25. Say Goodbye to The World

676 84 12
                                    

Siang ini, setelah kembali mengantarkan Caca ke rumahnya, ponsel Karina bergetar. Ayahnya mengatakan bahwa Mamanya drop dan di bawa ke rumah sakit. Padahal kemarin ketika sampai di Indo kondisinya dinyatakan baik-baik saja. Tapi sekarang justru masuk ke rumah sakit. Ini yang Karina takutkan kemarin.

Tubuhnya bergetar di tengah isak tangis yang dia tahan. Jeno yang melihat itu menjadi tidak tega. Dia lalu membawa tangan dingin Karina ke dalam genggamannya. Perempuan dengan mata berkaca-kaca itu menatap Jeno. Pandangan mereka bertemu dan air mata itu mengalir membasahi pipi Karina. Dia diam tanpa isakan tapi Jeno ikut bersedih melihatnya. Dari tatapan matanya, Jeno menguatkan Karina. Secepat mungkin Jeno membawa mobilnya untuk sampai ke rumah sakit.

Karina langsung berhambur memeluk Mamanya. Kata dokter, Mamanya hanya kecapekan karena kemarin terlalu banyak beraktivitas. Senyuman lembut dari bibir Aria disajikan untuk anak manisnya. Dia tidak ingin gadis manis itu bersedih terlalu lama. Aria berganti menatap Jeno dengan senyuman lemahnya. Dari sorot matanya seolah mengatakan terima kasih telah menjaga putrinya.

"Kamu belum pulang pagi ini?" tanya Aria menatap anaknya yang masih mengenakan setelan gaun kemarin. Karina menggeleng pelan. "Kamu ganti pakaian dulu. Tadi Papa bawa beberapa baju kamu."

Varis tentu tahu bagaimana sikap keras kepala ankanya itu ketika Mamanya sakit. Jadi ketika Varis datang setelah membawa baju ganti, di dalam tas juga ada baju Karina. Anaknya tidak akan mau pulang kalau Mamanya belum pulang. Dulu waktu di Perancis saja Varis harus membujuknya tiap hari untuk kembali ke rumah dan menyelesaikan studi anaknya itu. Baru setelah satu tahun Karina terbiasa untuk meninggalkan Mamanya di rumah sakit. Meskipun terkadang sibuk, dia selalu menyempatkan untuk datang.

"Ganti baju dulu ya." Tangan kurus yang hanya tinggal tulang itu mengelus lembut rambut panjang anaknya. Dia merasa bangga Karina bisa tumbuh dengan baik.

Pintu terbuka dan sosok Ajun beserta isterinya masuk sambil membawa keranjang buah untuk menjengk. Mereka baru datang juga setelah adegan drama pagi ini.

"Lo belum ganti baju Rin?" tanya Ajun sambil meneliti pakaian adiknya dari atas sampai bawah.

"Belum."

"Ganti gih, terus ke kantin. Kalau mau jagain Mama harus jaga kesehatan dulu lu-nya." Ajun menarik lengan adiknya dengan lembut dan membawanya masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar rawat. Diambilnya kaos dan celana panjang dari dalam lemari. Ajun kemudian memberikannya pada Karina dan langsung menutup kamar mandi itu.

Setelah Karina keluar. Mereka berempat pergi ke kantin untuk membeli mengisi perut. Namun, ketika diperjalanan Jeno lupa membawa ponselnya. Alhasil dia harus membawa ponsel itu kembali. Hari ini memang masih Hari Minggu, tapi Jeno harus siap sedia dengan ponselnya. Pekerjaannya yang baru ini tentu tidak bisa ditinggal begitu saja. Apalagi dia baru menjadi karyawan. Hari Senin juga biasanya akan diisi dengan rapat. Beberapa kali Jeno harus menyiapkan materi untuk rapat pada pimpinan di kantor. Meskipun Jeno masih baru, tapi kemampuannya cukup mahir sehingga dia sering sudah pernah terlibat dalam proyek skala menengah.

Jeno membuka pintu ruang rawat Aria dengan hati-hati. Takut menganggu wanita paruh baya itu. Sedangkan seorang pria yang berstatus manta suami wanita itu terlelap di atas sofa rawat inap. Jeno dengan hati-hati mengambil ponselnya yang ada di nakas yang terletak di bawah televisi rumah sakit.

Pergerakan Jeno itu sedari tadi tidak lepas dari pandangan mata Aria. Dia lalu berdehem untuk membuat attensi Jeno teralihkan padanya. "Boleh tante ngomong sama kamu Jen?" tanya Aria dengan suaranya yang terdengar semakin lemah daripada sebelumnya.

"Boleh Tan." Jeno mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang. "Tante mau saya kupasin buat apel?" tawar Jeno yang ditolak dengan gelengan lemah dari Aria.

With you ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang