Prolog: His Royal Highness Park Jeongwoo, Prince of Joseon

5.3K 386 11
                                    

"Serius lo mau jadi anggota militer?"

Yang termuda mengangguk, mengiyakan pertanyaan serempak dari dua orang itu.

"Bukan karena dipaksa kan?" Dia udah berburuk sangka duluan, karena kan biasa dipaksa untuk mengikuti jejak keluarga.

"Murni dari hati dong, keinginan terbesar gua adalah jadi abdi negara," jawab So Junghwan dengan penuh rasa bangga.

"Keren, keren." -Doyoung.

Keduanya berbahagia karena sudah memiliki rencana masa depan, namun dia sedih karena akan berpisah dengan dua orang teman setianya. Masa depannya jelas, kapan saja bisa diangkat menjadi raja. Tapi tidak mungkin menunggu pergantian takhta di sepanjang hidupnya.

Hidup di lingkungan istana membuatnya cuma punya dua teman, yang satu hierarki di bawahnya, yaitu bangsawan. 12 tahun bersekolah di sekolah elite khusus keturunan raja dan bangsawan, berarti selama itu juga dia belum sama sekali berbaur dengan rakyat biasa, dalam artian benar-benar dekat ke rakyat biasa. Begitulah tinggal di negara monarki, banyak peraturan dan protokol ribet yang harus dipatuhi.

Junghwan akan bergabung ke militer angkatan darat. Hanya dia dan Doyoung yang melanjutkan pendidikan ke universitas, tapi beda fakultas. Keluarga dari Kim Doyoung adalah dokter, pasti akan berkuliah di fakultas kedokteran. Dia belum menentukan mau jadi apa.

Di depan restoran ada banyak pengawal dua temannya tadi bisa menolak untuk dikawal, sedangkan dia tidak bisa. Bahkan di dalam saja juga ada pengawal tambahan, berasa diawasin sama ayahnya.

Awalnya cuma memesan makanan satu porsi doang, Junghwan nambah seporsi lagi, jadi dia dan Doyoung harus nungguin dulu sampe selesai. Kalo ada acara makan sesama bangsawan atau kerajaan, sebaiknya jangan ajak So Junghwan. Table manners sih bagus, tapi sangat tidak etis kalo nambah porsi lagi.

"Oke, ayo pulang."

Ketiga sahabat itu berdiri, sebelumnya memastikan ga ada yang ketinggalan. Split-bill dan Junghwan yang inisiatif membayar pesanan tadi.

Sementara itu, masih di tempat yang sama dengan sudut pandang berbeda.

Tempat khusus layanan delivery terpisah dengan antrian biasa. Haruto selesai membayar bill dengan scan barcode, kemudian menerima pesanan yang banyak dalam satu reusable bag.

Pelanggan kembali menelpon untuk menanyakan bagaimana kabar pesanan, ia mempercepat langkahnya sembari berbicara.

"Lagi rame kah? Kok lama?"

"Pembayaran udah selesai, Kak. Tinggal otw aja ke alamat."

Bergerak cepat dan tidak sengaja menabrak seseorang, untung barang yang dibawa masih di genggaman. Semua orang langsung bereaksi, beberapa pria dengan setelan jas dengan kacamata hitam mulai mendekat.

Yang dia tabrak langsung dipegangin seseorang dengan rambut warna merah gelap, untung tidak tersungkur karenanya, memutar tubuhnya untuk meminta maaf, "Maaf aku buru-buru."

Butuh beberapa detik untuk paham apa yang terjadi dan langsung sadar dengan kesalahan yang diperbuat, Haruto langsung berlutut berbarengan dengan pengawal yang memeganginya. Yang dia senggol bukan orang biasa, tapi putra bungsu dari orang yang berpengaruh di negeri ini.

"Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Tolong jangan pecat aku dari pekerjaan, aku hanyalah mahasiswa beasiswa." Sungguh dia takut kalo akan dideportasi detik ini juga.

Setelah tubuhnya seimbang, Jeongwoo terkejut orang itu tiba-tiba berlutut dengan dipegangin pengawalnya. Dia merasa seperti disembah, padahal hanya manusia biasa. Apalagi yang dikatakan oleh orang yang menabraknya, Jeongwoo merasa iba.

Hierarchy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang