[ 9. ] Rabu

222 126 18
                                    

Tidak ada yang terjadi di mana pun di semesta kecuali ada hubungannya dengan pikiran manusia.
-Kang Bucin-


Seperti biasa Erlangga memarkirkan motornya di parkir khusus guru. Dia melepas helm full face beserta jaket merahnya. Erlangga menengok jam tangannya sejenak. Pukul tujuh tepat cepat-cepat Erlangga turun dari motornya lalu bergegas menuju kelas. Hari ini dia ada jadwal jam pertama.

Langkahnya sempat tertahan ketika sampai di pintu gerbang. Di sana terdengar suara ribut-ribut. Ternyata seorang siswi yang terlambat. Pandangannya mengelih ke arah anak perempuan yang dimarahi Bu Nurul. Siapa lagi kalau bukan sang ratu pembuat onar, Renjana Bellanca Marona.

Setelah perdebatan yang cukup sengit dengan Bu Nurul, Renjana pun menyerah. Muka pasrahnya terlihat jelas saat hendak digiring Bu Nurul menuju ruang BP. Sungguh sial nasib gadis itu sekarang. Sudah telat digiring ke ruang BP pula. Bukannya malah diantar ke pelaminan ini malah ke ruangan horor yang pernah ada di sekolah.

Akan tetapi Bu Nurul tiba-tiba berhenti karena sosok guru botak berkumis tebal menghalanginya, Pak Didik. Sontak jantung Bu Nurul berdebar kencang, keringat dinginnya menetes, dan tangannya begitu gemetar.

"Eh, Pak Didik di sini juga toh!" sapa Bu Nurul dengan wajah bersemu.

"Buah manggis buah kedondong, yang pasti Pak Didik setia nungguin Bu Nurul dong."

Sedangkan Renjana yang ikut mendengarkan gombalan Pak Didik pun langsung mabuk empat tiang. Alerginya kambuh lagi. "Huwek!" Ini lebih buruk dari mabuk darat. Pikir Renjana.

"Ah, Pak Didik mah bisa aja."

"Jalan-jalan ke taman liat bunga kuningan, Bu Nurul lah orang yang paling menawan." Pak Didik menggoda. Membuat Bu Nurul makin melayang dibuatnya.

Tak tanggung-tanggung sang Renjana yang cerdas tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Selagi Bu Nurul lengah serta asyik bercengkrama membahas soalan asmara dengan Pak Didik, Renjana melepas perlahan cengkaman Bu Nurul.

Gadis itu melirik kanan-kiri sekiranya keadaan aman terkendali barulah Renjana mengambil aksi. Seperti yang kalian duga, cewek cerdas itu melarikan diri.

Bu Nurul yang menyadarinya pun langsung mengeraskan suara hingga menggetarkan gendang telinga Pak Didik. "RENJANA!!!"

Renjana terus berlari seraya menoleh ke belakang. Tertawa terbahak-bahak. Puas. Sampai tawanya tiba-tiba berubah menjadi muram.

Brak!
Tak sadar dengan kehadiran Erlangga di depannya Renjana pun menabrak cowok itu hingga terlentang ke paving. Sementara tubuh Renjana di atasnya. Waktu serasa berhenti seketika.

Renjana membelalakkan matanya. Aliran listrik mulai menyengat tubuhnya sampai dia tidak bisa bergerak sedikit pun dari tempatnya. Ingin menjauh, tapi tidak bisa. Tubuhnya sama sekali tidak dapat digerakkan seolah mati mendadak. Sedangkan Erlangga tampak melihat mata indah milik Renjana.

Tidak tersisa jarak sesenti pun dari keduanya, sedikit saja dorongan kecil atau gerakan angin mungkin bibir mereka akan bersentuhan. Sampai-sampai Renjana merasakan deru nafas dari hidung Erlangga.

Renjana dan Erlangga masih mempertahankan posisinya, tidak bergerak sedikit pun untuk menjauh, membuat mereka berdua seolah kehilangan akal sehat. Kedua manik mata mereka saling bertemu. Tatapan yang tidak dapat mereka berdua artikan. Seolah terhipnotis dengan tatapan satu sama lain. Masih enggan memalingkan pandangan walau sedetik saja.

"RENJANA BELLANCA MARONA!!!"

Renjana mengerjapkan matanya ketika terdengar suara menggelegar dari Bu Nurul, membuat kesadaran kembali merenggut jiwanya. Sesegera mungkin Renjana bangkit. Cewek itu dengan cepat menjauhkan diri dan bangkit dari atas tubuh Erlangga. Merasa canggung? Oh, tentu tidak. Dia Renjana, man.

Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang