15. Setelah Pacaran

776 93 0
                                    

Karina melangkahkan kakinya seperti biasa menuju kelas. Setelah Jeno berpisah dengannya karena berbeda jurusan Karina melangkah ke lorong ips dengan tenang. Matanya tersenyum memperhatikan ponsel yang menampilkan wajah Karina dan Jeno yang berfoto bersama semalam. Benar-benar momen yang menyenangkan.

Notifikasi dari instagram itu berada di pop upnya. Jeno mengunggah sesuatu. Karina penasaran dan membukanya. Ternyata foto dirinya bersama dengan Jeno semalam. Lalu Karina membaca caption Jeno, "Mine" hanya satu kata tapi berhasil membuat gempar seluruh sekolah. Banyak komentar yang memenuhi instagram Jeno. Banyak komentar juga yang menandainya. Untungnya komentar itu semuanya berisi positif dan membuatnya tenang.

Setelah Karina memasukkan ponselnya ke dalam saku dia kembali menatap lorong sekolah dan mendapati semua pasang mata menatapnya. Mereka menyapa Karina meskipun tidak kenal sebelumnya. Hmmm... efek seorang Jeno memang sangat besar.

Siangnya ketika makan di kantin bersama Karina melihat ada yang tidak beres dengan Jeno. Wajahnya terlihat kusut dan tidak selera makan. Vaniel dan Rama juga terlihat tidak bersemangat. Padahal biasanya kedua orang itu akan saling beradu argument. Tapi yang sangat dipertanyakan Karina adalah Jammy. Meskipun laki-laki itu diam tapi selalu hadir di antara mereka. Karina tidak ingin mencampuri urusan yang lain. Dia menatap Jeno yang dengan malas-malasan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Sini!" Karina mengambil sendok dan piring Jeno membuat si empunya keheranan. "Kalau nggak napsu makan. Aku suapin. Hehe." Karina tersenyum manis dan menyuapkan satu sendok penuh nasi goreng ke depan bibir Jeno.

Jeno yang mendapatkan perlakuan manis tak kuasa untuk tidak tersenyum. Dia lalu membuka mulutnya dan tersenyum kembali dengan matanya yang sudah menampakkan bulan sabit. Vaniel dan Rama yang semula terlihat tidak bersemangat kini sudah bersiap ingin memukul meja tempat mereka makan.

"Bener-bener ye lu berdua. Mentang-mentang udah jadian jadinya ngumbar kemesraan mulu." Vaniel yang pertama kembali menemukan moodnya untuk berdebat.

"Sabar Niel sabarr. Makanya nyari pacar." Rama menenangkan Vaniel dengan mengusap punggungnya.

"Maaf. Habisnya kalian keliatan lesu gitu. Mana Nono juga kelihatan nggak napsu makan." Karina menimpali dengan kikuk. Dia sebenarnya tidak biasa melakukan hal seperti itu. Apalagi di tempat umum. Ini pertama kalinya bagi dia.

"Nono?!" Rama mengulangi panggilan Karina untuk Jeno. Rama sudah sering mendengarnya ketika di rumah Jeno. Mereka bahkan ingin ikut memanggil Jeno dengan sebutan Nono tapi tidak diperbolehkan oleh si empunya. "Kenapa kita nggak boleh lu kayak gitu Jen?" tanya Rama sambil melirik dengan sinis.

"Hanya Mama, Papa, Kak Mark, Jeremi, dan Karina yang boleh manggil Nono," jawab Jeno dengan mutlak. Mulutnya masih penuh dengan nasi goreng. Bibirnya bahkan keliatan sangat berminyak.

Karina mengambil tisu dan mengelap bibir Jeno. Laki-laki manis itu kembali tersenyum dengan senang hati. Perasaannya jauh lebih baik saat ini. Seketika dia melupakan masalah persahabatannya. Begitu juga dengan Vaniel dan Rama. Karina menyuapkan nasi goreng terakhir dan menyingkirkan piring itu ke samping meja. Tatapannya beradu pandang dengan salah satu pengunjung yang duduk di kantin sebrang.

