Seperti biasanya setiap hari minggu, Jeno, Vaniel, Rama, dan Jammy selalu menghabiskan waktu bersama seharian penuh. Tidak ada aturan pasti memang, tapi setiap hari minggu mereka sepakat untuk saling bermain. Kali ini rumah Rama sasarannya. Anak dengan otak Einstein memang berbeda, kamarnya dipenuhi dengan buku-buku sains dan juga peralatan untuk praktikum. Jeno selalu tidak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya itu. Setiap mereka datang ke rumah Rama, maka peralatan praktikum itu akan selalu bertambah. Bahkan Rama memiliki ruang praktikum pribadi.
"Masih nggak habis pikir sama lu Ram. Orang-orang seumuran kita tuh ngoleksinya mainan kayak gundam, ps, video game. Lah lu? Buku sains sama perabotan kek gini. Mana gue gapaham lagi ini gunanya apa." Vaniel mengambil labu ukur dari salah satu rak tempat Rama memajang alat praktikumnya.
Rama dengan segera mengambil labu ukur itu dan mengembalikannya di rak. Dia tidak mau peralatan praktikumnya digunakan Vaniel lagi untuk dijadikan tempat yang bukan fungsinya. "Jauh-jauh deh lu dari rak kesayangan gue." Rama melambaikan tangannya mengusir Vaniel. Dia tidak mau salah satu alat praktikumnya bernasib sama seperti gelas ukurnya dulu yang digunakan Vaniel untuk meminum jus jeruk.
Ohh ya jangan lupakan, Vaniel pernah membakar spirtus hanya untuk memanggang daging mereka yang sudah dingin atau mangkok tempat menghaluskan zat dipakai Vaniel untuk wadah soto. Bukan hanya itu, buku sains kesayangannya pun dijadikan tempat untuk tatakan mie goreng setelah laki-laki itu membawanya masuk ke dalam kamar. Rama benar-benar harus ekstra menjaga barangnya ketika teman-temannya datang, terutama menjauhkannya dari Vaniel.
Rama siswa terpandai di bidang sains, khususnya dalam bidang kimia. Dia jagonya, tapi sayangnya ada satu mata pelajaran yang benar-benar lemah untuk Rama sehingga dia tidak bisa mendapatkan peringkat pertama. Berbeda dengan Jeno yang bisa menguasai semua pelajaran dan jago dalam bidang matematika. Alhasil peringkat pertama itu jatuh kepada Jeno. Rama tidak iri sama sekali, justru dia tahu di mana batasnya. Sekalipun dia paling jago di bidang sains tapi jika ada satu yang benar-benar dia lemah tidak ada alasan untuk tidak terima. Lagipula Jeno memang memiliki kemampuan di semua bidang dengan sangat baik. Tidak ada yang dia tidak bisa. Laki-laki yang sempurna. Hanya terlalu bego saja dalam hal cinta.
"Mau makan kagak?" tanya Vaniel. Mereka masih di dalam kamar Rama.
"Boleh-boleh." Semuanya mengatakan dengan setuju.
"Iya boleh tapi di luar ajaa. Gue kagak mau barang-barang gue lu jadiin tempat makan yew." Rama membuka pintu kamarnya dan mengusir teman-temannya untuk berada di ruang televisi, agar barang-barangnya aman.
Ketiga laki-laki itu tertawa dan berjalan ke luar kamar. Rama memang menjadi overprotektif dengan barang-barangnya. Tentu dia tidak mau barang-barangnya mendapat perlakuan yang semena-mena dari ketiga temannya, terutama Vaniel yang memang sangat-sangat menguji kesabarannya.
"Mau ngegame nggak Jen?" tanya Vaniel ketika mengambil play station milik Rama yang berada di bawah televisi.
"Hayuk aja." Jeno mengambil satu ps sedangkan Vaniel mengubah saluran televisi dan memasukkan video game.
"Ngomong-ngomong lu sama Karina gimana nih Jen?" tanya Vaniel disela-sela pemilihan karakter yang akan mereka guankan untuk bermain.
"Ya gitu-gitu aja mau kek gimana emangnya?" tanya Jeno yang belum mengerti arah pembicaraan Vaniel.
"Lu suka sama dia kagak sih?"
"Suka-suka," balas Jeno yang masih memilih fokus pada game di depannya.
"Kalau dia diambil orang gimana?"
"Emang dia deket sama siapa lagi sih?" Jeno tidak menjawab justru balik bertanya pada Vaniel. Vaniel menghentikan permainan dan menatap Jeno dengan agak kesal.
"Gini lho Jen. Lo tahu kan Karina suka sama Lo? Lo juga suka sama dia. Terus kenapa nggak jadian ajasiih?" tanya Vaniel tidak habis pikir.
Jeno meletakkan ps-nya dan melepas kacamatanya. Dia menyenderkan tubuhnya pada sofa yang saat ini dijadikan tempat tidur oleh Jammy. Laki-laki itu memilih rebahan di sofa daripada ikut bermain ps yang jelas ujung-ujungnya nanti Vaniel tidak terima jika dikalahkan oleh Jeno. Sedangkan Rama sedang memesan makanan melalui telepon.
"Hmmm..." Jeno memijat kepalanya yang terasa pusing seketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Vaniel. Bukannya nggak mau jadian, tapi Jeno bingung bagaimana mengatakannya kepada Karina ataupun bagaimana memulai sebuah hubungan. "Aku bingung aja sih Niel gimana ngungkapinnya. Tahu sendiri aku bego masalah cinta, perasaan sendiri aja nggak tahu gimana kalau bukan kamu yang bilang mana aku sadar."
"Bilang kek dari dulu ahhh sialan lu mah. Gampang itu." Vaniel menaikkan sedikit volumenya sampai membuat Jammy yang menutup matanya terbuka dan menatap Vaniel dengan pandangan bertanya.
"Ada apa nih?" Rama yang baru sampai pun ikut bertanya kepada Vaniel.
"Ini nih temen lu butuh bantuan buat nembak cewek." Vaniel menggoda Jeno sambil menaikkan alisnya. Jeno hanya bisa diam dan menyembunyikan rasa malunya sambil tersenyum segaris.
"HAHAHA!" Rama dan Jammy langsung tertawa mendengarnya.
"Gampang itulah Jen. Gue bantuin biar jadi paling romantis." Jammy tesenyum lebar dengan sombongnya. Maklum dialah jagonya membuat perempuan jatuh hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...