Tidak ada yang mudah untuk mengambil pilihan. Akan tetapi, kini Karina mengambil keputusan paling sulit yang pernah ada. Dia ingin kembali merasakan yang namanya hidup. Setelah sekian lama hidup dalam ketidakhidupan. Dia memang hidup, tapi hatinya tidak. Rasanya setelah bertemu dengan Jeno dia ingin menghabiskan banyak waktu dengan laki-laki itu. Melihat senyum Jeno dan jalan-jalan dengan Jeno. Apalagi ketika bertemu dengan Mama Jeno kemarin, dia merasa seperti menemukan titik hidupnya kembali.
Dia tidak ingin lari lagi dari kenyataan dengan menghabiskan banyak waktunya menjadi model. Menyibukkan diri dengan semua jadwal pemotretan yang biasa dia ambil. Bahkan sengaja mengambil job-job di jam pelajaran sekolah hanya untuk menghindari bisingnya keramaian kelas. Kali ini tidak, Karina ingin menghadapi kehidupan lagi. Dia ingin selalu melihat Jeno di sekolah.
"Kamu beneran mau mengundurkan diri dari agensi?" tanya Varistyanto kepada putrinya yang sedang menata rambutnya di depan cermin.
Karina menoleh lalu tersenyum. "Aku ingin fokus dengan sekolah Pa. Lagipula tidak ada alasan lagi buat aku untuk lari dari kenyataan."
"Bagus kalau begitu." Varistyanto mengusap rambut anaknya dengan lembut. "Besok ada acara bazar amal yang diadakan salah satu cabang perusahaan Papa. Papa harap kamu bisa datang. Nanti Papa kenalin kamu sama Jeno."
"Sebenernya aku udah kenal sih Pa. Bahkan dua hari yang lalu aku ke rumahnya."
Raut wajah Papanya yang berubah seketika membuat Karina terpekur. Ada yang disembunyikan Papanya dari Karina ketika mendengar rumah Jeno. Namun beberapa detik kemudian Papanya mengubah raut wajahnya. Dia tersenyum simpul dan mengecup puncak kepala anaknya. "Yaudah Papa pergi dulu."
Varistyanto melangkah menuju pintu dengan perasaan campur aduk. Dia hanya memikirkan satu hal. Jika Karina ke rumah Jeno pasti bertemu dengan Keisha. Wanita itu pasti membicarakan Jihan-Mamanya Karina. Bagaimana bisa Keisha menemukan Karina setelah sekian lama? Ini sangat tidak baik untuk hubungannya dengan Karina nantinya. Varistyanto lalu pergi dari depan pintu kamar anaknya dan menelepon seseorang, dia harus memastikan sesuatu.
***
Jeremi memasuki kamar Jeno dengan wajah yang tertekuk berkali-kali lipat. Bahkan wajahnya memerah, pertanda tidak baik untuk keberlangsungan hidup Jeno. Jeremi lalu mematikan computer Jeno tanpa berkata-kata. Hidungnya naik turun bersiap menghujani sumpah serapah kepada kakaknya.
"Apa?" tanya Jeno dengan wajah tanpa dosanya seolah tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
"Abang tahu nggak?" Jeremi berkata dengan lirih dan dalam. Sebenarnya mengerikan, hanya saja Jeno berusaha untuk tetap tenang. "ABANG DISURUH BELIIN JEREMI ES KRIM NGGAK MAU TAPI ABANG AMBIL SEMUA ES KRIM CORNETTO JEREMI. JEREMI CUMA BISA BELI 2 LOH BANG TADI ITU KARENA LEBIH MILIH ES KRIM MAGNUM TAPI ABANG MALAH NGAMBIL ES KRIM JEREMI TANPA TANYA DULU SAMA JEREMI!"
Setelah puas meluapkan semua isi hatinya. Jeremi menarik pipi Jeno dengan lebarnya. Dia tidak peduli jika wajah ganteng turunan pangeran itu melebar tidak berbentuk. Hanya satu saat ini, Jeremi sedang kesal.
"Wah wah parah!" Mark yang mendengar perang terjadi di lantai atas ketika bermain dengan love bird kesayangannya pun segera berlari ke lantai kamar Jeno. Benar saja, tapi Mark terlambat. Wajah Jeno sudah tidak berbentuk saat ini.
Mark menarik tangan adiknya dan membawanya menjauh dari Jeno. Dia merasa prihatin dnegan wajah tampan adiknya yang kini berubah warna menjadi merah. Sangat-sangat tidak beruntung memang.
"Kalian kenapa lagi?" tanya Mark ketika Jeremi sudah sedikit tenang.
"Bang Nono ngambil es krim Jeremi Bang Mark."
"Es krim doang ribet amat sih Jer. Aku bisa beliin satu kardus es krim kalau kamu mau. Wajah aku ini kalau rusak mahal loh bayarannya." Jeno kesal setengah mati jika fisiknya sudah dijadiin ajang balas dendam Jeremi. Bisa saja sebenarnya Jeno menghempaskan Jeremi begitu saja, tapi jika itu terjadi Jeremi bisa terbentur seperti kejadian lima tahun lalu. Ujung-ujungnya Jeremi harus diopname semala tiga hari karena punggungnya terasa remuk.
"Ada apa ini?" tanya Keisha yang baru masuk ke dalam kamar Jeno dan menemukan wajah Jeno yang sudah memerah. Pertengkaran Jeremi dan Jeno pasti seperti ini, berbeda dengan pertengkaran Jeno dan Mark yang akan benar-benar adu otot. Pertengkaran Jeremi dengan Mark berbeda lagi, hanya adu mulut dan sindir-sindiran tapi cukup membuat keadaan rumah menjadi sangat gaduh. "No, kompres wajahmu itu pakai air es. Makanya kalau mau ngasih cewek es krim, beli sendiri. nganterin pulang juga... kan bisa belinya di jalan. Udah tau adik kamu itu kayak singa kalau es krimnya di ambil masih aja nekat."
Keisha beralih menatap Jeremi. "Kamu juga, es krim doang Mama udah beliin tuh. Ada 10 biji cornetto. Kalau mau dihabisin malem ini juga Mama nggak masalah Jer. Kamu harus dewasa dikit, jangan apa-apa berantem kayak gini. Udah gede juga."
"dan kamu Mark, jangan sering pulang malem. Percuma Mama masak buat porsi kamu kalau nggak dimakan. Mama mau nonton film, awas kalau kalian berlanjut. Mama bakal kasih hukuman buat kalian." Keisha lalu menutup pintu kamar anaknya dan berjalan menuju ruang keluarga untuk menontong televisi.
"Wahhh benar-benar Mama sangat adil. Yang berantem lu pada, gue juga ikutan kena. Nggak habis thingking gue." Mark menggeleng lalu mendekat kea rah Jeno. "Nggak habis pikir lagi adek gue ini udah deket sama cewek aja." Mark lalu meninggalkan kamar Jeno.
"Kalau buat Kak Karina mah aku santai aja. Abang sih nggak bilang." Jeremi lalu meninggakan kamar Jeno juga.
"Emang ya dasar. Punya saudara random aja semuanya." Jeno bergumam sambil menyentuh pipinya yang masih terasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...