Selama tiga hari penuh setelah mengajak makan Karina hari itu, Jeno tidak bisa menemukan Karina di sekolah. Perempuan itu tidak ada di kantin, di kelas, maupun di perpustakaan. Jeno yang biasanya jarang ke kantin pun menjadi lebih rajin, dia berharap bisa bertemu Karina. Jeno melupakan satu hal yang belum pernah dia coba, menghubungi Karina lewat chat. Bagaimana bisa dia melupakan hal itu? Jeno lalu mengambil ponselnya dan membuka aplikasi yang bahkan jarang sekali dia buka. Banyak pesan yang selalu mengiriminya pesan tapi tak satupun dia baca. Jeno langsung mencari kontak Karina dan mengetikkan pesan di sana. Terakhir kali mereka terlibat percakapan hanya untuk saling menyimpan nomor.
Jevano : Karina?
Rama yang datang dari kamar mandi melihat kolom roomchat itu seketika membuat darahnya naik. Dia merebahkan dirinya di samping Jeno dan ikut membuka ponselnya. Mengecek apakah Jeno membaca pesan yang dia kirimkan semalam. Ternyata tidak.
"Gue yang ngechat dari kapan taun aja kagak pernah dibales ini tetumben lu buka aplikasi chat apa mat ague yang salah Jen?" tanya Rama dengan sarkas.
"Kenapa Ram?" tanya Vaniel yang baru bangun dari tidur siangnya. Mereka saat ini berada di markas mereka.
"Ntuh temen lu buka aplikasi whatsapp. Padahal seumur-umur juga kagak pernah buka chat."
"Serius Jen? Lu kesambet apa?" tanya Jammy yang baru datang membawa sekantong es krim ikut terkejut.
"Kalian lihat Karina enggak?"
Vaniel, Rama, dan Jammy lalu saling berpandangan. Mereka menghembuskan napas lelah dengan kelakuan Jeno dan tidak habis piker dengan laki-laki itu. Setelah emmasukkan semua es krimnya ke dalam freezer, Jammy mengambil satu es krim cornetto dan memberikannya ke Jeno.
"Lu mending makan es krim dulu deh biar lebih lebih dingin gitu otaknya." Jeno menuruti perkataan Jammy dan memakan es krim dengan tenang.
"Jujur deh Jen sekarang sama kita, lu suka sama Karina?" tanya Veniel yang kini bersikap lebih serius.
"Gue nggak tahu." Jeno menggeleng dalam diam sambil sesekali menjilati es krim di tangannya.
"Perasaan lu sih Jen, gue juga enggak tahu gimananya." Rama bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah pintu. "Mending lu pikir mateng-mateng aja, jangan sampai terlambat. Gue pergi dulu mau ketemu kepsek."
"Bener sih kata Rama Jen. Tapi kalau lu mau maju, maju aja. Gue dukung."
"Gue juga dukung lu Jen, asal lo seneng aja." Jammy ikut menimpali perkataan Vaniel.
***
Jeno meletakkan buku beserta laptopnya di atas meja perpustakaan. Ponselnya yang ada di meja bergetar dan menampilkan nama Karina. Pesannya terbaca, Jeno lalu berjalan ke balkon dan menelepon Karina, dia tidak suka mengetik pesan dan membca pesan. Lebih nyaman jika lewat telepon.
"Halo Jen!" suara Karina yang baru bangun tidur menggelitik telinga Jeno.
"Haii." Jeno gugup mendengar suara Karina, dia bingung harus berkata apa untuk mencairkan kecanggungan yang ada. Tapi hanya mendengar suara Karina sudah membuat Jeno merasa lebih baik.
"Sorry Jen, aku lagi bangun tidur. Ada apa ya ngirimin aku pesan?" tanya Karina yang kembali menaikkan selimutnya karena di sana masih di malam hari.
"Nggak apa-apa, hanya aku sudah tidak melihatmu tiga hari ini. Kamu di mana?" tanya Jeno dengan jujur.
Karina secara reflek langsung membuka matanya dan menatap ponselnya dengan baik. Ternyata benar-benar Jeno yang meneleponnya, bukan hanya mimpi saja. Karina lalu menarik napasnya dan menjawab pertanyaan Jeno dengan tenang. Dia tidak ingin terdengar bersemangat.
"Aku lagi di New York untuk pemotretan Jen."
"Emm. Kapan kamu pulang?" Karina terkejut mendengar pertanyaan Jeno yang sangat di luar ekspektasinya.
"Kenapa memangnya Jen?"
"Mau ngajakin kamu jalan-jalan lagi kayak kemarin."
Karina menjauhkan ponselnya dan bersorak dengan heboh tanpa suara. Dia lalu bengkit dari tidurnya dan berjalan ke balkon dan membuka tirai penutup jendela untuk melihat langit malam yang indah di tengah-tengah kota new York.
"Hari ini aku pulang Jen. Kamu mau dibawain apa?"
"Mau bawa oleh-oleh?" Karina menggumam. "Coklat sama permen haribo."
"Hah?" Karina kaget dengan pesanan yang Jeno katakan. Dia tersenyum dan tidak habis piker dengan laki-laki itu. Bisa-bisanya hanya mementingkan makanan. "Okay aku beliin yang banyak buat kamu."
"Makasih Kar. Jangan lupa ngabarin kalau udah sampai."
"Emang mau jemput?" tanya Karina secara frontal tanpa disaring. Dia lalu menyentuh dahinya yang merasa terlalu bodoh dalam mengeluarkan kalimat.
"Boleh aja kalau kamu mau."
"Enggak usah Jen. Gue pasti tengah malem sampai sana. Oh ya, udah dulu ya, gue mau lanjut tidur, masih ngantuk."
"Okay, selamat mimpi indah Karina."
Karina buru-buru menutup teleponnya guna untuk menetralkan detak jantungnya. Dia lalu berlari ke atas tempat tidur dan membanting tubuhnya di sana. Rasanya bahagia sekali mendengar suara Jeno setelah selama tiga hari dia tidak mendengarnya. Mimpi apa semalam dia bisa mendapatkan telepon dari salah satu pangeran di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...