Keseimbangan juga penting untuk memungkinkan kita berpikir dengan bebas di sekitar pusat rasa kedirian kita.
-Kang Bucin-Saat ini gadis baik hati berambut pendek itu tengah berdiri di aula. Dia ingin melihat sahabatnya di SMA untuk terakhir kali, sebelum menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi di universitas. Sesekali Renjana melambai-lambaikan tangannya dibarengi seringai melebar pada Riani.
Riani sama sekali tidak berubah. Dia masih dalam mode penyamarannya. Pura-pura cupu tapi di balik semua itu sosok Riani adalah Tuan Putri. Sungguh tidak dapat dipercaya.
"Hei, Ren! Lo ngapain ke mari?"
Renjana terserentak ketika seseorang menyentuh pundaknya. Spontan Renjana menoleh. "Jannah? Annette? Kok lo berdua bisa ada di sini?"
"Ya, kan kita panitia wisuda. Iya enggak Jan?" Annette menyenggol lengan Jannah.
"Panitia apa? Panitia abal-abal? Sebagai jurnalis majalah sekolah gue sengaja datang ke wisuda buat laporan berita. Iya kalo lo, Net. Ke sini cuma buat nengokin doi wisuda," kelakar Jannah. Membuat pipi Annete merah seketika.
Annete memayunkan bibir. "Ih! Lo tega banget sih, Jan!"
"Terus lo ngapain ke sini, Ren?" tanya Jannah.
"Gue lagi liat temen gue wisuda," jawab Renjana sewajarnya.
"Temen apa temen," goda Annette.
Renjana menghela napas panjang. "Dia cewek lah. Lagian doi gue gak di sini."
Annete langsung terdiam.
Jannah meletakkan tangannya di belakang. Cewek itu menghela napas sembari memandang para kakak kelasnya yang melakukan purnawidya. "Gak kerasa ya bentar lagi kita kelas tiga terus wisuda."
"Iya nih. Cepet banget." Annete mengikuti arah Jannah menatap.
Renjana memandang ke arah yang sama dengan Jannah. "Di mana ada pertemuan pasti ada perpisahan. Itulah hukum alam, hak paten dari Tuhan biasa disebut sebagai sunnatullah."
Seketika Annette dan Jannah menoleh pada Renjana. Kedua gadis itu heran dengan kalimat Renjana barusan. "Lo belajar dari mana kalimat itu, Ren?"
"Wow! Impresif!" Annette berdecak kagum.
"Dari sesosok cahaya yang senantiasa menerangi gelapnya malam," ucap Renjana seadanya.
"Lo banyak berubah ya Ren akhir-akhir ini," puji Annette.
"Eh, Ren. Lo tau gak?" kata Jannah sambil mengotak-atik ponselnya.
"Gak tau lah," balas Renjana.
"Iya makanya dengerin dulu! Ini tentang masalah pembunuhan inisial AI. Katanya sih dia dikatakan resmi bunuh diri," jelas Jannah lalu menunjukkan ponselnya pada Renjana.
"Seriously?" ucap Annette dan Renjana bersamaan.
Jannah menunjukkan ponsel pada keduanya. "Nih! Baca artikel ini kalo enggak percaya! Semua anak jurnalis juga ngomongin tentang AI kalo dia bundir gara-gara depresi tingkat akhir."
"Tapi bagaimana bisa?" sahut Annette.
"Ya bisa lah! Sekolah kita kan ada klub detektif jadi semua informasinya dipegang sama mereka semua," jelas Jannah.
Annette menepuk dahi. "Oh iya! Sekolah kita kan ada klub detektif bego banget gue! Dulu pas jadi dedek gemes gue pen ikut itu klub tapi keluar. Soalnya repot sih!"
"Hm curhat terus!" jenaka Renjana. Seketika tawa di antara keduanya pun pecah.
"Ternyata pelakunya bukan di kelas kita," celetuk Annette.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]
Teen Fiction"Semua manusia itu baik, kadang kala kita perlu satu individu yang tepat untuk merubah kita menjadi lebih bijaksana." Psychopath tak selalu tentang manusia yang haus darah atau permainan pisau. Psychopath juga tidak melulu tentang unsur kekerasan at...