➤ ; 07 ‧ Start! ‧ 🍀 -

1.5K 270 39
                                    

- Author's POV -

[Name] sibuk parkour, lompat dari pohon kepohon, gelantungan, lari sebentar, panjat pohon. Dia sempat lari bersama Emma, Norman dan Ray setelah akhirnya memutuskan untuk memisah. Tap. Ia mendarat dengan selamat dari satu pohon.

Drap! Drap! Drap!

[Name] mendengar suara langkah kaki cepat yang diyakininya milik Krone. [Name] mempercepat larinya ketika sosok tinggi Krone terlihat diujung matanya. 'Hoho, tidak akan semudah itu menangkapku, tante!' batinnya.

"[Name]! Ayo menyerahlah. Don, Gilda, bahkan Emma sudah kutangkap lho~!" suara Krone yang meresapi gendang telinga [Name] diabaikan.

[Name] membentak kakinya sendiri untuk bergerak lebih cepat. Sekarang, jarak antara Krone dan [Name] sekitar 7,2 meter.

Gadis berambut [haircolour] itu mulai kehabisan napasnya. Terlihat ada pohon beberapa meter didepannya yang dia pikir bisa dipijak dengan sekali lompat. Meski berisiko cukup besar karena pohon selanjutnya lumayan tinggi dan jauh.

'Lompat!'

Kaki [Name] telah memijak dahan pohon. Dibelakang, kisar 4,1 meter, Krone sudah mengambil ancang-ancang untuk melompat kedahan yang sama.

'Aku harus bertindak cepat jika tak ingin tertangkap..' pikir si gadis.

"Huft.."

[Name] melompat.

'Celaka.'

Tapi bukannya memijak dahan pohon, tubuhnya justru jatuh ketanah dan terguling dari ketinggian sekitar 2,7 meter. Yang menyebabkan lengan kiri gadis itu patah, dan kaki yang terkilir. Rasa nyeri menusuk lengan si gadis membuatnya meringis tertahan.

Ia bisa melihat dua anak laki-laki, Norman dan Ray berlari mendekat dibelakang Krone. "Time up!" seru Ray.

"[Name]!" panggil Norman khawatir.

Tubuh [Name] terbarin lemah diatas tanah. Baju putihnya sudah tidak bersih lagi ternoda tanah. Napasnya tersengal kala masih merasa lelah berlari, juga sakit dari lengan dan kakinya.

"Suster-" Norman baru akan memanggil tatkala dilihatnya Krone yang berjalan kembali dengan cerianya. Wanita itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.

"Panggil Mama!"

"Terlalu lama!"

"Kalau begitu bagaimana kita membawanya? Tidak mungkin kita seret 'kan?"

[Name] hanya menyaksikan kedua anak itu berdiskusi, atau berdebat, mungkin. Sementara kesadarannya perlahan memudar karena rasa pusing yang datang mengunjungi kepalanya.

"Biar kuangkat saja dia.."

Ray mengangkat tubuh [Name] dari tanah, dia menyadari bahwa [Name] sudah tidak -bernapas- sadarkan diri. Buru-buru dia berlari keluar hutan diikuti Norman.

"Mereka berhasil!" sorak beberapa anak.

"Tapi, [Name].."

"[Name]!" seru Emma. Segera dia menghampiri Ray dan Norman.

"Ada apa? Kenapa [Name] terluka?" tanyanya khawatir.

"Jatuh dari pohon." jawab Ray pendek.

"Ray, serahkan [Name] padaku."

Suara perempuan yang lumayan familiar terdengar. 'Dia bilang akan menggigit otak kita.' kalimat yang diucapkan Norman pada Ray terngiang kembali ditelinga si Hitam.

"Tidak perlu." balasnya dingin.

"Lebih baik kau dan Norman membantu Mama menyiapkan makan malam." Vidia menyamai tingginya dengan Ray, "berhenti jadi keras kepala." katanya pelan seraya menatap lurus-lurus mata hijau gelap Ray dengan mata Raspberrynya.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang