[ 21. ] Senin

165 110 16
                                    

Kenyataan bisa jadi merupakan sebuah kenyataan virtual.
-Kang Bucin-


Pagi ini tidak ada lagi para siswa yang menyerbu papan pengumuman. Mereka lebih ke aktivitasnya masing-masing. Melupakan kejadian kemarin-kemarin dan menganggapnya sebagai berita bohong semata.

Tiwi, sang ghost writer pun sudah menarik semua berita di laman media sosial maupun di papan pengumuman. Benar apa kata Renjana. Lebih baik bersaing secara sehat dengan Bu Kinan dari pada harus bermain licik di belakang. Dia berjanji tidak akan menyebarkan hal-hal yang tidak benar lagi tentang Erlangga.

Omong-omong mengenai soal Kinan, dari Jumat kemarin Erlangga tidak melihatnya. Ya, karena jadwal mengajarnya padat sekali. Sehingga cowok itu tidak sempat ke ruang guru. Hari ini juga sepertinya Erlangga akan datang sedikit siang. Jadinya ke ruang guru sebentar, meletakkan tas lalu ke lapangan untuk upacara.

Sementara Renjana, cewek itu telah datang lebih awal dari sebelumnya bukan lebih awal tapi kepagian. Dan yang paling mengejutkan lagi gadis itu mengikuti upacara bendera. Setelah berulang kali bolos dan hampir keciduk Bu Nurul. Entah jin apa yang merasukinya.

Lihat saja sekarang ini dia tengah tertidur pulas di atas mejanya. Kakinya pegal-pegal setelah satu jam berdiri diantara terik matahari. Matanya juga lelah setelah menerima banyak cahaya dari matahari.

Sedangkan barisan para guru ditempatkan di tempat yang teduh bersama ekskul paduan suara. Sungguh tidak adil memang. Untung saja Renjana tetap terjaga meski belum sarapan. Tidak seperti teman-temannya yang lain, pingsan karena terlalu lama terpapar sinar matahari.

Sampai Fatimah datang menghampiri gadis itu sekaligus mengacaukan ketenangannya. "Ren, Ren, Ren ...," panggilnya.

"Hm?" balas Renjana sambil memaksa untuk membuka matanya.

"Ren, lo mau kan jadi pembicara ketiga di tim debat sekolah kita?" tawar Fatimah.

"Ck! Kenapa harus gue coba?" jawab Renjana malas.

Fatimah memainkan jarinya. "Ya--karena penjelasan lo kemarin jadi kami tertarik buat ngajakin lo gabung. Boleh ya? Please! Sekolah kita kekurangan pembicara ketiga nih!"

Renjana mengibas-kibaskan tangannya. Pertanda kalau Fatimah harus segera pergi dari sini. "Iya, iya ntar gue pikirin!"

"Yes, asyik! Pulang sekolah datang ke kelas debat ya? Kita akan rapatkan ini nanti!" Fatimah berdecak kegirangan.

"Iye, iye gue bakal datang."

"Sip!" Fatimah mengacungkan jempolnya.

Tak lama kemudian, baru saja gadis itu menikmati tidur paginya yang berharga. Tiba-tiba nama Renjana terpanggil oleh Jannah. "Ren! Ada yang cari lo!" katanya.

"Ck! Ganggu banget!" Renjana pun bangkit, mengacak-acak rambut, sambil menggerutu. Dia kesal tidur paginya yang begitu nikmat kini terganggu karena panggilan-panggilan yang tidak penting.

"Renjana! Aku kira kamu bakal telat lagi."

Gadis itu terbeliak. Ternyata cewek kepang dua serta behel di giginya yang berani mengganggu tidur paginya. Siapa lagi kalau bukan Riani. Gadis nan kaya raya namun bersikap sok culun di sekolah. Dan akhirnya terbully lah dia. Coba saja seandainya Riani berpenampilan apa adanya pasti dia banyak temannya.

Renjana menyilangkan tangan di dada. "Apa lagi Cupu?!"

"Ke kantin yuk!"

"Bisa gak sih lo enggak ganggu gue sehari aja?! Gue lagi tidur nih! Ngantuk!" Renjana menggerutu.

Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang