13. Tentang Karina

772 102 0
                                    

Perempuan dengan manik mata coklat itu menatap cangkir teh di depannya dengan anggun. Tak sedikitpun tertarik untuk mengamati orang-orang yang ada disekelilingnya maupun dekorasi kafe yang sangat memanjakan mata. Di dalam benaknya hanya satu, untuk mempertemukan ibu dan anak yang sudah lama berpisah. Varistyanto pasti tahu jika dia bertemu lagi dengan Karina, maka cepat atau lambat Karina akan bertemu dengan Aria-mamanya.

"Maaf tante Karina terlambat." Karina yang berdiri di samping meja itu lalu mendudukkan dirinya setelah Keisha tersenyum kepadanya.

"Tidak masalah Karina."

"Tante ada perlu apa sampai ingin bertemu saya?"

"Tante pernah janji sama kamu-kan waktu kamu main ke rumah. Tante janji akan mempertemukan kamu sama Mama kamu. Sekarang dia ada di sini."

Karina terkejut dengan pernyataan Keisha. Matanya berkeliling mencari sosok Mamanya. Lalu tepat di pandangan arah jam Sembilan, Karina menemukan Mamanya yang terseyum manis ke arahnya. Karina kembali menatap Keisha dan berterima kasih kepada wanita itu. "Terima kasih tante."

"Samperin Mama kamu Karina." Karina lalu berdiri dan berjalan kea rah meja tempat Mamanya berada. Keisha merasa terharu melihatnya. Sudah sejak lama Aria meminta tolong padanya untuk mempertemukannya dengan Karina.

Ponsel Keisha berdering di atas meja. Nama Varistyanto tertera dengan jelas di panggilan tersebut. Keisha mengangkatnya dan bersiap dengan segala kata yang keluar dari mulut pria itu.

"Apa yang kamu rencanakan Keisha?"

"Apalagi jika bukan untuk mempertemukan Karina dengan ibunya."

"Kamu masih ingat apa yang aku ucapkan dulu? Jangan pernah mencampuri urusan keluargaku."

"Kamu juga harus ingat Var. Aku dan Aria bukan hanya sekedar teman, kami sudah seperti saudara. Aria juga berhak untuk bertemu anaknya. Jangan menyiksa Karina lebih lama. Dia butuh sosok mamanya." Keisha menutup teleponnya dan kembali menikmati tehnya.

***

"Mama kemana aja? Karina kangen." Karina memeluk mamanya. Air matanya menetes begitu saja. Dia sangat merindukan mamanya.

"Mama ada di Amerika. Baru pulang seminggu yang lalu." Aria berkata dengan lembut kepada Karina.

Karina menatap mamanya dengan dalam. Sewaktu Karina mengunjungi perusahaan Aira beberapa bulan yang lalu di Amerika, Karina tidak mendapatkan informasi apapun. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan itu pada mamanya.

"Mama kenapa wajahnya pucat gitu? Mama sakit?" tanya Karina sambil menggenggam tangan Mamanya.

"Siapa bilang? Enggak kok. Mama sehat banget. Kamu mau jalan-jalan nggak sama Mama?"

"Mau dong. Kangen banget sama Mama."

Hari itu Karina menghabiskan waktu bersama Mamanya. Rasa rindunya seolah terobati begitu saja. Masa-masa dimana dia tumbuh sendiri rasanya terbayarkan begitu saja. Tidak ada rasa benci dihatinya. Dia tetap menyayangi mamanya bagiamanapun keadaannya.

***

"Kamu yakin ini cara terbaik?" tanya Jeno yang memegang pelantang dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Iyaalah. Ini hal yang paling romantis Jen. Cara nembak cewek emang gini." Vaniel mencari-cari lagu yang cocok untuk dimainkan oleh Jeno.

"Sebenernya yaa Niel. Cara kayak gini tuh udah basi banget sih. Kek udah biasa gitu yang beda kek." Rama menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Vaniel dengan sejuta ide di otaknya hanya memberikan ide seperti ini?

Vaniel menatap Rama dengan malas. "Tuh lihat tuh." Vaniel menunjuk dua kantong besar di atas meja. Isinya makanan dan kembang api. Ada satu rangkaiang bunga besar juga.

"Ohhh. Gue kirain ide lu cetek bener."

"Lu kayak nggak percayaan gitu sama gue lan anjir. Sebenernya gue mau ngide nurunin helikopter tapi ya mana mungkin sih bisa dilakuin di depan rumah Karina. Bisa-bisa diamuk warga."

"Nah tumben lu mikir dulu."

"Gue selalu mikir dulu yee bambank. Lagian nih ya, nggak peduli udah antimaenstream tapi kalau yang bawain orang terkasih mah semuanya okey Ram."

"Mau nyanyi apa Jen?" tanya Jammy yang dari tadi lebih memilih diam. Tidak biasanya Jammy diam.

"Lagunya Elvis Presley, can't help falling in love."

"Buseett lagunya." Vaniel menggelengkan kepala. Benar-benar selera Jeno.

"Yaudah sih Niel. Itu bagus kok. Bermaknaa namanya." Rama lalu pergi dan menata kembang api untuk disusun sepanjang tempat dari pintu taman menuju tempat Jeno berada. Vaniel dan Jammy mengikuti dari belakang.

Sepulang dari berkeliling kota bersama Mamanya. Karina dikejutkan dengan wajah Vaniel dan Rama yang duduk di depan taman rumahnya. Mereka menyuruh Karina untuk mengikuti kembang api yang sudah dihidupkan Vaniel dan Rama ketika Karina sampai. Kembang api itu saling dikaitkan dengan benang yang sudah dicelupkan bensin sehingga apinya bisa menjalar dan tidak perlu menyalakan api satu persatu.

Karina menemukan Jeno di tengah-tengah taman di kelilingi dengan lilin berwarna merah. Karina tertawa melihatnya. Pasti ini bukan rencana Jeno sendiri. Terlihat bagaimana Jeno selama ini sangat tidak mungkin memiliki ide seperti ini. Tapi sangat menyenangkan melihat Jeno berada di tengah-tengah cahaya lilin sambil memangku gitar. Laki-laki itu tersenyum dengan manis dan mulai menggerakkan tangannya di atas senar.

Suara berat dari Jeno berpadu dengan alunan gitar itu membuat mala mini terasa sangat romantis. Apalagi lagu yang berjudul can't help falling in love ini cocok dengan suara Jeno yang berat. Karina merinding mendengar suara Jeno. Benar-benar indah dan menenangkan.

Lagu itu selesai. Jeno berdiri sambil membawa bunga yang diletakkan Vaniel di samping kursi tadi. Dia berjalan kea rah Karina dan memberikan bunga itu. "Aku nggak tahu harus gimana bilangnya." Jeno memegang tengkuknya dengan kikuk. Jantungnya berdebar tidak karuan sedari tadi.

Karina mengambil bunga itu dan menciumnya. Wangi. Dia lalu tersenyum ke arah Jeno. "Mau bilang apa sih Jen?" Karina menggoda Jeno dan membuat Jeno semakin kikuk di tempatnya.

"Emmm..." Jeno melirik Vaniel dan Rama. Kedua orang itu menyuruhnya untuk cepat mengatakan yang sejujurnya. "I can't help falling in love with you Karina. The first time I see you, I think you are special. Every time we spend together, I like it. Then, I stand here to say that I love you Karina. Would you be my girlfriend?" tanya Jeno akhirnya setelah berhasil menentramkan perasaannya.

Karina tersenyum dan mengangguk. "Ya! I love you Jeno." Karina lalu memeluk Jeno dengan erat. Tempat ternyaman baginya setelah pelukan kedua orang tuanya. Hari ini Karina sangat bahagia. Bertemu dengan mamanya dan menjadi pacar Jeno. Semua hidup Karina sedikit demi sedikit terasa lebih baik. Hal itu dimulai dari pertemuannya dengan Jeno. Ya... Jeno adalah sumber kebahagiaannya.


***

Hello!

Ada yang nungguin nggk ya? Hehe. Maaf kalau jarang banget update karena kemarin aku lagi ada UAS jadi baru bisa ngelanjutin cerita ini lagi. So. Thank you banget yang udah mau baca, vote, dan komen. Luv u all

With you ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang