Sebenarnya semalam Jeno sudah bersiap untuk tidak tidur demi ingin menjemput Karina tapi perempuan itu sangat menolak bahkan dengan sengaja mematikan ponselnya. Alhasil Jeno berakhir memainkan game di komputernya sampai pagi hari. Saat jam sudah menunjukkan pukul empat pagi, Jeno lalu bersiap dengan baju olahraganya untuk melaksanakan rutinitas pada pagi harinya. Jeno lalu turun dari lantai atas dan masuk ke dapur untuk mengambil minum. Di sana ada mamanya yang sudah memasak.
"Kamu mau Mama masakin apa No?" tanya Mama Jeno yang masih fokus memasukkan sayuran ke dalam panic.
"Cumi-cumi sambal goreng."
"Kamu kemarin enggak mau bantuin Mama belanja sekarang minta cumi-cumi."
"Cumi-cumi ya Ma." Jeno menatap mata Mamanya dengan puppy eyesnya. Mamanya mencibir lalu mengambil baskom yang ada di tempat cuci piring sebelumnya. Di dalam baskom itu sudah ada cumi-cumi yang bersih dan segar.
"Kamu tahu aja kalau Mama udah beli cumi."
"Tahu dong Ma, kan Mama selaku sedia bahan untuk kesukaan kita."
"Yaudah sana. Kamu mau sepedaan kan? Hati-hati ya."
"Iya Ma." Jeno berhenti setelah satu langkah selesai. "Ma, nanti bawain Nono dua bekal ya?"
"Mau buat siapa? Itu mana cukup buat empat orang?" tanya Mama yang berpikir bahwa bekal itu untuk sahabat-sahabat Jeno.
"Bukan buat trio semprul Ma. Buat Karina, sepertinya dia kekurangan gizi gitu."
"Okay Mama bakal bikinin Karina makanan dan juga buat sahabat-sahabat kamu."
"Oh iya ma, nanti aku mau ngajakin Karina ke sini enggak apa-apa?" tanya Jeno yang membuat Mama melongo mendengarnya. Dia tidak habis pikir mengapa semua orang yang ditemuinya belakangan ini selalu syok mendengar perkataannya.
"Enggak apa-apa. Malah lebih bagus. Mama akan bikinin kalian masakan yang enak."
Jeno tersenyun dengan lebar lalu melangkahkan kakinya keluar dari dapur. Dia lalu mengambil sepeda dan melajukannya di sepanjang jalan khusus sepeda sejauh dua puluh kilometer. Jeno lalu mengelap keringatnya dan menatap sinar matahari pagi yang mulai menampakkan wajahnya. Hanya dengan bersepeda bisa membuat dirinya merasa lebih segar. Apalagi udara pagi hari yang masih belum terjamah polusi udara sangat melegakan hidung jika dihirup.
***
Jeno melangkah dengan percaya diri memasuki ruang kelas Karina. Begitu menemukan perempuan itu yang masih sibuk membaca, Jeno tersenyum dengan lebarnya. Karina menurunkan buku bacaannya ketika melihat Jeno berjalan ke arahnya.
"Dari Mama." Jeno meletakkan wadah berwarna merah ke atas meja Karina. Wajahnya tersenyum manis menatap betapa lucunya ekspresi terkejut yang ditampilkan Karina. Jeno lalu mengelus rambut Karina sambil berkata, "Jangan lupa dimakan, nanti pulangnya sama aku."
Jeno tersenyum sekali lagi sebelum dia membalik tubuhnya. Jeno memastikan Karina sebelum benar-benar pergi, dia menatap perempuan itu dari jendela. Dia dibuat tertawa kembali karena Karina bahkan belum menggerakkan tubuhnya barang se-inchi pun. Masih sama seperti saat Jeno mendatanginya.
Langkah Jeno kembali berhenti saat menemukan Vanessa yang menghadang jalannya. "Kita perlu bicara Jeno." Vanessa membalik tubuhnya lalu berjalan lebih dahulu.
Jeno mengikuti Vanessa sampai ke taman belakang sekolah yang pagi ini masih sepi. Jeno menatap tidak minat ke arah Vanessa. Dia tidak ingin bertemu dengan perempuan yang ada di depannya saat ini.
"Jelasin kenapa kamu mengunggah foto bersama Karina beberapa hari yang lalu?" tuntut Vanessa menerima penjelasan.
"Memangnya kenapa? Ada yang salah? Itu akun aku dan kamu nggak berhak nanya-nanya."
"Aku suka sama kamu Jeno. Apa kurang jelas selama ini?"
"Terus?" tanya Jeno tidak peduli.
"Apa kamu enggak suka sama aku?"
