➤ ; 03 ‧ Plan ‧ 🍀 -

2.3K 317 51
                                    

Ehem, catatan sedikit, kalian mungkin bingung sama gaya ketiknya Vidia, terutama pas dialog. Membedakan dialog yang diucap langsung, dalam hati, sama bahasa yang berbeda. Chapter-chapter kemaren Vidia masi plin-plan mutusinnya, jadi dirapihin sekarang. Maklumkan, Vidia 'kan masih remaja, masih labil:D

"Hai cantik." ini berarti ngomong biasa, pake bahasa jepang.

"Hai cantik." kalau pakai italic, miring begini tapi pakai tanda petik dua, artinya ngomong biasa tapi pakai bahasa selain jepang.

"Hai cantik." kalau begini, sampai tanda petiknya kena italic, berarti itu flashback/kilas balik.

'Hai cantik.' kalau tanda petiknya satu, berarti ini ngomong dalam hati.

Omke gais, makasi yang uda baca:D

🔮🔮🔮

"Dengar, Emma kita harus bersikap biasa," kata Norman.

"Kemarin kita melanggar peraturan dan pergi kegerbang."

"Tapi kita tak tau apapun." lanjut anak berambut putih itu.

"Tapi Little Bunnynya.." sela Emma lirih.

"Ya, Mama mungkin menemukannya,"

"Tapi dia tidak tau siapa yang membawanya." ujar Norman lagi.

"Mama tadi tersenyum, dia mungkin belum tau siapa orangnya." Emma meneguk salivanya susah payah.

"Jadi kita harus tersenyum juga."

"Kalau ekspresi kita berubah, Mama pasti menyadarinya." sambung Norman.

"Kita tidak boleh dan tidak akan kalah. Tenang Emma, tersenyumlah." ujar [Name] lembut.

[Name] mendaratkan telapak tangannya pada bahu Emma untuk memberi dorongan pada gadis itu. Emma berusaha mengulas senyum diwajah manisnya.

"Makanan enak, baju putih yang mudah kotor, lalu kehidupan yang sangat teratur.." ucap Emma pelan.

"Itu semua demi menjaga kualitas kita."

"Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah menunggu dikirim sesukanya." lanjutnya sedih.

"Bukan sesukanya, ingat apa yang iblis itu katakan?" tanya Norman.

"'Satu anak umur enam tahun lagi, kita dapat kualitas biasa'.." gumam [Name].

"Apa maksudnya itu?" Emma balik bertanya.

"Dilihat dari perkataannya, umur mungkin sama dengan kualitas daging,"

"Kalau aku tidak salah, mereka yang dikirim berusia sekitar enam sampai dua belas tahun." katanya.

"Kalau enam tahun itu biasa, maka kualitas tertingginya adalah.."

"Umur dua belas tahun." tukas Emma.

"Tapi bagaimana dengan skor ujian kita? Daging rasanya tidak akan berubah meski skor kita tinggi, 'kan?" lanjut Emma bertanya.

"Iya, kalau kita tidak dapat angka sempurna, skor kita tidak disebut, tapi.."

"Urutan dikirim?!" sentak Emma tiba-tiba. Iris emeraldnya yang mengecil terlihat bergetar.

'Emma, takut ya? Sini-sini kupeluk:)' batin [Name] tak pandang tempat.

Norman mengangguk, "Setelah berumur enam tahun, kita dikirim dari nilai terendah."

"Lalu saat berumur dua belas tahun, kita akan dikirim apapun yang terjadi."

"Jadi kita belum dikirim karena nilai kita sempurna? Aku tidak paham, kenapa berdasarkan nilai kita?"

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang