Varis masuk ke dalam ruang kerja Bagas dan langsung mencengkram kerah kemeja Bagas. Pria itu sedang dalam kemarahan puncaknya. Dia tidak habis pikir bagiamana bisa Keisha merencanakan sesuatu di belakang Varis.
"Aku udah bilang jangan pernah mencampuri urusan keluargaku Bagas."
Bagas yang lebih berotot dari Varis langsung menghempas kedua tangan Varis di kerah lehernya. "Kita sudah membicarakan ini dari dulu Varis. Masalah peribadi tetap masalah pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kantor."
Bagas sangat tidak menyukai terlibat perkelahian. Apalagi ketika berada di dalam kantor seperti ini, bisa dilihat oleh karyawannya dan tentu saja membuat suasana kantor menjadi tidak nyaman.
"Isteri kamu seharusnya sudah cukup mencampuri urusan aku dengan Aria."
Bagas mendudukkan dirinya di sofa yang ada di depan meja kerjanya. Dia menatap Varis dengan pandangan yang penuh akan kata-kata yang siap Bagas sampaikan. "Keisha dan Aria itu sahabat dari lama. Dari mereka kecil, maka dari itu mereka saling melindungi. Keisha hanya ingin mempertemukan Aria dengan Karina. Bahkan kamu memblokir semua akses Aria untuk menghubungi Karina. Bahkan kamu juga menjauhkan Karina dengan Keisha. Jika bukan karena Jeno dan Karina berada dalam sekolah yang sama. Mereka tidak akan pernah bertemu. Aku sudah mengikuti semua yang kamu inginkan Varis. Membiarkan Keisha mencari tahu sendiri. memang sudah saatnya mereka bertemu."
"Ini semua salah Aria. Dia yang memilih meninggalkan Karina. Seharusnya dai tidak perlu susah payah mencari Karina, Karina ada dimana-mana menjadi model bintang atas. Itu cukup untuk Aria menemukan Karina."
"Iya itu benar. Tapi kamu meretas semua alat elektronik yang Aria gunakan hanya untuk memblokir informasi tentang Karina. Apa kamu pikir aku tidak tahu?" Varis membulatkan matanya tidak percaya jika Bagas mengetahui semuanya. "Aku memang diam selama ini Varis. Tapi aku tahu semua yang kamu lakukan. Berhenti melakukan hal gila atau kamu akan menyesalinya sendiri."
"Aku tidak akan pernah menyesal dengan apa yang aku lakukan."
"Berhentilah keras kepala. Kali ini biarkan waktu yang menunjukkan jalannya."
Bagas keluar dari ruangannya. Semua pekerjaannya memang belum selesai, tapi saat ini perasaannya tidak baik-baik saja. Selama ini Bagas selalu menuruti permintaan Varis dari mulai menyembunyikan Karina dari Keisha sampai membiarkan Keisha mencari-cari keberadaan mereka sendiri. Bagas terlalu menuruti Varis sampai membiarkan Keisha menangis setiap malam. Tapi untuk saat ini Bagas akan membantu Keisha. Sudah cukup Varis menyiksa putri dan dirinya sendiri.
***
"Kemarin kenapa kamu pulang duluan Jam?" tanya Jeno yang baru memasuki markas mereka setelah menghabiskan makanan di kantin.
Ada yang tidak beres dengan ketiga temannya. Dari kemarin malam Jammy, Vaniel, dan juga Rama tidak saling bertegur sapa. Pemandangan saat ini pun terlihat tidak menyenangkan. Vaniel yang memakan sereal susu sambil menatap ponsel, Rama yang memilih membaca buku kimia, dan Jammy yang menonton televisi dengan lagu-lagu mellow.
"Lagi gamau berinteraksi sama banyak orang aja Jen," jawab Jammy yang masih melentangkan tangannya di sofa.
"Gue balik duluan." Rama berdiri dari duduknya dan melirik Jammy dengan malas.
"Gue juga. Males sama orang yang munafik." Vaniel berdiri dari duduknya dengan kasar. Membuat suara kursi yang bergesekan dengan lantai terdengar.
