Perasaan yang mendalam itu bisa mengakibatkan perubahan mendalam dan lama. Apakah itu untuk menyembuhkan atau melukai yang bersangkutan.
-Kang Bucin-Ketika Erlangga mengecek ponselnya, banyak sekali DM yang masuk di akun instagramnya dan rata-rata perempuan semua. Bukan hanya itu followers-nya pun makin hari makin bertambah. Tidak salah lagi pasti ulah murid-muridnya. Sepertinya Erlangga harus membuat mereka sedikit sungkan padanya. Supaya mereka tahu banyak tentang tata krama.
Pagi ini meja Erlangga tidak dipenuhi beragam buket bunga lagi. Ya karena Erlangga datang lebih pagi. Para siswi centil itu tidak akan berani memberikan Erlangga bunga dan cokelat secara langsung. Bisa-bisa jadi trending topik di ruang guru atau malah lebih buruk.
Di sisi lain Erlangga heran. Mengapa sekolah ini lebih mengedepankan kualitas akademi daripada akhlak? Pantas saja siswa di sini termasuk siswi agak … ya kalian mungkin bisa membayangkannya sendiri.
Erlangga jadi teringat tentang--ah bukan saatnya memikirkan hal seperti itu di tengah padatnya laporan yang harus ia selesaikan tepat waktu. Sekiranya tidak ada pesan yang penting Erlangga menutup kembali smartphone-nya. Dia menyingkirkan benda kotak tipis itu, mengabaikan semua notifikasi yang membanjiri layar ponselnya. Lalu kembali pada laptopnya. Kembali ke laptop.
Dia harus bekerja keras untuk kedepannya kelak. Ya untuk jaga-jaga saja. Erlangga tak mau di masa depan nanti snap WA pendampingnya dipenuhi poster reseller. Karena tidak semestinya seorang perempuan mencari nafkah untuk keluarga. Tapi jika sekedar buat tambah-tambahan atau mengisi kekosongan boleh-boleh saja. Tetap saja yang pasti seorang laki-laki harus bertanggung jawab atas pemberian pendapatan pada keluarga.
Saatnya pelajaran kedua dimulai
It's started to begin the second lessonSatu jam sudah Erlangga menyalin nilai sekaligus mencatat laporan di laptopnya tahu-tahu jam kedua dimulai. Dia meregangkan tangan sambil sesekali mengucek kedua matanya. Sepertinya Erlangga kelelahan karena terlalu lama menatap layar laptop. Membuat Erlangga harus memakai kacamatanya.
Retina mata Erlangga menangkap figur Kinan tengah berkonsentrasi pada layar laptopnya. Terlihat monitornya padat oleh beberapa software. Cowok itu menghampiri meja Kinan.
"Hai, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
Kinan terserentak, pandangannya tertuju pada Erlangga. "Ah … enggak Er. Saya enggak mau ngerepotin kamu."
"Mengapa? Saya juga lagi kosong kok."
Kinan menggeleng tidak enak. "Enggak, Er. Saya takut ada yang memata-matai kita seperti waktu itu."
Erlangga mengangguk paham. "Oh, jadi ini karena itu ya … kapan itu saya cari tapi enggak ketemu."
Kinan mengangguk kikuk. "Iya, Er. Saya tidak mau terulang lagi cukup sekali saja. Nanti kasihan para penggemarmu," kelakar Kinan.
"Hahaha memang risiko jadi orang terkenal. Banyak penggemar," jenaka Erlangga.
"Er, kamu lapar enggak?"
"Sedikit sih. Memang kenapa?"
"Ke kantin yuk! Biar saya yang traktir."
"Jangan nanti kamu repot," tolak Erlangga halus.
"Santai aja, Er. Lagian saya juga belum sarapan kok."
"Ya sudah kalo begitu boleh lah."
Setibanya mereka di kantin. Erlangga dan Kinan duduk bersebrangan sambil menunggu pesanan diantar. Keduanya asyik saling mengobrol ringan diselingi candaan sederhana. Membuat percakapan semakin santai dan tidak terlalu kaku. Kadang-kadang Erlangga bercerita tentang pengalamannya selama mendaki gunung, menikmati indahnya alam, dan menyatu dengan alam. Untuk mencairkan suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]
Teen Fiction"Semua manusia itu baik, kadang kala kita perlu satu individu yang tepat untuk merubah kita menjadi lebih bijaksana." Psychopath tak selalu tentang manusia yang haus darah atau permainan pisau. Psychopath juga tidak melulu tentang unsur kekerasan at...