik hatinya.
Kembali mamatut di depan cermin toilet malam itu sebelum Karina keluar dari kamar hotel yang menjadi tempatnya berdandan malam ini. Karina keluar dari toilet dan menatap jam dinding yang sudah menunjukkan jam sembilan malam. Acara sebentar lagi akan dimulai. Dia lalu mengamil tas merah kecil yang berisi ponselnya dan melangkah keluar kamar. Suasana lorong hotel kini begitu sepi karena beberapa tamu sudah keluar menikmati acara mala mini.
Karina berjalan dengan tegap ke arah Papanya berada. Di sana dia bisa milhat Jeno bersama dua orang laki-laki yang diketahui Karina bernama Mark dan Jeremi. Kemarin Mamanya Jeno mengenalkan Mark dan Jeremi ketika kedua orang itu masuk ke dapur saat Karina makan. Karina tersenyum manis ke arah Papanya dan beralih ke ketiga laki-laki yang berdiri di depannya. Di samping ketiga laki-laki itu ada ayah Jeno.
"Wahh, sudah lama om tidak melihat kamu. Kamu semakin cantik saja Karina." Bagaskara menyapa dengan ramah ke arah Karina.
"Terima kasih om."
"Kamu sudah kenal pasti. Ini Jeno, Mark, dan Jeremi." Bagaskara memperkenalkan anaknya, meskipun Karina sudah mengenalnya. Ketiga laki-laki itu hanya tersenyum mendengar gurauan Papanya.
"Tante Keisha nggak ikut om?" tanya Karina yang tidak menemukan Keisha sejak pertama kali menginjakkan kakinya di dalam acara tersebut.
"Enggak. Dia ada acara sendiri mala mini."
"Oh ya, saya sama Papa kalian mau menemui klien dulu." Varistyanto dan Bagaskara meninggalkan keempat muda-mudi itu.
"Gue sama Jeremi mau keliling ngambil makanan." Mark mengajak Jeremi pergi mencari makanan yang sejak pagi menggoda mata mereka.
Kini tinggal Karina dan juga Jeno yang saling berhadapan. "Apa kabar Nono?" goda Karina dengan memanggil Jeno menggunakan namanya saat di rumah.
"Baik-baik aja sih. Kamu gimana?"
"Sepi nggak ketemu kamu di sekolah," jawab Karina dengan jujur.
"Ohhh... berarti malem ini ditunggu-tunggu ya buat ketemu aku?"
"Iya-eh-enggak yaa enggak."
"Ngaku aja lagi Kar. Aku menunggu padahal." Jeno mengerucutkan bibirnya dengan lucu.
Karina yang melihatnya lalu menggeleng tidak percaya. Seorang Jeno yang dikenal dengan sifatnya yang dingin bisa berlaku seperti ini. "Kamu umur berapa sih No? Lucu bangettt..." Karina menarik kedua pipi Jeno saking gemasnya.
"Pipi aku masih sakit tauk."
"Kenapa?"
"Ditarik sama Jeremi gegara aku ngasih es krimnya ke kamu kemarin."
Mendengar penuturan Jeno membuat Karina tertawa dengan lepas. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana bisa pipi Jeno ditarik begitu saja oleh Jeremi. Ya memang salah Jeno tapi bisa-bisanya anak laki-laki berantem tidak begitu estetik.
"Gimana lombanya?"
"Biasa aja. Tinggal kerjain, beres."
"Dih songong." Karina meminum jus jeruknya dan menggeleng tidak habis pikir dengan jawaban Jeno. "Kenapa nggak bilang kalau mau lomba?"
"Ga sempet bilang Kar. Nggak megang hape juga akhir-akhir ini."
"Mau jalan-jalan nggak? Di luar ada balkon hijau. Bentar lagi acaranya dimulai, tapi tahulah isinya ngebosenin Cuma buat ajang pamer doang."
"Bolehh. Panas juga di sini."
Mereka berjalan ke arah balkon. Balkon di hotel tempat diadakannya acara amal malam itu di desain se-natural mungkin menyerupai alam. Di sisi kanan dan kiri pagar terdapat pot-pot bunga berwarna-warni yang terlihat mencolok meskipun berada di penerangan malam hari.
"Tahu nggak? Aku keluar dari agensi." Karina menatap Jeno yang berada di sampingnya. Mereka menikmati pemandangan kota dari lantai hotel saat ini. Gemerlap lampu malam terlihat menyinari gedung-gedung kota dengan indahnya. Suara jalanan macet malam itu juga membuatnya ibukota tidak pernah sepi dari kegiatan manusia.
"Kenapa?" tanya Jeno dengan kening mengerut bingung.
"Karena aku menemukan hal yang lebih indah untuk aku habiskan di setiap harinya."
"Apa hal yang membuat kamu berpikir seperti itu?"
"Kamu. Dulu aku nggak tahu ingin melakukan apa selain menghabisakan waktu dengan menyibukkan diri sendiri sampai aku lupa waktu untuk bersenang-senang. Aku selalu ingin lari dari kenyataan." Karina menatap jalanan kota yang terdengar bising di telinganya. "Bertemu kamu membuat aku ingin menghentikan waktu agar aku bisa menikmati hidup lagi." Karina lalu menatap Jeno.
Laki-laki itu merasa kehilangan kesadarannya atas semua ucapan yang Karina bicarakan. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia terlalu terkejut dengan semua yang Karina ucapkan. Dia menyukai Karina juga, tetapi untuk saat ini dia belum bisa mengatakan apapun. Dia belum siap dengan semuanya.
"Kalau begitu kita habiskan waktu bersama lebih banyak. Aku bisa menemanimu kamu saat kamu butuh."
Karina merentangkan tangannya dan memeluk tubuh tinggi Jeno. Mendengar Jeno akan selalu ada saat dia butuh membuatnya menjatuhkan perasaannya kembali. Kini Jeno menjadi tempat dia bergantung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...