"Kenapa aku harus suka sama kamu? Suka perempuan yang mengganggu orang lain hanya untuk memiliki seseorang?"
"Aku..." Vanessa mendekat kea rah Jeno sambil membesarkan matanya. "... enggak akan pernah nyerah sama kamu sebelum aku bisa dapatin kamu."
"Oopsii!" Suara tepukan tangan dari arah pintu masuk membuat Vanessa menatap ke asal suara. Ada Vaniel, Rama, dan juga Jammy yang masuk ke dalam percakapan kedua orang itu. "Hallo Vanessa, aku kembali." Jammy menjilat es krimnya dan mengedipkan matanya dengan genit ke arah Vanessa. Lalu menyerahkan satu bungkus es krim ke tangan Vanessa tapi disingkirkan begitu saja.
"Apapun yang kamu rencanakan sama temen kamu, aku enggak akan jatuh sama mereka." Vanessa lalu meninggalkan keempat laki-laki itu.
"Tunggu Van." Jammy mengejar Vanessa sebelum perempuan itu semakin mendekati pintu keluar. "Gue bener-bener ngasih es krim ini ke lo. Jangan lupa dimakan."
Vanessa menggenggam es krim itu dengan erat lalu kembali melangkah meninggalkan area taman belakang.
"Wahhh! Lo nyuri start Jam." Vaniel memegang bahu Jammy yang masih memandangi kepergian Vanessa.
"Gue yakin, dia bisa takluk sama gue."
"Kalian menyeramkan." Jeno menggeleng tidak habis pikir dengan kelakuan sahabat-sahabatnya. "Oh iya, ke kelas aku gih. Ngambil makan siang dari Mama."
"ASEKK." Sorak ketiga laki-laki itu sambil berjalan dengan riang mengikuti Jeno yang sudah lebih dulu berjalan.
***
Seperti janji Jeno sebelumnya, dia akan mengajak Karina ke rumahnya dengan menggunakan motor. Kali ini Jeno benar-benar menepatinya. Karina menatap Jeno sambil tersenyum menggoda. "Ternyata beneran pakai motor... sepedanya kemana?"
"Untuk sementara, tuan putri naik motor." Jeno memasangkan helm berwarna hijau neon ke kepala Karina. Karina terkejut tapi dia sudah bisa sedikit menyembunyikannya. Jika tidak mau sampai kapan dia akan selalu membeku di samping Jeno?
"Oh iya, terima kasih makanannya. Rasanya enak banget."
"Sama-sama."
"Buat tempat makannya, aku kembaliin besok ya."
"Oke." Jeno lalu melajukan motornya keluar sekolah. Kali ini Jeno mengajak Karina melihat taman mawar yang cukup ramai dikunjungi akhir-akhir ini.
Begitu memasuki kawasan tempat bunga mawar tumbuh, Karina sangat terpesona. Dia bahkan terlihat takjub dan menatap semua bunga itu dengan mata berbinar. Jeno kembali mengambil ponselnya dan mengabadikan momen itu. Karina terlihat indah meskipun dari belakang. Perempuan itu lalu menoleh dan tepat saat itu Jeno mengabadikannya.
"Kamu memotoku diam-diam?" tanya Karina yang tidak percaya dengan tebakannya sendiri. "Lebih baik kita berfoto bersama."
Dengan semangat Karina mengambil ponsel Jeno dan mendekatkan tubuhnya agar mereka bisa terlihat dalam satu layar. Beberapa kali mereka berganti gaya dan saat dirasa cukup, Karina lalu memberikannya pada Jeno. "Sudah. Lebih baik kita jalan-jalan sekarang."
Mereka lalu berjalan di jalan setapak kecil di tengah-tengah bunga mawar berwarna merah. "Kamu suka bunga mawar Jen?" tanya Karina dengan penuh keingintahuan.
"Enggak juga."
"Tapi kamu seperti bunga mawar gitu. Terlihat menyeramkan karena banyak duri tapi bunganya sangat indah dan memesona."
"Jadi kamu memujiku atau..."
"...memuji dengan sedikit kejujuran." Karina melebarkan senyumnya ke arah Jeno untuk menetralkan suasana. Karina lalu berlari ke salah satu penjual bunga mawar dan kembali ke hadapan Jeno sambil membawa setangkai bunga mawar berwarna putih. "Kamu lebih tepat seperti mawar putih. Hati kamu baik seperti mawar putih yang tanpa noda."
Jeno menerima bunga itu sambil memandang wajah Karina yang terlihat bahagia saat ini. Baginya bukan mawar di tangannya yang indah, tapi perempuan di depannya. Matanya begitu indah sampai Jeno tidak ingin mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...