19. Kelas Sendok

1.1K 127 8
                                    

Numpang mandi di rumah sahabatnya, untung Kim Doyoung belum pergi kuliah. Meninggalkan Haruto sendirian di ruang tamu sementara dia mandi, ditawarin berbagai cemilan mewah oleh tuan rumah.

Seharusnya dia tidak mengajak pemuda itu ke rumah Doyoung.

Ayah dari Kim Doyoung adalah direktur rumah sakit swasta terbesar di negara ini, wajar aja dua putra mereka berprofesi sebagai dokter.

Mengacu pada teori kelas sendok, Park Jeongwoo sebagai sendok berlian dikelilingi oleh sendok platinum, emas dan perak. Masa depan yang sudah terjamin karena lahir di keluarga konglomerat dan bangsawan.

Dirinya yang sendok karat mencoba mendapatkan hati sendok berlian, yang memaksanya untuk berbaur dengan tingkatan kelas di bawah berlian.

Gebetannya sudah selesai mandi dan kembali bersamanya di ruang tamu berlantai marmer mahal ini. Menutup bekas kemerahan di leher dengan mengenakan turtle neck, entah punya siapa.

"Mau langsung pergi?" tanyanya. Pertanyaan itu tidak sopan, tapi dia merasa tidak nyaman di tempat ini.

Jeongwoo paham dengan pemuda itu. Berdiri untuk permisi pamit ketika tuan rumah baru mau gabung bersama mereka, diikuti juga oleh Haruto yang juga beranjak.

"Dobby, kita pamit dulu ya, makasih banget udah dikasih numpang mandi. Mau buru-buru ada kelas soalnya."

"Oke, oke. Iya sama-sama."

Mereka keluar dari ruang tamu, tuan rumah mengekor di belakang. Dia memberikan Haruto kunci kontak sepeda motornya sementara dia masih akan berbincang kecil dengan Doyoung.

"Jeongwoo, udah aku bilang, aku ga ada SIM. Aku juga belum hafal jalan tikus," protes remaja itu ketika menerima kontak sepeda motornya. Haruto menolak untuk mengendarai kendaraan roda dua miliknya ketika perjalanan dari kampus ke rumah Doyoung, padahal dia pengen dibonceng gebetan.

"Kalo ditilang polisi sogok aja," ucapnya santai. Karena protes Haruto, dia lupa mau ngomong apa ke sahabatnya sebelum pergi.

Mesin sepeda motor pabrikan dalam negeri miliknya sudah menyala, pengendara memutar ke arah luar.

"Gua pergi dulu ya, bye."

"Baiklah, hati-hati."

Menaiki sepeda motornya, berpegang di pinggang pengendara. Hyosung dengan didominasi warna putih itu keluar dari garasi dan melaju ke jalanan komplek perumahan daerah Gangnam.

Dia memeluk tubuh ramping Watanabe Haruto, kepalanya bersandar di punggung lebar itu. Menghirup aroma tubuh pengendara yang sangat candu baginya. Penumpang di belakang tidak mengenakan helm, was-was kalo di jalan raya takut ditilang.

Hanya mengenakan topi dan masker hitam agar identitasnya tidak diketahui publik. Ya kan berabe kalo seorang Pangeran melanggar peraturan berlalu lintas.

"Jeongwoo, terus ke arah mana?"

Saking nyaman dia jadi lupa untuk memberi petunjuk arah jalan ke Universitas Nasional Seoul. Dari kecil hingga sekolah menengah atas, dia ga tau jalan pintasan, karena sering naik mobil. "Sebenernya gua juga gatau jalan tikus ke kampus."

"Kalo aku ke jalan raya gapapa kan? Kan katanya mau kamu sogok."

"Please Ruto, gua cuma bercanda."

Sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang, makanya mereka tidak perlu berteriak agar kedengeran. Kalo ngebut mana kedengeran, pengendara nanya mau ke mana, penumpang jawabnya mau ke surga.

"Yaudah, aku harus ekstra hati-hati kalo lewat persimpangan, polisi pasti berjaga."

"Bisa-bisa lo aja ngibulin polisi dan kamera keamanan lalu lintas."

Hierarchy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang