Materi yang digerakkan oleh pikiran manusia mungkin tidak untuk lingkup yang sama.
-Kang Bucin-
"Ren, abis ini kita ke markas buat tahap akhir rencana kita. Gue juga bakal ajak pasukan yang lain," jelas Rion sembari menyamai langkah Renjana.Renjana mengangguk mantap. "Yoi! Segera laksanakan bentar lagi kita war."
Renjana dan Rion berpisah sampai di koridor depan UKS. Tentu saja, mereka akan kembali ke kelas menyaksikan TV putih yang besar dan membosankan. Papan tulis.
"Rion, jangan lupa nanti!" seru Renjana sebelum raganya benar-benar pergi.
"Dimengerti, Ren!"
Srek!
Pintu kelas terbuka, menampilkan sosok Renjana yang baru saja keluar tanpa izin. Lengang sejenak. Seketika seluruh pasang mata mengarah pada gadis berambut pendek itu. Mereka menatap Renjana dengan perasaan kurang menyenangkan. Tanpa peduli dengan sikap para temannya, Renjana menerobos masuk langsung menuju kursinya di belakang samping jendela."Ren, dari mana saja kamu?"
Dagu Renjana terangkat telinganya menangkap suara yang sangat familiar. Yap, tepat sekali! Erlangga. Hari ini Selasa jadwal Erlangga mengajar di kelas 10 IPS 3. Pandangan matanya mengarah ke sumber suara. Renjana tak bersuara alias menghiraukannya. Lagi.
Erlangga geleng kepala membiarkan gadis itu menduduki bangkunya. Lantaran dilanjutkannya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan mengenai wawasan Nusantara. Bab baru yang wajib dipelajari.
Renjana menopang dagu, pandangannya mengarah ke langit-langit, dan tangannya memutar pena. Otaknya tak fokus dengan pembelajaran wastara yang dijelaskan Erlangga serta tugas review materi yang diberikan guru muda itu. Coba tebak apa yang dipikiran Renjana? Bukan cinta pastinya.
"Ren!"
Mendengar nama gadis itu terpanggil, Renjana terserentak sebagian kesadarannya telah kembali. Bola matanya bergerak ke sana ke mari untuk mencari asal suara. Tidak ada siapa-siapa.
"Renjana Bellanca Marona!"
Ternyata suara yang memanggilnya berasal dari meja guru, terletak di pojok kanan paling depan. Renjana melirik tajam cowok itu sedangkan Erlangga memerhatikan gerak-gerik Renjana sedari tadi.
"Ren, setelah ini kamu temui saya!" perintah Erlangga.
"Iya!" balas Renjana tak acuh.
Seusai pembelajaran tepat saat istirahat berlangsung. Semua murid berhamburan menuju kantin senajan menghilangkan lapar atau sekedar menengok doi dari kelas sebelah. Kelas menjadi sepi sementara Erlangga masih menetap di kursi khusus guru.
Para siswa perempuan? Tadinya mereka ingin berdekatan dengan Erlangga. Mumpung dirinya masih singgah di tempat duduknya. Namun niat mereka urung seketika. Hanya karena tatapan Erlangga, para siswi centil itu menjadi sedikit sungkan untuk menggodanya. Akhirnya mereka memilih pergi ke kantin sebelum bel berbunyi.
Renjana yang malas dengan kehadiran Erlangga menghela napas kasar. "Mau apa lo, Er?"
"Sini Ren," panggil Erlangga sambil memberi isyarat pada Renjana.
"Ribet banget sih jadi orang!" dengkus Renjana.
"Sini Ren!" seru Erlangga dengan suara lantang untuk kedua kali.
Dengan malas Renjana beranjak dari kursi, ke depan menghadap Erlangga. "Mau apa lo?"
Erlangga mengembuskan napas kasar. "Kamu enggak diajari tata krama ta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath vs Guru Anti-mainstream [✔️END]
Teen Fiction"Semua manusia itu baik, kadang kala kita perlu satu individu yang tepat untuk merubah kita menjadi lebih bijaksana." Psychopath tak selalu tentang manusia yang haus darah atau permainan pisau. Psychopath juga tidak melulu tentang unsur kekerasan at...