Karena filosofi esoteris keajaiban yang lebih besar adalah kesadaran manusia.
-Kang Bucin-"Jadi Renjana sering mual bukan karena alergi rayuan?"
Sang dokter tergelak. "Mana ada gejala seperti itu Masnya ini ada-ada saja. Dia mengalami gejala vertigo makanya sering mual, padahal pacarnya masa enggak tahu."
Cowok itu terdiam sejenak. Ia menimbang-nimbang jika dilihat Renjana tidak pernah menunjukkan sisi lemahnya. Gadis itu selalu nampak baik-baik saja meski jiwanya tersesat tanpa arah. Terseret dalam kejamnya dunia. Dipaksa bertahan hidup dengan cara yang tak semestinya.
Dia masih penasaran dengan latar belakang Renjana. Apa yang menyebabkan gadis berhati baik itu mengurung diri dalam kegelapan. Berselimut awan hitam pekat tanpa secercah cahaya bintang. Hingga terjebak dalam kenangan dengan ingatan-ingatan kelam. Menyedihkan.
Erlangga mencoba merungkai air matanya namun tiada ditemukan jawaban. Menghalau durjana supaya dapat bersanding dengan keremangan. Berusaha beradaptasi di tengah kesamaran. Menguji ketekunan untuk seberapa tahan dia bersebelahan dengan makhluk Tuhan yang satu ini.
Erlangga melirik sang dokter sinis. Agaknya cowok itu tidak terima dengan perkataannya. "Dia bukan pacar saya tapi dia murid saya."
"Baik, Mas. Pacar--eh muridnya sudah bisa dibawa pulang. Ini ada obat sibelium tablet 10 mg sama seremig kaplet diminumnya dua kali sehari. Kalau vertigonya enggak kumat jangan diminum."
Erlangga menerima dua strip obat tersebut lalu mengiyakan. Dia menengok wajah Renjana yang cantik bagaikan seorang putri dengan mata tertutup. "Tapi kenapa dia belum juga siuman dari kemarin?"
"Cie Masnya khawatir ya? Tenang aja, Mas. Kondisinya sudah stabil mungkin karena kecapekan sama kurang tidur aja."
"Jadi begitu yaa." Erlangga menunduk lemas.
"Kalau Masnya mau diantar sama ambulans enggak apa-apa kok. Khusus buat Mas, ambulans gratis ongkir."
Erlangga mengangguk cepat. "I-iya! Boleh, boleh!"
Kini mereka telah memasuki ambulans. Renjana masih terpejam di brankar sementara Erlangga menemani gadis itu dengan duduk di sampingnya. Cowok itu menggamit tangan Renjana lalu menciumnya. Tangan yang kuat, lembut, dan juga dingin. Erlangga berharap gadisnya segera sadar.
"Kamu pasti sudah melewati hari-hari yang berat, Ren." Erlangga berbisik di telinganya.
Sesampai di rumah Erlangga. Renjana sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda siuman. Matanya terpejam erat. Sekujur tubuhnya terbujur tak berdaya.
Dua orang petugas membukakan pintu belakang ambulans, berniat mengeluarkan Renjana serta brankar yang ada di dalamnya. Dengan sigap Erlangga langsung menghentikan pergerakan mereka.
"Sisanya biar saya saja." Cowok itu meletakkan tangannya di tengkuk Renjana dan juga paha bagian bawah. Menggendongnya ala bridal style menuju kamar Esti. Erlangga melakukannya selembut mungkin.
Kedatangan Erlangga secara tiba-tiba membuat adik perempuannya panik tak keruan. Esti yang awalnya bersantai sambil menonton serial Upin Ipin di TV seketika melompat. Gadis itu mengikuti abangnya hingga sampailah dia di depan kamar Esti.
"Bang lo ke mana aja dari kemarin? Bukannya itu Renjana? Kok bisa sama lo sih?"
Erlangga mengabaikan semua pertanyaan Esti. Cowok itu menidurkan Renjana di kasur putih milik adik perempuannya. Melihat Renjana sekilas lalu ditinggalkannya begitu saja. Memang tak seharusnya Erlangga berlama-lama di kamar dengan perempuan kecuali itu mahramnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]
Teen Fiction"Semua manusia itu baik, kadang kala kita perlu satu individu yang tepat untuk merubah kita menjadi lebih bijaksana." Psychopath tak selalu tentang manusia yang haus darah atau permainan pisau. Psychopath juga tidak melulu tentang unsur kekerasan at...