Jammy juga ikut berdiri dan langsung membanting remot tv yang ada dipegangnya. "Lo berdua juga salah ya anjing!"
"Lo yang lebih salah." Vaniel mendekat kea rah Jammy dan menantangnya.
Jeno terkejut. Mereka tidak pernah bertengkar seperti ini. Apalagi sampai membanting barang. Rama menatap keduanya dengan bosan. Sebenarnya dia juga marah tapi tidak ingin membuang-buang tenaganya.
"INI SEMUA SALAH JENO! BUKAN GUE ATAUPUN ELO." Teriak Jammy dengan kencangnya. Jeno yang disebut semakin terkejut.
"BUKAN SALAH JENO ANJIR!" kali ini Rama ikut menimpali. Jeno tidak ada urusannya dengan semua ini. Ini memang salah mereka bertiga.
"LO LUPA GEGARA SIAPA KITA DEKETIN VANESSA?"
"TAPI JENO NGGAK PERNAH SETUJU SAMA RENCANA KITA DAN MEMANG BUKAN JENO PENYEBABNYA." Vaniel memukul pipi Jammy dengan keras.
Rama maju dan memegang bahu Jammy. Dia menatap Jammy dengan tajam. "Dengerin gue baik-baik. Jangan salahin Jeno sama kesalahan yang lu lakukan. Inget yang gencer deketin Vanessa lu dari awal. Yang ngebongkar masalah kita bertiga deketin dia juga lu sendiri. lu sendiri yang keukeuh sama pendirian lu buat nggak jujur kalau udah suka dia dari lama. Lu yang ngehianatin dia. Bukan Vaniel, bukan gue, dan yang paling penting bukan Jeno." Rama mengatakan semua itu dengan penekanan di setiap katanya. Dia hanya ingin menyadarkan Jammy bahwa semua kesalahan yang dilemparkannya itu bukan kesalahan mereka semua.
Vaniel dan Rama meninggalkan markas mereka. Sedangkan Jeno masih di dalam dan menatap wajah sahabatnya itu dengan kasihan. Penuh dengan lebam di pipi kanan dan kirinya. Vaniel dan Rama kalau sudah mengeluarkan tinjunya tidak main-main dampaknya. Apalagi Vaniel, meskipun slengean tapi jika marah sangat mengerikan.
"Aku gak tahu apa yang kalian lakukan selama ini mengenai Vanessa. Tapi jangan menyakiti hati perempuan." Setelah mengatakan itu Jeno pergi. Meninggalkan Jammy yang merenungi kesalahannya.
"Jadi kemarin kalian diem-dieman gegara ini?" tanya Jeno yang telah bergabung dengan Vaniel dan Rama yang ada di luar markas. Mereka bersender di dinding sebelah meja yang di duduki Rama saat ini.
"Iya. Sepulang sekolah kemarin tepatnya. Saat lo lagi nganter pulang Karina. Kita bahas masalah taruhan kemarin. Si Vanessa denger dan pergi. Gue sama Vaniel nyuruh itu cowok ngejar Vanessa tapi sahabat lo tuh terlalu bodoh dan terlalu denial sama perasaannya. Alhasil gue sama Vaniel nyadarin dia. Dianya aja yang bilang nggak masalah." Rama mengeluarkan permen lollipop dan memakannya. Gula darahnya serasa turun setelah berurusan dengan Jammy.
"Waktu dia bantuin lo kemarin nembak Karina. Dia itu habis ketemu sama Vanessa dan Vanessa nggak mau denger apapun. Dia ternyata nyalahin kita disituasi itu." Vaniel menggesekkan sepatunya memutari lantai tempatnya berdiri dengan kaki kanannya. Begitulah yang dilakukan Vaniel ketika sedang dalam masalah.
"Dan dia juga akhirnya pulang duluan?" tanya Jeno memastikan. Kedua sahabatnya itu mengangguk, membuat Jeno menghembuskan napasnya lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfic[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...