Ya. Itu Vanessa. Perempuan itu mengamatinya dari sejak awal mereka duduk dan menghabiskan waktu bersama dengan diam. Vanessa tidak melewatkan satu gerakan pun yang dilakukan Karina, Jeno, Vaniel, dan juga Rama. Dia mengamatinnya dengan sangat apik.

Karina membiarkan Vanessa dan kembali menatap Jeno. Dia tidak peduli dengan perempuan itu. Kini dia sudah aman bersama Jeno dan teman-temannya. Vanessa tidak akan pernah mengganggunya lagi. Karina yakin itu.

"Keknya lama-lama gue bareng kalian berdua jadi nyamuk mulu yee. Mending gue nyari cewek aja gasih?" tanya Vaniel yang sudah mencapai titik sabarnya. Ditambah dengan pemandangan Karina yang memegang gelas Jeno ketika laki-laki itu akan minum. Benar-benar membuatnya kepanasan.

"Ya cari cewek sana Niel. Lagian kamu juga bisa asal tunjuk aja." Jeno mengatakannya setelah acara makan dan minumnya selesai.

"Akhirnya lu ngomong juga ya Jen setelah selesai makan sama minumnya," sindir Vaniel dengan rasa iri yang tertahan sejak tadi.

"Hehe." Lagi, Jeno hanya tersenyum dengan manis. Dia bahagia saat ini. Bahagia yang sederhana bersama Karina. "Lagian bener kok. Banyak tuh fansnya Vaniel. Tinggal pilih pasti bisa."

"Masalahnya ya Jen. Cinta itu nggak asal nunjuk. Kayak gini." Vaniel menunjuk asal tangannya ke arah salah satu meja. Rama, Jeno, dan Karina menatap orang yang ditunjuk Vaniel.

Ada anak perempuan dengan aksesoris serba pink yang cukup terkenal di sekolah mereka. Namanya Ayla. Salah satu pemilik perusahaan tekstil yang dikenal sangat manja. Vaniel yang melihat teman-temannya tersenyum paksa akhirnya menatap kea rah tangannya. Dia membulatkan matanya begitu mengetahui bahwa itu adalah Ayla.

Perempuan bernama Ayla itu menatap Vaniel dengan manis. Kemudian berdiri dan berjalan ke arah Vaniel. Rama yang ada di sampingnya menepuk pundak Vaniel dan berkata, "kayaknya jodoh lo emang asal tunjuk."

"Hallo kak!" Ayla tersenyum dengan manis. "Kenalin aku Ayla." Ayla menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Vaniel dengan ragu menyambut tangan Ayla. Setelah itu perempuan itu pergi ke luar dari kantin.

"Wah gilak. Gue kaget." Vaniel memegang dadanya yang berdebar dengan kencang. Dia hanya takut jika perempuan itu akan mengejarnya seperti mengejar teman sekelasnya dulu.

"Tapi kayakanya itu anak udah berbeda dari yang dulu Niel." Jeno menumpu tangannya di pipi, matanya menatap Vaniel dengan serius.

"Beda gimana Jen?" Rama menjadi lebih ingin tahu.

"Aku cukup kenal sama dia karena sama-sama anak olim matematika. Dia ramah anaknya dan kamu tahu sendirikan dia deketin Jovan. Tapi kamu tahu sendiri gimana. Sejak saat itu dia agak murung gitu."

"Tapi dia masih deketin gue tadi."

"Itu aku nggak tahu. Kamu suka sama dia?" tanya Jeno yang justru lebih penasaran dengan Vaniel.

"Mana mungkin anjir, gue aja baru tahu dia. Kita beda jurusan juga."

"Hmm... kamu nggak bakal nyesel sih kalau deket sama dia. Ayo Kar, aku anterin ke kelas. Aku duluan." Jeno mengenggam jemari Karina dan membawanya keluar dari kantin.

With you ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang