[ 20. ] Minggu

174 110 8
                                    

Ilmuwan terkemuka bertanya: Apakah kehidupan hanya sebuah mimpi?
-Kang Bucin-


Renjana terbangun dengan kondisi badan yang sakit semua. Dia sampai tidak bisa bergerak. Mungkin terlalu lama tidur di pasir putih yang lembut itu. Sampai lupa merasakan betapa nikmatnya rebahan di kasur.

Renjana berusaha bangkit. Hari ini dia kena membantu Karim menjaga toko sebagai bukti tanda terima kasih. Dia harus memaksakan tubuhnya untuk berdiri meski agak nyeri. Renjana tidak ingkar janji.

Dia berjalan ke kamar mandi yang terletak di kamar milik Aren, anak Karim yang baru saja meninggal sepekan yang lalu. Kemudian melakukan ritual mandinya selama lima belas menit berlangsung. Hingga dia keluar dengan kaus biru dan celana hotpants. Gadis itu menatap dirinya di dalam cermin sambil sesekali berputar seperti Cinderella yang ganti gaun.

Tak lama-lama dia langsung menjuju toko Karim untuk dibukanya pagi-pagi sekali. Kata Karim kalau toko ini dibuka terlalu siang maka akan banyak ibu-ibu yang mencari toko lain. Karena biasanya ibu rumah tangga melakukan kegiatan belanja di pagi-pagi buta. Setelah melaksanakan salat subuh. Karim hapal itu.

Semalam gadis itu mimpi buruk. Dalam mimpinya Renjana bertemu Erlangga di tempat favoritnya. Kemudian ia dan cowok itu berbincang--lebih tepatnya Erlangga yang banyak bicara. Setelah itu Renjana menangis di pelukan Erlangga.

Mimpi yang aneh sekaligus terasa nyata. Lanjut, cowok itu mengantarnya pulang ke toko Karim dengan motornya. Seingatnya mereka berdua duduk di depan etalase milik Karim. Sementara Erlangga mengobati lebam di wajahnya.

Melihat Karim balik dari musala, Renjana segera menepis jauh-jauh pikiran itu.

"Alhamdulillah, Neng semalam tidur nyenyak?" sapa Karim sebelum memasuki toko.

Renjana nyengir kuda. "Hehehe iya Pak terima kasih."

"Kalo nyenyak kenapa enggak diterusin? Bangunnya juga kepagian Neng." kelakar Karim.

"Renjana sudah biasa, Pak." Renjana menjawab diselingi tawa kecil di akhir kalimat.

"Neng, Mas Erlangga enggak ke sini lagi?" tanya Karim tiba-tiba membuat gadis itu kebingungan.

"Mana saya tahu, Pak."

"Kemarin dia ngantar Eneng ke sini loh ... romantis banget kayak di sinetron-sinetron."

Renjana terbeliak. Dalam hatinya langsung berkata, jadi semalam bukan mimpi? Berarti bener dong kemarin gue main peluk-pelukan sama Erlangga?! Sial, sial, sial! Kok bisa sih?! "Ih Bapak jangan ngadi-ngadi Renjana malu tau."

"Ya sudah Bapak masuk dulu ya, Neng?"

"Baik Pak. Silakan." Sumpah?! Bego banget gue! Kok bisa sih gue kepincut ama omong kosong Guru Muda itu!!!

Untuk membuang jauh-jauh kejadian yang dialami kemarin. Renjana kembali pada aktivitasnya. Mengeluarkan mie instan andalan anak kos dari kardus kemudian menyusunnya di rak yang tersedia secara homogen. Sekiranya mie instan sudah tertata rapi, gadis berambut pendek itu melipat kardusnya. Kemudian dilanjutkan dengan memasukkan telur ayam ke plastik kiloan sebanyak lima butir.

"Pak Karim! Beras satu kilo setengah ya sama telor ayam seperempat," teriak seorang ibu-ibu yang menating tas anyam berisi beragam sayuran.

Renjana pun menoleh. Secepat mungkin dia menyiapkan pesanan Ibu itu. "Beras sekilo setengah sama telur ayam seperempat," ulang Renjana.

Tatkala Renjana ingin memberikan barang yang dipesan Ibu itu. Tiba-tiba sang Ibu terkejut. Wanita itu mengamati Renjana sari ujung rambut hingga ujung kaki. "Aren? Bukannya seminggu yang lalu kamu ...."

Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang