[ 17. ] Kamis

169 102 11
                                    

Pikiran murni untuk memulai, pemikiran awam menjadi sebuah ancaman.
-Kang Bucin-

"Jadi orang yang nyebarin gosip itu adalah Tiwi temen sekelas aku."

"Ha?! Yang bener lo?" Renjana ternganga.

Riani mencoba menyamai langkah Renjana. "Iya Ren. Waktu itu aku mata-matai dia. Awalnya aku curiga Ren ama si Tiwi. Eh, ternyata dugaanku benar selama ini dia ghost writer."

"Bawa dia menghadap gue setelah sekolah sepi nanti. Kita akan selesaikan ini." Perintah Renjana tegas.

Entah mengapa Kamis ini terasa sepi bagi Renjana. Dia memilih diam di kelas. Ke kantin atau sekedar jalan-jalan pun enggan. Dia amat malas. Tidak biasanya Renjana berdiam diri di kelas. Seperti kerutinan sehari-harinya gadis itu melipat tangan, menenggelamkan wajahnya, kemudian tertidur di atas meja.

Memang benar Renjana selalu sendiri dan sering kali menyepi akan tetapi tak tahu kenapa hari ini dirinya terasa hampa. Seolah ada yang hilang tapi apa? Pernahkah kalian merasakan hal yang sama?

Gadis itu terbangun tatkala bel pertanda istirahat berakhir. Renjana meregangkan tangannya setelah tertidur sebentar di meja kesayangannya. 15 menit tidur cukuplah untuk mengisi energinya sejenak sebelum guru sejarah memasuki kelas.

Tak sampai lima menit jam kelima dimulai. Guru sejarah yang memakai kacamata bulat dengan kipas di tangannya itu memasuki ruang kelas. Dia mengecek buku absen untuk menilai tugas yang belum diserahkan. Mendadak jari telunjuknya berhenti tepat pada nama Renjana.

Guru sejarah itu mengangkat kacamatanya. "Renjana!"

Renjana terserentak. Sontak gadis itu menjadi sorotan seluruh pasang mata. "Iya, Bu?"

"Kenapa tugas kamu kosong terus? Setiap pertemuan saya kamu enggak pernah ngerjakan tugas?! Bagaimana saya menilai?"

Renjana beranjak. Dia menghadap guru sejarahnya. Lalu bernegosiasi. "Begini, Bu. Saya punya tawaran bagaimana sebagai pengganti tugas yang kosong saya presentasi di depan kelas sekarang ini juga? Jika presentasi saya berhasil menarik perhatian Ibu maka tugas-tugas saya lunas. Jika tidak Ibu boleh menghukum saya atau biarkan saya tinggal kelas. Bagaimana?"

"Memang materi apa yang mau kamu jelaskan?"

"Tentang hubungan sains dan agama."

"Kalau begtu silakan."

Dengan rasa percaya diri yang tinggi gadis itu menghadap ke arah teman-teman sekelasnya. Sebagian dari mereka berbisik-bisik dengan apa yang dilakukan Renjana serta menganggap aneh gadis itu.

"Ada yang bilang kalau ilmu pengetahuan yang tidak dapat disatukan dengan agama. Apa kalian pernah berpikir kalau pengetahuan dan agama itu saling berkaitan?" Seluruh kelas hening. Tapi Renjana masih tidak berhenti bicara.

"Sebenarnya teori tersebut tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar. Mengapa demikian? Kita ambil contoh dari teori Darwin yang menganggapnya kalau kera berevolusi menjadi manusia ...."

Fatimah, seorang siswi bermata empat sekaligus wakil ketua pimpinan tim debat langsung menyiapkan ponselnya. Dia tak mau kehilangan kesempatan langkah ini untuk mendapat teori baru yang menarik baginya. Fatimah menyalakan alat perekam di ponselnya lalu merekam semua penjelasan Renjana juga sebagai bahan untuk mengalahkan lawan. Karena dia pembicara ketiga.

Renjana melanjutkan. "Lantas bagaimana sebenarnya hubungan sains dan agama? Paling tidak dalam sejarahnya ada empat mazhab yang diajukan. Yang pertama konflik, yaitu pandangan yang menganggap sains dan agama adalah dua kutub yang bertentangan dan saling menghancurkan satu dengan lainnya. Kedua independensi, yaitu para pemikir yang berkeyakinan bahwa sains dan agama memiliki kemandirian masing-masing dan terpisah."

Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang