➤ ; 29 ‧ Reset? ‧ 🍀 -

654 111 20
                                    

Reset?

Mengulang atau kembali?

[ Ulang / Kembali ]

Baik, mengulang ke posisi awal.

Dalam proses. . .

Tunggu, apa? Kau bingung?

Ini memang melenceng, sangat jauh dari konsep cerita ini sendiri.

Aku membuatmu takut?

Salahkan dirimu sendiri

Kamu bahkan mungkin tidak sadar

Siapa diri-'ku' ini?

Aku bukan narator, aku bukan Vidia, baik yang ada dalam cerita ini maupun yang berpijak pada dunia tempatmu tinggal itu.

Dan kira-kira kepada siapa aku bicara?

Kepada karakter buatan yang disebut-sebut [Name] itu?

Kepadamu! Kamu yang sedang melihat layar ponsel dan komputermu!

Kau terbawa arus dan tidak menyadari siapa yang sebenarnya harus kau lawan!

🔮🔮🔮

. . . Cih, yang benar saja

- [Name]'s POV -

"Kamu pikir sudah melakukan hal baik apa sampai berani membawa-bawa kakakku?"

Aku.. Melihatnya. Perempuan bersurai putih dengan mata emas yang berkilau. Namun ditangannya.. Di kedua tangannya.. Ada besi panas dan cambuk yang berlumuran darah.

Aku membuka mulutku, tapi tak ada suara yang bisa keluar dari sana. Vidia! Vidia sedang di ikat sementara tubuhnya penuh luka bakar. Rambutnya berantakan menutupi wajahnya. Mulutnya disumpal dengan kain yang memiliki bercak merah juga.

🔮🔮🔮

"[Name]!"

Aku baru membuka mata saat kudengar suara perempuan memanggilku. Lanjut, tiga pasang tangan melingkar di sekitar tubuhku. Aku ingin mengeluarkan setidaknya satu kata, tapi tenggorokanku sakit. Seakan tidak pernah di pakai bicara untuk setahun atau dua tahun.

Mereka bertiga melepas pelukan. Aku terbelalak, air mata meluncur dan terbang bebas dari mataku. Norman, Ray, dan Emma. Bukan hanya itu, mereka terlihat jauh.. Kuulangi, jauh berbeda dari terakhir kali aku melihat mereka.

"Tahun.. berapa..?"

"Sekarang.. Tahun dua ribu empat puluh delapan." Aku membuka mulut akan berucap, namun Ray cepat-cepat menyela. "Jangan, jangan bicara."

Aku lihat Emma tersenyum meski air mata tetap jatuh dari matanya. Norman hanya diam dan baru kusadari dia menggenggam tanganku dengan erat, menatapnya. Ray menangis, namun ketika pandanganku tertuju padanya, cepat-cepat dia menyeka mata dan memalingkan wajah.

Aku ingin menanyakan soal anak-anak ketika mereka-mereka yang aku kenal membawa keranjang. Ketika melihatku duduk di atas kasur ini, mereka berlari ke arahku.

"[Name]!"

"Kami menunggumu bangun!"

Mereka menangis. Aku menepuk kepala mereka. "Vidia.."

"Vidia ada di mana..?"

Ray menyodorkan makanan hangat kepadaku. "Kau mungkin belum siap menerima hal ini."

Aku menatap Ray bingung, lalu menatap makanan hangat di tanganku bingung juga. "Kuapakan ini?"

Norman mengambil mangkuk makanan itu dari tanganku. Dengan lembut, menyendok isinya dan menyuapkannya padaku. Mataku memanas, kuusap mataku ketika merasakan bulir air mata akan jatuh dari mataku.

(END) 𝘓𝘦𝘴𝘴 𝘛𝘩𝘢𝘯 𝘕𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 | TPN [Reader Insert] -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang