16. Karina dan Vanessa

755 88 2
                                    

Sepulang sekolah Karina masih suka melakukan aktivitasnya. Dia berjalan di lorong rak buku sambil mengamati beberapa judul buku untuk menjadi bahan jawaban. Jeno tidak bisa menemaninya kali ini karena laki-laki itu ada latihan untuk lomba terakhir di kelas dua belas ini. Alhasil Karina mengerjakan tugasnya seorang diri.

Karina kembali ke meja dan telah mendapati Vanessa yang sedang membaca resep masakan kue di sebrang tempatnya.

"Gue boleh duduk di sinikan?" tanya Vanessa sambil menurunkan buku yang menutupi sebagian wajahnya.

"Nggak masalah." Karina menjawab cuek dan membalik-balik bukunya. Sebenarnya dia kurang nyaman melihat Vanessa yang kini berada di depannya. Apalagi jika mengingat perlakuan Vanessa padanya dulu. Sangat tidak bisa Karina lupakan. Dia juga sedikit was-was jika Vanessa kembali melakukan hal yang kurang mengenakkan seperti dulu.

"Lo gak perlu takut sama gue Karina." Vanessa tersenyum kecil melihat kegugupan Karina di tempatnya. "Maaf Kar, gue banyak salah sama lo." Senyuman Vanessa berubah menjadi lebih murung.

"Nggak mudah sih maafin lo karena ya lo liat sendiri apa yang lo lakuin bisa bikin gue males sama lo." Karina meletakkan bolpoinnya dan menatap Vanessa dengan pandangan menutut penjelasan. Tidak mungkin perempuan itu menemuinnya tanpa sebab.

"Gue bener-bener minta maaf sama lo Karina. Maaf gue pernah ngebully lo. Gue tahu gue salah."

"Setelah lo kehilangan temen-temen lo. Lo baru nyadar?" tanya Karina dengan sarkas.

"Bukan gue yang kehilangan mereka. Tapi gue yang meninggalkan mereka." Vanessa tersenyum ke arah Karina. Senyuman sinis yang biasa diperlihatkan Vanessa itu tidak ada. Perempuan itu hanya tersenyum miris melihat kekonyolan hidupnya. "Gue seneng akhirnya lo jadian sama Jeno. Kalian kelihatan cocok banget."

"Terima kasih." Karina menurunkan egonya dan akhirnya mengurangi sedikit kadar kesinisannya pada Vanessa. Saat ini Vanessa tidak butuh kehakiman darinya. "Lo emang ada masalah apa?"

"Nggak ada." Bohong. Karina bisa melihatnya.

"Jammy?" Vanessa membulatkan matanya terkejut. Melihat respons Vanessa, Karina dapat mengetahui alasan perempuan itu dan juga teman-teman Jeno menjadi lebih pendiam. "Ada masalah kan?"

"Iya." Vanessa menunduk. Tidak ada jalan keluar untuk kembali memutar pembicaraan. "Ternyata mereka cuma mainin gue. Hanya karena taruhan. Tapi tenang aja. Gue yakin Jeno nggak berkaitan dengan itu karena Jeno nggak mungkin kepikiran sampai sana."

"Gue tahu sepolos apa cowok gue." Karina menyedekapkan dada dan menatap Vanessa menunggu kelanjutan ceritanya.

"Iya Kar. Langgeng-langgeng dah lu sama dia."

Karina menghembuskan napasnya. Dia tahu Vanessa sudah menjadi lebih baik. Tidak ada salahnya untuk memaafkan. "Iyaa makasih. Jadi... Vaniel, Rama, sama Jammy lagi berantem? Gara-gara lo itu?" Vanessa mengangguk sebagai jawaban.

"Kayaknya gitu."

"Lo sendiri deket sama siapa?" tanya Karina yang sedikit lebih lunak.

"Dari awal yang deketin gue Jammy, Kar. Tapi ternyata dia Cuma jadiin gue barang taruhan doang sama mereka."

"Kalau Jammy emang beneran suka sama lo gimana?"

"Memafaatkan itu susah ya Kar. Tapi rasa sayang gue sepertinya lebih dalam daripada rasa kecewa gue."

"Tunggu aja. Jammy pasti nyadar kok."

"Terima kasih Karina. Lo emang beneran baik. Cocok banget sama Jevano."

"Lo boleh kok curhat sama gue. Kalau gue bisa bantu tentu saja."

"Okay."

***

"Nono. Aku mau ketemu sama Mama aku. Jadi aku nggak bisa pulang bareng." Karina merangkul lengan Jeno menuju gerbang.

"Oke gapapa. Seneng-seneng ya sama Mama kamu." Jeno mengelus rambut hitam Karina dengan lembut, membuat sang empunya tersenyum dengan manis sambil mengangguk.

"Jangan lupa baikan sama temen kamu."

"Susah itu." Jeno melihat Jammy yang masuk ke dalam mobil ayahnya yang kali ini menjemputnya. Tidak bisanya.

"Gimana kalau double date aja?"

Jeno menatap Karina dengan pandangan tidak mengerti. "Emang mereka udah jadian? Bentar. Kan masalahnya sama temen-temen aku. Kenapa bawa Vanessa?" tanya Jeno yang kurang mengerti,

"Isshh sayangnya aku. Gini loh. Semua ini kan masalahnya ada di antara Vanessa sama Jammy. Jadi kalai Vanessa sama Jammy baikkan pasti bisa bikin Jammy baikkan sama kalian juga."

"Emang bisa gitu?"

"Coba aja deh. Okay?"

"Oke deh. Besok ajak aja Vanessa. Mau kemana emangnya?"

"Piknik. Aku pengen piknik sama kamu. Nanti aku ajak Vanessa bikin makanannya.

"Kalau piknik sekalian aja ngajakin Vaniel sama Rama."

"Jangan dong. Akward pasti ujung-ujungnya. Nurut yaa sayang." Karina mengusap dagu Jeno membuat laki-laki itu akhirnya mengangguk patuh. "Okay siap. Aku duluan ya. Muah." Karina mencium pipi Jeno secara kilat dan langsung lari meninggalkan Jeno.

Jeno terkejut dibuatnya. Dadanya terasa sangat berdebar. Karina itu sesuatu... ajaib. "Cieeee, dicium cecan." Vaniel menyenggol lengan Jeno dengan lengannya yang penuh keringat sehabis bermain basket di lapangan belakang bersama adek kelas.

"Tumben kamu belum pulang? Kepikiran Jammy?"

Jeno hafal sekali kebiasaan sahabat-sahabatnya ini. Mereka tidak akan pulang dengan cepat jika dalam kondisi yang kurang baik-baik. Vaniel dengan kegiatan sepak bolanya, Rama dengan praktikum tidak jelasnya, dan Jammy yang pasti dengan kegiatan musiknya.

"Iya pasti sih. Kita juga udah sahabatan dari lama. Baru kali ini bener-bener marahan segitunya hanya karena cewek." Vaniel menggeleng tidak habis pikir. Dia lalu mendudukkan dirinya di beton taman. Rama yang baru datang pun ikut duduk sambil membuka botol air minum dinginnya.

"Kenapa lu pada belum pulang?" tanya Rama yang menatap Vaniel dan Jeno bergantian.

"BIasa bimbingan. Bentar lagi lomba. Anak kimia nggak ada lomba?" tanya Jeno.

"Ada. Makanya gue buat penelitian itu. Gue ikutnya karya ilmiah sih ini. Lagi pengen mengembangkan sayap di penelitian aja. Lu sendiri ngapain Niel?"

"Gue akhirnya memilih untuk menerima tawaran pak Hercules terakhir jadi penyerang di lomba besok."

"Haha. Ngambis banget ya kalau lagi tengkar gini kita. Jammy juga lagi ikut muskalisasi puisi tuh." Rama memainkan botolnya.

"Udahlah. Mending kita pulang. Udah capek juga hari ini. Kalau mau, kalian mampir ke rumah dulu. Bunda masak banyak gegara Jeremi ulang tahun."

"Nggak bawa kado nih Jen?" tanya Vaniel.

"Nggak usah. Kalau dia minta bilang aja nyusul."

"Okay siap."


***

yuhuu... jangan bosen-bosen yakk. cerita mereka masih panjang

With you ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang