Pagi itu Ajun tidak sengaja bertemu dengan Jeno kembali setelah sekian lama tidak jogging bersama. Terakhir kali mereka bertemu di taman kota dengan Jeno yang baru ditinggalkan Karina. Ajun waktu itu tidak mengatakan apa-apa karena dirinya sama terlukanya dengan pilihan adiknya. Kini mereka bertemu lagi dengan tujuan yang berbeda.
"Jeno." Ajun berlari di samping Jeno dengan handuk berwarna putih yang selalu di bawanya. Berbeda dengan Jeno yang hanya mengenakan pakaian untuk lari tanpa ada handuk di lehernya karena handuk dan minumannya dia letakkan di kursi taman.
"Iya?" Jeno menjawab singkat.
"Gue bisa ngomong sama lo?" tanya Ajun sambil menghentikan larinya. Jeno ikut berhenti dan menatap Ajun dengan pandangan bertanya. "Tentang Karina." Ajun mendudukkan dirinya di pinggir jalan taman sambil menyejajarkan kedua kakinya.
"Ada apa dengan dia?" tanya Jeno dengan rasa sedikit malas. Dia hanya tidak ingin mengetahui apapun lagi tentang Karina tapi berhubung Ajun yang ingin membahasnya, mau tidak mau dia harus menghormatinya. "Lo udah lihat kan kalau Karina pulang kemarin? Dari sekian banyaknya orang yang bisa dia temui, lo adalah orang pertama yang Karina temui kemarin. Dia bahkan baru tiba di Indo kemarin."
Jeno diam mendengarkan tapi tidak dengan hatinya. Hatinya menghangat mendengar Karina yang memilih mendatanginnya dari sekian banyaknya orang yang bisa Karina temui. Hatinya tentu tidak bisa berbohong kalau dia sedang bahagia.
"Karina memang sengaja pulang untuk ketemu sama lo. Lo sendiri gimana Jen perasaannya?"
"Gue... gue nggak tahu kak. Gue masih kecewa aja sama dia."
"Gue juga dulu kecewa sama dia Jen. Tapi mau digimanain juga udah terjadi. Pilihan Karina saat itu yang terbaik untuk lo sama Mama gue. Oh yaa gue inget salah satu alasan lagi kenapa dia pergi waktu itu. Dia tahu kalau lo keterima di Jerman. Mama lo cerita kalau lo nggak mau pergi karena nggak mau ninggalin Karina. Berhubung Mama emang sakit parah, akhirnya Karina ngambil keputusan itu. Semuanya yang terbaik untuk lo Jen. Dia cuma nggak mau lo berhenti ngejar mimpi lo. Dengan dia pergi, dia harap lo bisa pergi juga ke Jerman."
Ajun mengambil ponselnya dan melihat notif dari sekretarisnya. Satu jam lagi akan ada rapat perusahaan dan Ajun harus segera sampai di kantor. Dia menepuk bahu Jeno. "Karina benar-benar sayang sama lo." Setelah itu Ajun pergi. Meninggalkan Jeno dengan segala pikiran kalutnya.
Jeno merebahkan dirinya di atas jalanan aspal. Dia menatap langit pagi yang cerah itu, berharap akan menemukan jawaban terbaik untuk dirinya. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk Karina atau harus bersikap seperti apa. Dia hanya tidak mengerti tentang pilihan sepihak yang Karina lakukan lima tahun lalu. Rasa kecewa itu masih ada sampai sekarang. Bahkan Jeno masih belum menerima semua yang telah terjadi. Tapi dia tidak boleh egois. Karina melakukan itu untuk dirinya. Hanya saja dia butuh waktu untuk berpikir.
***
Hari ini Karina menjadi pengganti sekretaris dadakan dari Ajun karena sekretarisnya tiba-tiba sakit dan sekretaris pengganti juga tidak bisa datang karena masih sibuk dengan pekerjaannya. Alhasil Karina harus membantu Ajun. Sebagai seorang sekretaris yang sudah berpengalaman tentu Karina tidak mungkin membiarkan Kakaknya mengurusi semua urusan perusahaan sendiri tanpa sekretaris.
Begitu langkahnya memasuki perusahaan turun temurun keluarganya, dia dikejutkan dengan kehadiran Mark. Sepagi ini laki-laki itu sudah keluar dari ruang kantor Kakaknya.
"Karina?" sapa Mark yang terlihat terkejut. Seharusnya tidak terkejut karena memang Ajun sudah memberitahu kepulangan Karina pagi ini ketika membahas proyek baru yang akan mereka berdua kerjakan. Tapi karena bertemu secara mendadak seperti ini tentu Mark terkejut.
"Iya kak."
"Berhubung saya ketemu kamu di sini. Bisa kita berbicara?" tanya Mark yang untuk pertama kalinya ingin berbicara kepada Karina. Selama ini ketika Karina datang ke rumah, Mark tidak menanyakan apapun. Mark hanya diam di kamarnya untuk menghabiskan sisa waktunya mengerjakan tugas sepulang dari kampus.
"Bisa kak."
Mark mengajak Karina untuk makan di kafetaria kantor. Suasana cukup lengang pagi itu karena memang karyawan di perusahaan itu sudah pada sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Mark basa-basi sebelum berbicara ke inti permasalahannya.
"Baik-baik saja kak." Karina menggeser-geser gelasnya untuk meredakan rasa gugupnya. Rasanya dia sedang diinterogasi oleh Mark.
"Saya mau ngomongin masalah Jeno." Mark mengubah posisinya menjadi bersandar ke kursinya. Matanya menerawang jauh. "Saya memang tidak mengerti permasalahan yang kamu alami dulu. Tapi di sini saya mau mengatakan kalau semenjak kamu pergi, Jeno tidak pernah sekalipun baik-baik aja. Banyak sekali perubahan yang terjadi, mungkin kamu sudah melihatnya kemarin. Itu hanya beberapa. Dulu ketika kamu pergi, dia bahkan tidak pernah keluar kamar. Makan pun tidak. Sekali keluar, dia hanya diam sambil menonton televisi yang jelas saja tidak dia tonton karena pikirannya tidak ada di sana. Sampai akhirnya dia melihat salah satu temannya yang ingin mengakhiri hidupnya. Padahal masih ada tanggung jawab yang temannya itu pikul. Akhirnya semua masalah itu Jeno yang mengatasinya. Setelahnya dia berangkat ke Jerman untuk melupakan kamu. Ternyata saya salah mengira. Justru ketika kembali dia menjadi pribadi yang berbeda, menjalankan masa depan seenaknya. Bahkan kami berdua tidak pernah akur gara-gara sikapnya yang susah diatur itu sekarang."
"saya tidak berniat menyalahkan kamu. Saya hanya perlu mengatakan ini. Kalian sama-sama berada pada posisi yang saling menyakiti. Saya hanya berharap kalian bisa segera mencapai titik terangnya. Jika ingin berjuang, berjuanglah karena Jeno tidak akan pernah berhenti mencintai kamu. Saya yakin kamu juga seperti itu, makanya kembali ke Indonesia setelah pencapaian yang berhasil kamu raih."
Mark tahu semua pencapaian Karina di dunia kerja. Dia telah melihat profil Karina di situs web. Karina juga salah satu sekretaris terkenal yang ada di Perancis karena ketrampilannya dalam banyak bidang. Karina memang tidak terjun kembali ke dunia entertainer tapi popularitasnya tidak terbendung. Karina menjadi salah satu sekretaris perdana menteri yang sering tersorot oleh kamera sehingga kecantikannya yang memukau itu membuat banyak wartawan mengupas tuntas tentang dirinya.
"Aku nggak tahu harus ngomong apa kak." Karina menunduk, dia merasa bersalah. Ketika dia bisa meniti karirnya dengan baik, di sini Jeno malah membuang-buang waktunya. Pencapaian Jeno di dalam dunia akting memang banyak, tapi Karina bisa melihat tidak ada semangat di dalamnya. Entah apa yang Jeno pikirkan sampai membuat laki-laki itu berubah menjadi sangat berbeda.
"Saya mau minta tolong sama kamu. Bawa Jeno kembali. Saya rasa sikapnya telah pergi bersamaan dengan kepergian kamu dulu."
Berat sebenarnya tapi Karina memang ikut andil dalam perubahan besar sikap Jeno. Setelah bertemu kemarin Karina merasa bingung dan tidak mengerti apa yang harus dia lakukan. Apalagi kini ditambah dengan permintaan Mark, Karina semakin tidak mengerti harus melakukan apa.
"Cukup ada di samping dia. Dia hanya merindukan seseorang yang jauh tidak bisa dia gapai selama ini." Mark meminum jus semangkanya sampai tandas. Dia paham bagaimana cara mengembalikan Jeno-nya yang dulu tapi hanya satu orang yang bisa. Itu adalah Karina. "Saya pergi dulu. Jangan lupa untuk fitting baju atau Ajun akan marah."
Mark meninggalkan Karina dengan segala pikirannya. Dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk mengambil perasaan Jeno kembali karena dulu terjadi begitu saja. Sekarang mungkin memang harus ada yang berjuang.
Terkadang tuh kehilangan seseorang bisa mengubah orang lain. Sebagian diri yang telah pergi membuat penolakan dalam diri untuk menjadi orang lain. Menyembunyikan diri yang sesungguhnya karena kekecewaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
With you ✓
Fanfiction[Completed] Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, coo...